Keprihatinan terhadap Ekses-Ekses Gerakan Kharismatik

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, SE, M.Th

Khotbah Minggu
Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya

Pendahuluan

Istilah Yunani untuk “karunia-karunia” adalah “charismata” bentuk tunggalnya “charis” yang secara umum berarti “hadiah, pemberian, karunia, anugerah”. Sedangkan arti kristiani yang khusus untuk kata tersebut ialah “karunia rohani yang berasal dari Allah” (Roma 1:11). Dari kata “charismata” inilah muncul kata “kharismatik”, yang kemudian digunakan untuk “gerakan kharismatik”, yaitu gerakan yang memberikan tekanan kuat pada kharismata yaitu karunia-karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Tuhan kepada gerejaNya. Berikut ini ayat-ayat yang memuat daftar karunia-karunia (kharismata) yang Tuhan berikan kepada Gereja yaitu : Roma 12:6-8; 1 Korintus 12:4-11; Efesus 4:11-12; 1 Petrus 4:11. Menurut penganut Kharismatik, setiap orang percaya memiliki karunia-karunia yang berbeda-beda satu dengan yang lain, dan hingga kini karunia-karunia itu masih eksis di dalam dan melalui gereja. Dengan kata lain karunia-karunia ini belum berakhir sebagaimana yang diyakini oleh para penganut Sessasionisme yang mengajarkan bahwa “charismata”  atau karunia-karunia rohani yang disebutkan dalam 1 Korintus 12 hanya berlaku pada zaman rasul-rasul saja.



Saya yakin bahwa Kharismatik adalah sebuah gerakan yang berasal dari Tuhan dan didukung oleh pernyataan Alkitab. Saat saya mengatakan bahwa “Kharismatik adalah sebuah gerakan yang berasal dari Tuhan dan didukung oleh pernyataan Alkitab” saya tidak sedang bermain-main, tetapi sungguh-sungguh dengan ucapan saya. Saat ini, gerakan Kharismatik juga telah merambah hampir semua denominasi gereja mulai dari yang tradisional hingga yang modern; baik protestan maupun katolik; dan denominasi-denominasi arus utama (mineline) seperti, Lutheran-Prebysterian, Calvinik-Reformed, Wesleyan-Metodhis, Baptis, Injili, Pentakostal, dan lain sebagainya.

Karunia-karunia Rohani Masih Berlanjut

Melalui artikel saya yang berjudul “Analisis Teologis  Terhadap Ajaran Berhentinya Karunia-Karunia Roh Kudus”, saya telah  menunjukan bahwa ayat-ayat Perjanjian Baru yang dipakai penganut sessasionisme bahwa karunia-karunia  Roh berhenti setelah para rasul atau setelah kanon Alkitab selesai, telah dibuktikan tidak benar secara eksegesis maupun teologis. Karena itu, disini saya hanya mengutip dua ayat Alkitab yang saya anggap berkaitan langsung dengan penegasan bahwa kharismata masih berlangsung saat ini. (lihat: http://artikel.sabda.org/analisis_teologis_terhadap_ajaran_berhentinya_karuniakarunia_roh_kudus).

Rasul Paulus dalam 1 Korintus 13:8, mengatakan,“Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” Berdasarkan ayat ini beberapa orang, khususnya paham Sessasionisme  mengajarkan bahwa pada saat Paulus mengatakan “nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti”, itu berarti bahwa nubuat dan bahasa roh akan berhenti pada awal sejarah gereja. Dan berdasarkan 1 Korintus 13:10, “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap”. Berdasarkan ayat ini penganut sessasionisme mengajarkan bahwa tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban, serta mujizat telah berhenti, sebab yang sempuna, yaitu Alkitab telah rampung ditulis. Jadi frase “jika yang sempurna itu tiba” dianggap mengacu kepada waktu kanon Perjanjian Baru sudah lengkap. Lebih Jauh, kata “sempurna” adalah kata Yunani “teleios” yaitu kata benda netral yang jelas menunjuk kepada Alkitab, masih kata penganut Sessasionisme.

