Doa Transformasi Kota
Pada tahun 1960-an terjadi kebangunan gerakan Kharismatik dimana dasawarsa itu nafas ajaran Pentakosta mengalami revitalisasi. Dasawarasa 1970-an ditandai dengan pertumbuhan gerakan Kharismatik yang menembus ke lima benua dan memasuki aliran-aliran gereja, ini disusul dasawarsa 1980-an dimana gerakan ini mulai mencari bentuk dan terjadi disorientasi dimana dari dalamnya lahir banyak aliran-aliran yang menekankan ajaran tertentu dan bahkan sering bersifat sensasional.
Salah satu yang tumbuh adalah pujian & penyembahan yang disusul dengan ajaran kemakmuran (Jonggi Cho) sebagai buah Word of Faith (Kenneth Hagin), dan bangunnya ajaran Signs & Wonder (John Wimber). Di tahun 1988 timbul sensasi Akhir Zaman yang ramalannya di ulang- ulang di tahun 1992, 1994, 1998 dan 2000. Dasawarsa 1990 masih menonjolkan ajaran kemakmuran dan pertumbuhan gereja, dan kemudian diselingi sensasi Toronto Blessing (1994-1996). Dari tokoh-tokoh gerakan kemakmuran, akhir zaman, tanda & mujizat, dan toronto blessing, kemudian menjelang milenium ketiga, lahir gerakan Doa Transformasi Kota yang kemudian melanda ke seluruh dunia, dan seperti gerakan sebelumnya, Doa Transformasi Kota juga mendatangkan kontroversi.
Tokoh utama dibalik gerakan Doa Transformasi Kota adalah Peter Wagner dan George Otis Jr. Peter Wagner adalah orang kedua setelah Donald McGravan yang mengembangkan School of World Mission di Fuller Theological Seminary dan gerakan pertumbuhan gereja. Pada tahun 1980- an ia memasukkan John Wimber untuk mengajar Signs & Wonder di Fuller, kehadiran Wimber ini kontroversial hingga akhirnya dihentikan. Wagner kemudian merintis gerakan Reformasi Kerasulan Baru (New Apostolic Reformation), dimana ia dan beberapa tokoh lainnya meng-klaim diri sebagai rasul-rasul khusus pada akhir zaman ini untuk penyatuan umat Kristen di luar tembok denominasi.
George Otis Jr. Adalah pemimpin kelompok Sentinel yang mmproduksi dua film berjudul Transformations (1999) dan Transformations-II: The Glory Spread (2001). Dari kubu kedua tokoh ini lahirlah konsep pengajaran mengenai peperangan spiritual (spiritual warfare), pemetaan spiritual (spiritual mapping), dan roh-roh teritorial (teritorial spirits) pada dasawarsa 1990-an yang pada intinya ditekankan peran pendoa syafaat (intercessor) yang memilik kuasa dalam mengubah kota-kota bila dilakukan bersama dengan ajaran mengenai peperangan spiritual dan pemetaan spiritual. Dalam film itu diceritakan mengenai empat kota (Cali, Almolonga, Kiambu, dan Hemet) dimana di klaim bahwa metoda baru itu telah berhasil mengubah kota- kota itu menjadi kota yang diberkati Tuhan.
Seperti biasa dalam kesaksian-kesaksian "success story" yang penuh dramatisasi dan kebohongan yang timbul disekeliling gerakan kemakmuran, word faith, toronto blessing, dan akhir zaman, demikian juga gerakan Doa Transformasi Kota menghadirkan kesaksian yang dibesar-besarkan yang sarat kebohongan klaim-klaim yang diajukan. Disamping kebohongan praktis, ajaran Doa Transformasi Kota juga mengajarkan banyak konsep ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab. Klaim-klaim mengenai hasil "kuasa doa & pendoa syafaat" apalagi kalau dilakukan "doa puasa" memang menakjubkan bagi orang biasa, tetapi bagi orang yang bisa berfikir seharusnya melihatnya dengan kritis, bayangkan kalau kita mendengar klaim-klaim seperti "Open Doors" berdoa selama 7 tahun sehingga runtuhlah tembok Berlin; Doa diseluruh dunia menghindarkan pertumpahan darah dalam pemilu multi partai di Afsel; Jonggi Cho & jemaatnya berdoa sehingga menghasilkan jemaat lebih dari 600.000 orang; dan kesaksian-kesaksian bombastis lainnya.
Kita tahu bahwa Tembok Berlin rontok karena intensnya usaha pemerintah dan rakyat Jerman selama bertahun-tahun dalam usaha penyatuan negara di tengah proses global dimana komunisme sudah gugur dan rontoknya negara Rusia dan persemakmurannya. Menganggapnya sekedar sebagai hasil doa sekelompok pendoa syafaat jelas manipulasi sejarah. Afrika Selatan memang mengalami pemilu yang tidak berdarah, tetapi meletakkan hal ini sebagai hasil pendoa syafaat di seluruh dunia meremehkan arti perjuangan Nelson Mandela dan partainya dan usaha uskup Desmond Tutu yang puluhan tahun dengan jalan damai berjuang melawan apartheid.
