Gereja, Perpustakaan dan Minat Baca

Penulis : Weinata Sairin

Dalam perspektif kristen, gereja bukan hanya berarti bangunan tempat umat Kristen beribadah. Gereja adalah persekutuan yang telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang (I Petrus 2:9-10). Jadi gereja tidak semata-mata persekutuan biasa yang dibentuk, dipimpin oleh sekelompok orang. Gereja adalah persekutuan milik Allah yang diberi mandat oleh Allah untuk menebarkan syalom di tengah-tengah sejarah dunia. Ada aspek vertikal/transendental yang penting digarisbawahi ketika kita berbicara tentang gereja. Gereja ada oleh karena kuasa Allah. Gedung gereja dapat saja ditutup, dirusak/dibakar oleh siapapun, tetapi sebagai persekutuan milik Allah gereja tak pernah bisa dihabisi - kecuali atas kehendak Allah. Itulah sebabnya "gereja liar" tak pernah ada. Istilah itu amat menyinggung perasaan umat Kristus. Keresmian sebuah gereja sama sekali tidak pernah berada pada manusia, atau kuasa apapun, apalagi pada sebuah SKB; tapi pada Yesus Kristus Raja dan Kepala Gereja.

[block:views=similarterms-block_1]

Gereja-gereja di Indonesia menyadari ia adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh bangsa Indonesia. Ia lahir dari tengah- tengah bangsa Indonesia sebagai buah pekerjaan Roh Kudus, dan telah ditempatkan oleh Tuhan sendiri untuk melaksanakan tugas panggilannya dan menjadi berkat bagi semua di dalam Negara Pancasila, yang sedang memulihkan diri dari berbagai krisis multi-dimensi, dijiwai oleh semangat reformasi yang dipelopori mahasiswa tahun 1997. Kehidupan gereja-gereja sering mengalami kemerosotan tingkat solidaritas satu terhadap yang lain, yang ikut melemahkan gereja dalam memenuhi tugas panggilan dan pengutusan di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Gereja juga tidak jarang terjebak dalam pemahaman tentang spiritualitas yang sempit dan gereja formalisme di mana secara formal gereja itu ada tapi tidak fungsional untuk berperan di tengah-tengah masyarakat

Perpustakaan

Salah satu bentuk interaksi gereja dengan masyarakat luas, sejak masa-masa yang lampau adalah buku. Ketika pada bulan Oktober 1946 didirikan penerbit BPK Gunung Mulia, dimaksudkan agar gereja mampu memperkenalkan nilai-nilai kekristenan dalam bentuk tulisan dalam sebuah negara Indonesia yang merdeka.

Peran para kolportir yang membawa buku-buku kerohanian kepada masyarakat luas amat penting maknanya dalam memperkenalkan kekristenan dan sekaligus memperluas wawasan para pembaca dengan nilai-nilai kekristenan. Relasi gereja dengan dunia buku menjadi sesuatu yang tak terbantahkan.

Alkitab menyatakan "pada mulanya adalah Firman". Firman, kata menjadi unsur fundamental dalam kedirian manusia. Kata berarti bahasa, dan bahasa melahirkan buku. Dalam konteks itu buku adalah bagian integral dari degup kehidupan umat. Bagaimana perhatian gereja terhadap perpustakaan? Apakah perpustakaan telah dilihat sebagai bagian dari upaya gereja untuk mengembangkan wawasan warga jemaat? Secara umum dapat dikatakan gereja/jemaat belum memberi perhatian yang lebih sungguh terhadap pengadaan/pelayanan perpustakaan. Perpustakaan masih dilihat sebagai barang mewah dan tidak dipahami sebagai alat penopang bagi pelayanan gereja.

Dalam era informasi, perpustakaan memegang peranan amat penting dan strategis, yaitu sebagai agen perubahan, agen pembangunan, agen budaya dan pengembangan iptek. Perpustakaan dapat mengubah nilai, mencerahkan, mengajarkan sehingga wawsan seseorang lebih luas dan mendalam. Perpustakaan memiliki nilai-nilai yang positif dalam kehidupan umat jika dikelola dengan baik dan profesional. Beberapa nilai perpustakaan adalah: nilai pendidikan, nilai informasi, nilai ekonomi, nilai sejarah dan dokumentasi, nilai demokrasi dan keadilan, nilai perubahan, nilai hiburan atau rekreasi, nilai sosial dan budaya.

Minat Baca

Mereka yang memanfaatkan perpustakaan akan mendapatkan nilai-nilai tersebut bagi kehidupanannya. Perpustakaan memiliki makna penting bagi masyarakat, bahkan dapat membantu dalam pelaksanaan pelayanan jemaat. Maka kehadiran perpustakaan dalam kehidupan gereja/jemaat sangat dibutuhkan. Gereja perlu membentuk komisi/panitia khusus dalam rangka pengelolaan perpustakaan.

Perpustakaan berkaitan erat dengan minat baca. Walaupun ada perpustakaan dengan jumlah buku yang lengkap, jika minat baca tidak ada, maka perpustakaan itu akan sepi pengunjung. Oleh karena itu, program perpustakaan mesti dibarengi dengan peningkatan minat baca. Program ini dapat dilakukan dalam kerja sama antarkomisi/bidang pelayanan yang ada di jemaat.

Bagi remaja, pemuda, wanita, pria dalam rangka HUT Gereja, atau Hari Raya gerejawi dapat dilakukan perlombaan meringkas/meresensi buku. Minat baca warga gereja harus dipacu agar mengalami pencerahan dan pencerdasan dalam kehidupannya. Perlu dorongan dari lembaga gerejawi kepada gereja/jemaat agar memahami perpustakaan sebagai bagian dari program pelayanan gereja.

Hubungan akrab gereja dengan buku mesti dibina kembali, paket buku untuk pimpinan jemaat perlu diprogramkan; bantuan kepada gereja/jemaat tidak harus dalam bentuk dana tapi buku-buku yang bermutu untuk menjadi modal awal perpustakaan. Buku dan membaca buku mesti menjadi bagian integral dari kehidupan warga gereja; Pengetahuan, wawasan, imajinasi, dapat diperoleh melalui membaca buku. Seorang tokoh pernah berucap: "mencintai kegiatan membaca adalah mengubah jam-jam penuh kebosanan dengan jam-jam penuh kesenangan".

Sumber: Sinar Harapan, Jumat, 07 Oktober 2005