Berikut ini analisis dan jawaban saya: Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa nubuat dan bahasa roh (termasuk karunia-karunia lainnya) akan berhenti pada awal sejarah gereja tidak didukung oleh eksegese yang benar, tetapi justru merupakan kesalahan eksegese (exegetical fallacy) dan melanggar prinsip hermeneutika “tafsir sesuai konteks”. Maksud dari perkataan “nubuat akan berakhir dan bahasa roh akan berhenti” bukanlah pada awal sejarah gereja, melainkan pada saat “yang sempurna tiba”, yaitu pada saat Kristus datang kembali (1 Korintus 13:10).

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa nubuat dan bahasa roh akan berhenti pada awal sejarah gereja adalah pandangan yang tidak konsisten. Karena, jika memang bahasa roh dan nubuat akan berakhir maka seharusnya yang berhenti tidak hanya bahasa roh dan nubuat, tetapi juga “pengetahuan”. Sebaliknya, justru saat ini kita melihat pengetahuan semakin bertambah.  

Ketiga, perlu diketahui bahwa kitab terakhir Perjanjian Baru adalah kitab Wahyu yang ditulis paling lambat tahun 90 Masehi atau sekitar 35 tahun setelah Paulus menulis Surat 1 Korintus. Pertanyaannya: pada waktu Paulus menulis Surat Korintus, khususnya pasal 13, apakah jemaat mengerti bahwa “yang sempurna” itu adalah “kanon Perjanjian Baru”. Pertanyaan ini akan menjadi serangan balik bagi penganut Sessasionisme.

Keempat, jika yang dimaksud dengan “yang sempurna” adalah Alkitab, maka gagasan yang demikian tidak sesuai dengan tujuan Paulus menulis Surat 1 Korintus pasal 13 ini. Ini merupakan suatu gagasan yang asing bagi Paulus maupun jemaat Korintus. Karena dalam konteks ini Paulus sedang membicarakan tentang keberlangsungan kasih, ketimbang nubuat, bahasa roh, dan pengetahuan.

Kelima, tidak ada peraturan dalam tata bahasa Yunani bahwa kata benda netral hanya bisa digunakan untuk menunjuk benda-benda yang tidak ada jenis  penunjukkan kelaminnya. Kata benda netral atau kata ganti (pronoun) dapat digunakan untuk menggambarkan benda-benda berjenis laki-laki atau perempuan dan dapat juga digunakan untuk menggambarkan pribadi-pribadi. Contoh: Kata “Roh” atau “Pneuma” dalam bahasa Yunaninya merupakan kata benda netral, dan secara jelas Kitab Suci menyatakan bahwa Roh bukanlah benda tetapi adalah Pribadi yang ketiga dari Allah Trinitas. Dengan demikian kata benda “tekios” atau “sempurna (perfection)” dalam ayat ini tidak mengacu pada Alkitab, tetapi pada kedatangan Kristus kembali di akhir zaman. Tafsiran ini lebih konsisten dengan perkataan Paulus sebelumnya dalam 1 Korintus 1:7, yaitu “Demikianlah kamu tidak kekurangan dalam suatu karunia pun sementara kamu menantikan penyataan Tuhan kita Yesus Kristus”.

Jadi ringkasnya, justru dalam ayat-ayat ini kita mendapatkan pernyataan Alkitab melalui rasul Paulus bahwa kita masih bisa mengharapkan nubuat, bahasa roh, bahkan karunia-karunia lainnya tetap ada hingga Kristus datang, karena pada saat itulah semua karunia-karunia itu tidak kita perlukan lagi.