Apakah Jonggi Cho berkembang jemaatnya hanya karena doa-doa? Dalam buku Dimensi Keempat kita melihat trik-trik duniawi bagaimana Cho mengumpulkan jemaat dan membangun gereja besarnya di Seoul. Kita tahu bahwa bukan hanya jemaat Cho, tetapi semua jemaat di Korea mengalami pertumbuhan pesat ketika Korea Selatan mengalami boom ekonomi yang biasanya menghasilkan masyarakat sekular yang haus rohani, dan mengapa gereja Cho lebih maju? Kenyataannya sederhana, ia mempraktekkan praktek shamanisme seperti yang biasa digunakan masyarakat Korea tradisional (visualisasi, doa menuntut, dan berfikir positif) yang menjanjikan sukses materi dan bisnis. Apa yang terjadi sekarang? Ketika krisis moneter tahun 1997 melanda Korea Selatan, banyak perusahaan bangkrut dan karyawannya di PHK, banyak diantaranya adalah anggota jemaat Cho yang ketika krisis moneter terjadi meningkatkan intensitas doa mereka. Hasilnya, sekarang banyak yang keluar dari jemaat dan kembali mengikuti agama premordial mereka semua.
Contoh yang sama mengenai klaim-klaim mujizat doa dapat kita lihat pada praktek Jaringan Doa Nasional. Pada Desember 1998 majalah Visi menganjurkan gerakan doa-puasa 40 hari secara nasional, dan seusai masa doa itu di klaim bahwa Indonesia berada dalam keadaan damai dan aman akibat doa-doa mereka. Faktanya, dua hari setelah usainya doa syafaat itu, di Ambon pecah perang saudara berdarah yang baru mereda tiga tahun kemudian. Film Transformations banyak memanipulasi data dan kesimpulan empat kota yang dijadikan contoh. Klaim-klaim sukses gaya ajaran kemakmuran tidak seperti yang digambarkan secara spektakular dalam film tersebut (lihat wesite di bawah).
Secara teologis tidak dapat dibenarkan bahwa manusia membagi-bagi geografi dunia menjadi teritori yang dihuni kuasa kegelapan dan yang dihuni roh Tuhan. Apalagi kalau hal ini bisa dipetakan oleh manusia secara visual. Nabi Yunus yang tidak mendoakan kota Niniwe, namun Niniwe diberkati karena pertobatan penduduknya sendiri. Rasul Paulus mengatakan bahwa kita berperang bukan dengan darah dan daging melainkan dengan kekuatan-kekuatan di udara (Efs.6:10-12), dan Paulus tidak menyuruh kita melakukan pemetaan spiritual melainkan agar bersenjatakan seluruh perlengkapan senjata Allah (Efs.6:13-20). Ketika Rasul Paulus mengunjungi kuil di Athena, ia tidak berdoa berkeliling kuil (prayer-walking) atau melakukan pemetaan spiritual dan mengumpulkan pendoa syafaat, ia menginjili mereka dimana mereka berada (Kis.17:16-34). Bukan karena doa syafaat dan bukan karena kerasulan baru tetapi Paulus menyuruh mereka bertobat.
Kita harus berhati-hati dengan ajaran Transformasi karena tokohnya sendiri, George Otis Jr., diragukan iman Kristianinya. Dalam buku- bukunya, secara eksplisit ia menolak konsep mengenai dosa waris dan Yesus sebagai juruselamat satu-satunya yang menebus dosa manusia dikayu salib. Ia lebih menekankan kuasa doa daripada "Tuhan yang menjawab Doa", ia lebih menekankan kedahsyatan kerajaan Iblis tetapi kurang mengungkapkan oknum Yesus dalam misinya sebagai penggenap Taurat dan Juruselamat manusia yang telah mengalahkan Iblis dan kerajaannya.
Sama dengan ajaran "Signs & Wonder" (Wimber) yang menyebut bahwa keselamatan dalam penebusan Kristus belum lengkap dan harus diisi dengan bukti tanda dan mujizat, demikian juga Otis menyebut bahwa peran Tuhan Yesus di kayu salib tidak berarti kecuali manusia melalui para rasul barunya mampu memetakan dunia spiritual dan memerangi roh- roh teritorial dengan kuasa doa syafaat dan puasa manusiawi. Konsep mengenai doa berjalan (prayer-walk) dengan menara doanya untuk menguduskan suatu kawasan, maupun doa memberkati suku-suku atau kawasan tertentu, jelas menekankan ajaran "Word Faith" yang menjadikan doa sekedar ´mantra´ dan bukan sebagai alat dialog dengan Tuhan dan Tuhanlah yang mendengar yang akan memberikan jawaban-Nya.
Kita benar-benar harus waspada dengan gerakan-gerakan doa semacam Doa Transformasi Kota yang seakan-akan doa Kristiani dengan mengatasnamakan Tuhan Yesus Kristus dan kesatuan umat Kristen, padahal yang dipraktekkan adalah doa perdukunan yang bersifat mantra yang justru merupakan kesatuan yang bisa menyesatkan umat Kristen dari kebenaran Alkitab mengenai oknum Tuhan Yesus Kristus dan konsep doa yang benar yang diajarkan Alkitab.
Sumber: www.yabina.org