Rumputnya Terlihat Lebih Hijau

Oleh: Lia Sutandio

Sebuah keluarga, yang terdiri dari sepasang suami istri dengan dua orang anaknya, pindah dari rumah yang lama ke rumah yang lain, dari lingkungan lama pindah ke lingkungan yang baru, tetapi masih berada dalam satu kota.

Di lingkungan yang baru ini, para tetangga tampak begitu ramah dan rukun, jadi satu warga itu tampak begitu akrab dan sudah seperti menjadi satu keluarga. Kehadiran keluarga Pak Giotto disambut hangat oleh seluruh warga, sehingga membuat keluarga Pak Giotto begitu gembira.

[block:views=similarterms-block_1]
[block:views=similarterms-block_1]

Keluarga Pak Giotto bukanlah keluarga yang tidak memiliki masalah. Beberapa kali pernah juga terjadi keributan di antara anggota keluarganya. Sehingga keakraban para tetangga di lingkungan yang baru itu membuat keluarga pak Giotto sedikit risih, karena mereka takut warga di sana mengetahui berbagai kekurangan dalam keluarga Pak Giotto.

Setiap pagi tukang sayur selalu berhenti di depan rumah salah satu warga dan para ibu termasuk Ibu Giotto pun ikut mengerumuninya untuk membeli sayur-sayuran yang diperlukan untuk keluarga mereka masing-masing. Ibu Giotto melihat para ibu itu begitu tampak bahagia dan tidak pernah terdengar mereka bermasalah dengan keluarganya. Semua keluarga tampak sempurna menurut Ibu Giotto.

Lama-kelamaan keheranannya itu menimbulkan rasa iri di hati ibu Giotto, mengingat dalam keluarganya tidak pernah habis yang namanya masalah itu. Ibu Giotto sebagai ibu rumah tangga merasa tertekan dengan keadaan di rumahnya. Ibu Giotto berusaha mengkoreksi dirinya dan berusaha berubah sesuai dengan nasehat teman-temannya, tetapi masalah itu tidak pernah kunjung usai juga.

Ibu Giotto merasa hidup ini tidak adil, Tuhan tidak sayang padanya, Tuhan pilih kasih, dan Ibu Giotto pun begitu sangat tertekan, sampai-sampai dia sering menangisi keadaannya, menjadi minder, rendah diri, dan sulit untuk bersemangat.

Sampai suatu ketika, tanpa disengaja ibu Giotto melihat ibu yang tinggal di seberang rumahnya pergi sambil terisak-isak. Tetapi Ibu Giotto kembali masuk ke dalam rumahnya. Sore hari ketika anak-anaknya belajar, Ibu Giotto pun duduk kursi depan rumahnya sambil menunggu Pak Giotto pulang. Dilihatnya ibu yang tinggal di seberang rumahnya itu duduk di batu besar depan rumah Ibu Giotto.

Ibu Giotto mendekatinya perlahan-lahan dan menanyakan apa ada yang bisa dibantunya. Lalu ibu itu pun kembali menangis terisak-isak sampai suaminya menjemputnya pulang. Walaupun Ibu Giotto tidak mengerti dan merasa keheranan, dia hanya melihat semua kejadian itu.

Pada hari Minggu ketika ke gereja, Ibu Giotto menceritakan kepada pembimbing rohaninya mengenai apa yang dilihatnya itu. Dan pembimbing rohaninya berkata bahwa dia pun mempunyai masalah dan pernah mengalami masalah yang tak kunjung habisnya juga. “Salib setiap orang itu sama” demikian kalimat singkat yang dikatakan pembimbing rohani itu sambil tersenyum.

Ibu Giotto merenungkan kalimat pembimbing rohaninya itu dan dia mulai mengubah sikapnya yang sering membeda-bedakan keadaan keluarganya dengan para tetangganya itu yang tampaknya lebih berbahagia dibandingkan dia. Dari pemikiran yang diubahkan itu, akhirnya Ibu Giotto pun tidak lagi merasa tertekan dan dapat menyelesaikan masalah demi masalah tanpa menyalahkan Tuhan atau merasa iri dengan tetangga yang lain.

Dalam hidup ini sering kali segala sesuatu tampaknya tidak adil, tidak baik, dan sangat sulit karena masalah itu datang tidak pernah mengenal waktu dan tempat, silih berganti bahkan belum selesai yang satu, timbul masalah yang lain lagi.

Ada pepatah yang mengatakan “rumput tetangga lebih hijau”, jadi kelihatannya keadaan orang itu jauh lebih baik daripada keadaan kita. Ketika kita mengalami kekurangan secara materi, melihat orang yang kaya, terlihat orang kaya itu begitu nyaman hidupnya, tidak pernah mengalami kekurangan, mau apa saja dia bisa mendapatkannya. Atau ketika kita sakit, melihat orang yang sehat, rasanya enak sekali orang yang sehat itu tidak pernah minum obat-obatan dan menjaga makan. Tidak ada ujungnya rasa iri itu jika kita terus menerus menganggap orang lain hidupnya lebih enak, lebih nyaman, lebih nikmat, dan lain-lain.

Kalau boleh saya tambahkan pepatah itu “rumput tetangga selalu tampak lebih hijau, tetapi kita tidak pernah tahu bahwa di balik rumput yang hijau itu penuh ulat di dalamnya”. Memang kelihatannya orang lain itu mempunyai hidup yang lebih baik, menyenangkan, dan bahagia, tetapi kita tidak pernah tahu masalah apa saja yang dialaminya.

Salib yang diberikan Tuhan untuk setiap orang itu sama, jadi semua orang itu mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, sengsaranya sendiri-sendiri, kesedihan dan sakitnya sendiri-sendiri, semua masalah diijinkan-Nya terjadi bagi semua orang sesuai dengan kapasitas atau porsinya atau kemampuannya masing-masing. Hanya janji Tuhan yang perlu kita pegang bahwa masalah itu tidak akan melebihi kekuatan kita.

Seperti halnya salib yang diberikan Tuhan untuk setiap orang itu sama, demikian pula berkat yang diberikan Tuhan untuk setiap orang itu juga sama, semua berkat diberikan sesuai dengan kapasitas atau porsi atau kemampuannya masing-masing juga.

Tuhan itu adil, Tuhan itu penuh kasih, Tuhan itu penuh kuasa. Jadi kita tidak perlu kuatir atau merasa bahwa orang lain hidupnya lebih baik daripada kita, karena semuanya itu sesuai dengan kapasitas atau kemampuannya masing-masing. Kalau manusia bisa pilih kasih, sebaliknya Tuhan itu sangat adil dan penuh kasih. Asal kita bisa melihat dari sudut pandang yang benar, maka kita akan bisa melihat keadilan dan kasih-Nya itu.

Tuhan memberkati.

Ide oleh: Hellen Marisca Lea