Keprihatinan Terhadap Ekses-ekses

Namun, saya merasa prihatin terhadap ajaran dan perilaku beberapa orang atau kelompok tertentu yang mengklaim dirinya dalam gerakan ini. Karena beberapa orang atau kelompok tertentu yang mengaku Kharismatik ini telah “kebablasan” dalam ajaran dan perilakunya. Orang-orang atau kelompok tertentu tersebut mengklaim pengalaman fenomenal tertentu sebagai berasal dari Roh Kudus. Misalnya, beberapa buku terlaris dalam  tiga dekade  terakhir telah mengeksploitasi pengalaman-pengalaman spiritual seperti pengalaman dibawa oleh Tuhan untuk melihat surga atau neraka, atau kedua-duanya.  Sementara itu yang lain mengklaim melihat kengerian neraka dalam pengalaman nyaris mati mereka.  Nyaris mati tentu saja berbeda dengan yang benar-benar mati. Perbedaan ini sama dengan  cara membedakan antara nyaris hamil dan benar-benar hamil. Bahkan ada orang-orang yang mengklaim pengalaman spiritual mereka yang bisa akses “turun-naik” ke surga. Ada juga yang menjadikan “sakral” satu metode atau beberapa metode tertentu dalam pelayanan dan ibadah.  Sementara itu, dalam aktivitas dan ibadah di beberapa tempat, puluhan bahkan ratusan orang tiba-tiba jatuh dilantai yang dianggap sebagai hadirat dan jamahan Roh Kudus. Fenomena ini “berevolusi” kearah yang lebih luas hingga menjadi “menari dalam roh, tertawa dalam roh, menggonggong dalam roh, meraung dalam roh bahkan muntah-muntah dalam roh”. Lebih parah lagi, katanya, ada yang mengajarkan “menikah dalam roh”.

Beberapa orang menganggap bahwa mempertayakannya saja ekses-ekses fenomenal tertentu tersebut sudah tidak pantas, apalagi mengkritiknya, malah dianggap “menghujat” Roh Kudus.  Sebenarnya, kebenaran sejati harus diuji dan tidak perlu takut bila menghadapi ujian. Hanya yang salah dan tidak benar yang takut untuk diuji. Rasul Yohanes mengingatkan, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4:1).

Bagi saya, hal seperti ini sangat memprihatikan. Setidaknya ada tiga keprihatinan saya berkenaan dengan ekses-ekses dari apa yang disebut sebagai “pengalaman dengan Roh Kudus” ini, yaitu: (1)  Dari sudut pandang pastoral (pengembalaan) dari hukum pertumbuhan rohani hal ini akan menyebabkan “kerusakan” atau “tidak sehat” bila ketaatan kepada Kristus ditentukan atau diukur hanya dari pengalaman-pengalaman yang dianggap “segar” ini. (2) Dari sudut pandang psikologikal (emosional), kebutuhan akan “sensasi” ini akan terus bertambah, sehingga hal yang biasa akan diganti oleh yang “tak biasa”. Hal yang tak biasa diganti oleh yang “ekstrim”, dan hal yang ekstrim diganti oleh hal yang “gila-gilaan”. Akibatnya justru akan terjadi kekosongan dan kemerosotan rohani. (3) Dari sudut pandang doktrinal-teologikal mengenai ajaran dan praktik dari ekses-ekses yang “sensasional-fenomenal” ini telah menjadikan pelayanan berpusat pada diri sendiri, manusia dan pengalaman-pengalaman lebih dari pernyataan Kitab Suci serta tidak berpusat pada Kristus (Kristus-sentris).

Pertanyaan untuk Diagnostik Awal

Lalu, bagaimana seharusnya sikap orang Kristen yang tulus menanggapi kegiatan yang saat ini mengatasnamakan Roh Kudus (Kharismatis)? Di Indonesia ada slogan yang terkenal selalu dikumandangkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yaitu “teliti sebelum membeli”. Tujuannya adalah agar konsumen atau pembeli tidak salah membeli sehingga mendapatkan barang jelek atau rusak.

