Makna Pengharapan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teologi

Oleh : Yon Maryono

Dalam ilmu pengetahuan, teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran yang “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan ( Wikipedia, ensiklopedia bebas).



Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Dijelaskan secara sederhana, teori harapan menyatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Oleh karena itu, apabila seseorang mempunyai suatu pengharapan tanpa ada upaya atau usaha meraihnya, namanya angan-angan atau khayalan yang tanpa pasti tanpa hasil.

Dalil dan ide pemikiran teori harapan itu sebenarnya tidak original karena Alkitab menuliskan Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan (Ibrani 11.1). Teori tersebut ternyata sebuah kebenaran Teologis yang dikemas dalam Teori Harapan, yaitu bagian ilmu manajemen untuk kepentingan siapa saja, apapun suku bangsa dan agamanya. Jangan heran bila kita menyaksikan seorang motivator dalam gaya dan tutur katanya sesuai dengan ajaran Alkitab, walaupun pembicaranya bukan orang Kristen. Teori harapan adalah bentuk kesaksian kebenaran Alkitab yang menunjukan bahwa Firman itu bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (2Tim 3: 16). Teori harapan adalah refleksi Iman sebagai dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan pembuktian bahwa iman tanpa perbuatan adalah sia-sia.

Pada saat Rasul Yohanes menulis : inilah janji yang telah dijanjikan-Nya sendiri kepada kita, yaitu hidup yang kekal (1 Yoh 2:25), bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya (bdk Yoh 3:15) . Secara teologis janji Tuhan adalah pengharapan yang pasti. Dan secara teoritis janji pengharapan hidup kekal itu adalah nilai (Valence), yang merupakan kekuatan yang mendorong sesorang untuk mencapainya. Caranya ? Kita tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh (bdk Rom 8: 9). Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. Artinya, bila manusia tidak berusaha menjalankan ajaran Kristus dan manusia masih hidup dalam kedagingan (hawa nafsunya), maka pemahaman hidup kekal hanya berupa pengetahuan dalam pikiran yang belum diwujudkan dalam tindakan untuk mencapainya, atau hanya berupa angan-angan bahkan khayalan.

Secara pribadi, setiap individu dapat merasakan tebal tipisnya keinginan untuk mencapai harapan meraih janji Tuhan. Hal ini tergantung perwujudan sikap hidupnya apakah sejalan dengan firman-Nya. Memang rencana Allah tidak selalu dapat dipahami oleh teori apapun, tetapi manusia dikaruniahi hikmat untuk memahami-Nya. Tuhan memberkati kita semua.