Kita, para penganut Kharismatik seharusnya berani mengambil sikap tegas menguji setiap bentuk ajaran atau perilaku yang membawa ekses negatif bagi kemurnian iman gerakan ini. Perlu untuk menguji dengan teliti tanpa suatu prasangka sebelum terbukti. Teliti bukan sekedar melihat, melainkan melihat dengan cermat. Rasul Yohanes mengingatkan, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4:1). Frase Yunani “ujilah roh-roh itu” dalam 1 Yohanes 4:1 tersebut adalah “dokimazete ta pneumata”. Kata “dokimazeta” berasal dari kata “dokimazo” yang berarti “menguji, meneliti, dan memeriksa”. Secara harafiah frase tersebut berarti “membuktikan dengan menguji”. Alasan untuk menguji setiap roh atau menguji orang-orang atau kelompok tertentu yang mengaku digerakan oleh roh ialah karena ada banyak nabi-nabi palsu yang menyusup dan masuk ke dalam gereja, tidak hanya yang beraliran Kharismatik, tetapi juga semua denomisani gereja lainnya (Markus 13:22).

Karena itu, tiga pertanyaan diagnostik berikut dapat digunakan untuk menguji ajaran atau perilaku yang masih meragukan, yaitu (1) Apakah ajaran atau perilaku tersebut sesuai dengan firman Tuhan atau ajaran Alkitab? (2) Apakah ajaran atau perilaku tersebut meninggikan dan memuliakan Tuhan Yesus? Karena  pelayanan Roh Kudus tidak pernah lepas dari memuliakan Kristus (Yohanes 16:14). (3) Apakah ajaran atau perilaku tersebut mendatangkan pertobatan dan damai sejahtera atau justru menimbulkan ketakutan, kekuatiran atau perilaku yang menyimpang?

Ketelitian dan kepekaan untuk membedakan mana yang dari Allah dan mana yang bukan dari Allah sangat dibutuhkan. Apalagi bila menyangkut ajaran dan perilaku kehidupan kita. Kita harus bisa membedakan mana yang gerakan dan mana yang ekses; mana yang sehat dan mana yang mencemarkan. Hal ini penting supaya kita tidak terjerumus ke dalam kesalahan dan kesesatan. Dengan melakukan pengujian kita akan terhindar dari kecerobohan rohani yang dapat berakibat fatal. Kristus mengingatkan, “dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Matius 7:17). Yang dimaksud dengan buah disini bukanlah hasil pekerjaan berupa kemampuan untuk “bernubuat, mengusir setan dan penyembuhan”, melainkan kemurnian “ajaran, motivasi, dan karakter hidup” (2 Petrus 2:1-22) yang sesuai dengan kehendak Tuhan (Matius 7:21). Ayat ini tidak dimaksudkan untuk menyatakan semua “nubuat, mujizat, kesembuhan” itu palsu, melainkan peringatan kepada orang Kristen untuk mewaspai “kepalsuan”.

Menilai Dengan Adil Gerakan Kharismatik

Saya yakin bahwa Kharismatik adalah sebuah gerakan yang berasal dari Tuhan dan didukung oleh pernyataan Alkitab sebagaimana yang saya jelaskan diatas. Sebagai seorang Kharismatik saya berpendapat, bahwa karunia-karunia Roh Kudus, mujizat, kesembuhan, bahasa roh, dan lainnya masih terus eksis dan bermanisfestasi di dalam dan melalui gereja (tubuh Kristus) hingga saat ini. Gerakan Kharismatik ini murni dari Allah, tetapi berusaha dicemari dan disesatkan oleh ekses-ekses dari ajaran dan perilaku yang bersifat tidak sehat, sensasional dan fenomenal; ajaran dan perilaku yang seringkali menyimpang dan tidak sehat oleh beberapa orang atau kelompok tertentu yang mengaku Kharismatik.

Adanya ajaran dan perilaku yang dianggap sesat di dalam gerakan Kharismatik tersebut tidak dapat dijadikan bukti bahwa seluruh gerakan Kharismatik itu sesat. Secara historis, hal ini juga terjadi dalam setiap gerakan-gerakan pembaharuan lainnya dalam sejarah gereja. Kenyataan historis yang tidak boleh diabaikan oleh semua pihak adalah bahwa sebelum ada gerakan Kharismatik yang terformulasi dengan jelas di abad ke 20, telah ada penyesatan dan kepalsuan disepanjang sejarah gereja. Jadi, adanya ajaran dan perilaku yang dianggap menyimpang dalam Kharismatik bukan berarti semua yang berada dalam gerakan Kharismatik itu sesat. Atau kenyataan adanya mujizat-mujizat palsu (tiruan dari setan) bukan berarti kita harus menolak semua mujizat yang terjadi atau menganggapnya semua mujizat adalah palsu.

Sebagai ilustrasi, saya membeli satu tabak telur ayam yang berisi 30 butir telur. Pada suatu ketika saya mengambil satu butir telur secara acak dan mendapati bahwa telur itu busuk. Saya lalu beranggapan bahwa kemungkinan 29 butir telur lainnya juga busuk. Tetapi ini hanyalah asumsi belaka, belum terbukti. Jadi saya mengambil telur lainnya untuk memastikan apakah 29 telur dalam tabak itu busuk semua atau tidak. Akhirnya, sya menemukan bahwa dari 30 butir telur tesebut ada 5 butir telur busuk. Dengan demikian, asumsi saya bahwa semua telur dalam tabak tersebut busuk adalah salah. Demikian juga hal adanya ajaran dan perilaku yang dianggap menyimpang di dalam Kharismatik bukan berarti semua yang berada dalam gerakan Kharismatik itu sesat. Memaksakan kesimpulan demikian terhadap semua penganut Kharismatik jelas merupakan kecacatan logika (logical fallacy) yang disebut dengan istilah “generalisasi tergesa-gesa”. Generalisasi merupakan kesimpulan atau pernyataan umum berdasarkan sampel. Generalisasi terburu-buru adalah kesalahan logika yang dilakukan saat mengambil kesimpulan atau membuat pernyataan berdasarkan:  (1) sampel yang sedikit dan atau kecil dan (2) bukan sampel yang mewakili. Dan tentu saja, taktik seperti itu tidak akan bermanfaat, sebaliknya justru akan menimbulkan masalah.

Tetapi, justru hal-hal seperti itu telah dimanfaat oleh para openan Kharismatik dengan menuduh bahwa seluruh Kharismatik itu sesat dan kemudian menyerangnya tanpa ampun. Namun, para penganut Kharismatik tidak menutup mata dan telinga terhadap setiap kritik! Melakukan introspeksi dan evaluasi merupakan langkah tepat yang telah dilakukan. Tetapi, bila kritik tersebut didasarkan metode kritik yang tidak valid dan bersifat openan (menyerang), maka merupakan tugas para penganut Kharismatik untuk memberikan jawaban dan pembelaan.  Sikap ini, oleh para teolog disebut dengan istilah “apologetika”. Apologetika ini dilakukan bukan dengan tujuan memaksa para openan atau para lawan Kharismatik agar menerima teologi dan pandangan Kharismatik, tetapi supaya mereka dan semua bisa menilainya dengan cukup adil.

Pentingnya Doktrin yang Benar dan Sehat

Kata doktrin berarti sesuatu yang diajarkan, pengajaran, instruksi; prinsip-prinsip agama yang diajarkan; atau lebih harfiah doktrin berarti mengajarkan yang dasar. Kata Yunani untuk “doktrin” adalah “didaskalia” dan “didakhe” yang berarti “ajaran” yang berasal dari akar kata “didaskô” yang berarti “mengajar atau mengajarkan”. Sehingga “doktrin” secara konseptual adalah hal-hal yang diajarkan. Perjanjian Baru menggunakan kata “didaskalia” ini sebanyak 21 kali, kata “didakhe” sebanyak 30 kali dan kata “didasko” sebanyak 97 kali. Salah satunya terdapat di dalam Kisah Para Rasul 2:42, di mana dikatakan bahwa para petobat gereja yang mula-mula bertekun dalam pengajaran (didakhe) para rasul. Dari penjelasan tersebut, maka doktrin dapat didefinisikan sebagai pengajaran-pengajaran dasar yang diajarkan. Dalam pengertian yang luas doktrin mencakup semua kebenaran firman Tuhan yang diajarkan. Doktrin itu sendiri bersumber dari Alkitab yang adalah Firman Allah. Sehingga untuk pemakaian Kristen, doktrin dapat di definisikan sebagai pengajaran-pengajaran dasar Kristen yang diajarkan dan bersumber dari Alkitab.

Mengingat bahwa pada akhir zaman kapasitas doktrin-doktrin iblis yang menyesatkan dan menghancurkan kehidupan manusia akan semakin meningkat, maka kita perlu mengetahui doktrin yang benar. Doktrin iblis bisa berupa: berupa filsafat, tahyul dan tradisi-tradisi manusia (Matius 22:9; 24:3-13; Galatia 1:6-9). Untuk mengenal doktrin-doktrin yang palsu kita tidak harus mempelajari doktrin palsu tersebut.  Hal yang terpenting adalah mengenal dan memahami doktrin yang benar. Dengan mengetahui yang benar kita dapat membedakannya dari yang palsu. Berikut ini adalah ciri-ciri dari doktrin yang benar, yaitu;

Pertama, doktrin yang benar harus sehat dan menghasilkan karakter yang kudus (1 Timotius 1:10;   2 Timotius 4:2-4; Titus 1:9; 2:1). Doktrin yang benar adalah doktrin yang sehat. Doktrin yang sehat akan memelihara orang percaya agar tetap sehat dan terhindar dari kekeliruan. Doktrin yang sehat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan rohani yang sehat bagi orang percaya. Doktrin sehat menghasilkan paktek kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Allah. Merupakan fakta yang terbukti bahwa doktrin mempengaruhi karakter. Apa yang dipercayai seseorang sangat besar mempengaruhi perbuatannya. Jika seseorang menerima dan mengikuti doktrin yang sehat maka doktrin itu akan menghasilkan karakter ilahi dan karakter Kristus.  Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1 Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya Paulus berbicara tentang “ajaran yang sesuai dengan ibadah kita” (1 Timotius 6:1-3), yakni serupa dengan Allah; karakter dan kehidupan yang kudus.   

Kedua, doktrin yang benar harus Alkitabiah (2 Timotius 3:14-17). Doktrin yang Alkitabiah adalah doktrin yang bersumber pada seluruh Firman Allah. Doktrin seperti ini tidak hanya  bermanfaat untuk pengajaran tetapi juga untuk menyatakan kesalahan, mendidik dan memperbaiki agar orang percaya memiliki hidup yang berkenan kepada Allah. Untuk menghasilkan doktrin yang alkitabiah diperlukan interpretasi yang tepat berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika yang wajar, sederhana, benar dan dapat dipertanggunjawabkan sehingga menghasilkan doktrin yang sehat.

Keseimbangan Doktrin dan Praktek

Sekali lagi, sebagai seorang Protestan-Kharismatik saya berpendapat, bahwa karunia-karunia Roh Kudus, termasuk mujizat dan bahasa roh, masih bermanisfestasi hingga kini di dalam gereja (tubuh Kristus), tetapi praktek-prakteknya yang seringkali menyimpang dan tidak sehat. Gerakan ini murni dari Allah, tetapi telah dicemari oleh ekses-ekses dari ajaran-ajaran dan praktek-praktek yang bersifat sensasional-fenomenal, sebagaimana gerakan-gerakan pembaharuan lainnya dalam sejarah gereja. Tetapi, kenyataan adanya penyimpangan-penyimpangan bukan berarti semua yang berada dalam gerakan kharismatik itu sesat. Atau kenyataan adanya mujizat-mujizat palsu (tiruan dari setan) bukan berarti kita harus menolak semua mujizat yang terjadi atau menganggapnya semua mujizat adalah palsu. Sebaiknya diuji dulu dengan pertanyaan diagnostik diatas. Selanjutnya, diperlukan keseimbangan antara doktrinal dan praktikal, pengetahuan firman Tuhan dan pengalaman.

Jadi, orang-orang Kristen harus diajarkan perintah-perintah (doktrin) Tuhan kita dan dibimbing untuk melakukan (praktek) perintah-perintah itu dalam ketaatan, sukacita, kekudusan, dan kasih kepada Kristus. Kristus memerintahkan para muridNya “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 20:20); dan dalam Yohanes 13:17 Yesus berkata “Jikalau kamu tahu semua ini (doktrin), maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya (praktek)”.  Ingatlah, doktrin tanpa praktek hidup yang saleh sama seperti manusia: tengkorak tanpa daging; keras dan tak berbelas kasihan. Paktek tanpa dituntun doktrin sama seperti manusia: memiliki daging tanpa tulang; tidak memiliki kekuatan, lemah dan tak berdaya.

Rasul Paulus menasihati Titus demikian “Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat” (Titus 2:1). Selanjutnya Rasul Paulus menghubungkannya ajaran sehat dengan praktek kehidupan sehari-hari (Titus 2:1-14). Ajaran sehat adalah doktrin atau didaskalia. Kata ini berkaitan dengan apa yang diajarkan. Ajaran sehat akan memelihara orang percaya agar tetap sehat dan terhindar dari kekeliruan. Doktrin yang sehat menghasilkan pertumbuhan dan paktek kehidupan kudus dan berkenan kepada Allah.

Penutup

Saat ini, ada serangan yang hebat terhadap doktrin yang sehat. Ada upaya dan ajakan untuk berpaling dari ajaran yang sehat kepada filsafat-filsafat manusia dan ajaran-ajaran setan. Banyak pemimpin gereja tidak memiliki waktu mengkhotbahkan atau mengajarkan doktrin. Mereka telah berpaling kepada pidato, politik, etika, khotbah dari buku atau injil sosial yang mengatakan bahwa doktrin tidak berguna lagi dan ketinggalan zaman. Rasul Paulus mengingatkan “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya” (2 Timotius 4:3).

Karena itu, orang Kristen perlu mewaspadai penyesatan yang mungkin terjadi di dalam gereja. Penyesatan ini dapat terjadi dan dilakukan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu. Penyesatan ini bisa jadi berupa penyusupan ajaran dan perilaku yang mirip dengan Kekristenan. Penyesatan juga bisa terjadi karena ketidaktahuan yang merupakan merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan dan pengajaran doktrinal yang Alkitabiah.

Kita, khususnya yang mengaku sebagai Kharismatik, memang harus terbuka terhadap ajaran firman Tuhan, tetapi harus juga diikuti dengan kewaspadaan rohani. Hal ini penting sebab ada orang-orang tertentu yang memakai Alkitab dengan ajaran yang menyeleweng atau sesat, apalagi yang mengaku sebagai rasul-rasul dan nabi-nabi dengan mengklaim “demikianlah firman Tuhan”. Jangan ragu-ragu menolak ajaran dari orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang sesat, karena ini diperintahkan oleh Tuhan dalam Alkitab. Rasul Paulus mengatakan, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (1 Timotius 4:2).

Demikian, semoga bermanfaat!

*Pdt. Samuel T. Gunawan, seorang Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat  ElShaddai; Pernah mengajar di STIE Palangka Raya, Sekolah Alkitab Danum Pambelum, STT-IKSM Sentosa Asih Palangka Raya, STT IKAT Program Tutorial Palangka Raya dan STT Lainnya. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi(SE) dari Universitas Negeri Palangka Raya; S.Th inChristian Education;  M.Th in ChristianLeadership (2007) dan M.Th in Systematic Theology (2009) dari STT-ITCTrinity. Setelah mempelajari Alkitab selama ± 15 tahun  menyimpulkan tiga keyakinannya terhadapAlkitab yaitu : 1) Alkitab berasal dari Allah. Ini mengkonfirmasikan kembalibahwa Alkitab adalah wahyu Allah yang tanpa kesalahan dan Alkitabdiinspirasikan Allah; 2) Alkitab dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh pikiran manusia dengan cara yang rasional melalui iluminasi Roh Kudus; dan  3) Alkitab dapat dijelaskan dengan cara yangteratur dan sistematis).