Baptisan Anak

Penulis : John Calvin

Ada sejumlah orang yang menimbulkan kehebohan di dalam gereja berkenaan dengan baptisan anak-anak. Dengan sombong mereka mengatakan bahwa baptisan ini tidak memiliki dasarnya sebagai institusi Allah, tetapi dimasukkan kemudian semata-mata berdasarkan ide manusia. Tentu kita menyetujui bahwa suatu sakramen yang tidak berdiri di atas dasar Firman Tuhan, tidak akan mempunyai kekuatannya. Tetapi bagaimana kalau setelah diperiksa, ternyata tuduhan yang dilontarkan terhadap institusi yang kudus ini hanyalah fitnah yang tidak beralasan. Inilah jawaban kita. Pertama, ajaran yang sudah diterima baik di antara orang-orang saleh ialah pandangan yang tepat mengenai tanda-tanda tidak terletak hanya pada segi lahiriah dari upacara itu, tetapi terutama terletak pada janji dan rahasia-rahasia (kebenaran-kebenaran) rohani yang digambarkan oleh upacara yang diperintahkan oleh Tuhan itu. Alkitab menyatakan bahwa baptisan pertama-tama menunjuk kepada pembersihan dari dosa, yang kita peroleh dari darah Kristus; selanjutnya ialah pematian kedagingan, yang didasarkan pada keikutsertaan kita dalam kematian-Nya yang melaluinya kita dilahirkan kembali untuk memperoleh hidup yang baru dan persekutuan dengan Kristus. Inilah intisari ajaran Alkitab tentang baptisan; yang ada di luar itu hanyalah suatu tanda yang menyatakan kepercayaan kita di hadapan orang-orang.

[block:views=similarterms-block_1]

Sebelum baptisan ditetapkan, umat Allah telah memiliki sunat. Ketika menyelidiki perbedaan dan kesamaan antara kedua tanda ini, terlihatlah hubungan anagogi keduanya, maksudnya, sunat mengantisipasi baptisan. Janji yang diberikan Allah kepada para bapa leluhur dalam sunat, juga diberikan kepada kita dalam baptisan, yaitu sebagai gambaran tentang pengampunan dosa dan pematian kedagingan (bdk. Ul.10:16; 30:6). Sekarang kita dapat melihat dengan jelas persamaan dan perbedaan kedua tanda ini. Dalam keduanya terdapat janji yang sama, yaitu anugerah Allah yang penuh kebapaan, pengampunan dosa, dan kehidupan kekal. Hal yang dirujuk keduanya juga sama, yaitu kelahiran baru, dan keduanya memiliki satu landasan yang sama yang menjadi dasar bagi penggenapan semua ini. Jadi tidak ada perbedaan kebenaran internal yang melaluinya seluruh kekuatan dan karakter dari sakramen ini diuji. Perbedaan antara keduanya terletak di bagian luar, yaitu upacara lahiriah, yang merupakan seginya yang paling idak penting. Ketika menyelidiki Alkitab untuk mengetahui apakah dibenarkan untuk melakukan baptisan kepada anak-anak, kita akan menemukan bahwa baptisan bukan saja layak diberikan, bahkan wajib diberikan kepada mereka. Bukankah dulu Tuhan telah menganggap mereka layak menerima sunat untuk membuat mereka berbagian dalam semua janji yang ditunjuk oleh sunat? Penyunatan bayi ini bagaikan meterai yang mengesahkan janji-janji kovenan. Dan karena janji ini masih teguh maka semua ini juga berlaku bagi anak-anak Kristen sekarang ini, sama seperti dulu menyangkut anak-anak Yahudi. Dan kalau anak-anak ini turut mendapat bagian dalam apa ditunjuk oleh tanda itu, mengapa mereka harus dicegah untuk mendapatkan tandanya? Alkitab bahkan membukakan kepada kita kebenaran yang lebih pasti. Anak-anak Yahudi, karena telah dijadikan sebagai pewaris kovenan ini, dan dibedakan dari orang-orang yang fasik, sehingga mereka disebut benih yang kudus (Ez. 9:2; Yes. 6:13). Demikian juga, anak-anak Kristen dianggap kudus, yang dibedakan dari orang-orang yang najis (1Kor. 7:14). Kita melihat bahwa setelah mengadakan kovenan dengan Abraham, Tuhan memerintahkan supaya hal ini dimeteraikan oleh suatu tanda lahiriah, dengan demikian, kita tidak mempunyai alasan untuk tidak menyaksikan dan memeteraikan kovenan ini di dalam diri anak-anak kita. Ketika Kristus memerintahkan supaya anak-anak dibawa kepada-Nya, Ia menambahkan "karena orang-orang seperti inilah yang empunya kerajaan Allah." Pertanyaan kita ialah jika anak-anak harus dibawa kepada-Nya, mengapa mereka tidak sekaligus diterima dalam baptisan, yaitu simbol persekutuan dengan-Nya? Jika Kerajaan Allah adalah milik mereka, mengapa kita menolak tanda yang membuka jalan bagi mereka untuk masuk ke dalamnya? Mengapa kita menutup pintu bagi mereka yang hendak Allah terima? Karena itu, janganlah ada seorang pun yang tidak menerima bahwa baptisan bukanlah karangan manusia, karena Alkitab membenarkan dan menunjang hal ini. Orang-orang yang menolak baptisan anak karena mengatakan tidak ada bukti bahwa para rasul membaptiskan anak-anak adalah tidak meyakinkan. Sebab, walaupun para penulis Injil tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa anak-anak juga dibaptis, namun mereka juga tidak menyebutkan bahwa anak-anak dikecualikan dari baptisan yang diberikan kepada seluruh keluarga (Kis. 16:15, 32-33). Siapakah yang dapat menunjukkan dari nas-nas ini bahwa anak-anak tidak turut dibaptis? Apakah karena Alkitab tidak pernah menuliskan secara eksplisit bahwa wanita juga turut menerima Perjamuan Kudus oleh para rasul, maka wanita harus dikecualikan dari Perjamuan Kudus. Selanjutnya kita akan menunjukkan berkat apa yang diberikan oleh pelaksanaan baptisan anak ini kepada orang percaya yang menyerahkan anak-anaknya untuk dibaptis dan bagi anak-anak yang dibaptis itu, agar jangan ada orang yang melecehkannya sebagai hal yang tidak berguna. Melalui institusi/sakramen kudus ini iman kita mendapatkan penghiburan. Sebab tanda ilahi yang diberikan kepada anak itu menegaskan janji yang diberikan kepada orangtua yang saleh dan menyatakan bahwa secara pasti Tuhan akan menjadi Allahnya dan bahkan Allah anak-anaknya; dan bahwa Ia akan mencurahkan kebaikan dan anugerah-Nya kepadanya dan keturunannya hingga beribu-ribu angkatan (Kel. 20:6). Mereka yang menyambut janji Allah, yaitu bahwa kemurahan Allah menjangkau hingga kepada anak-anak mereka, hendaklah memahami kewajiban mereka untuk mempersembahkan anak-anak mereka kepada gereja untuk dimeteraikan oleh simbol kemurahan, dan dengan demikian, memberikan keyakinan yang lebih sungguh kepada mereka, karena mereka melihat sendiri kovenan Tuhan telah diukirkan di dalam diri anak-anak mereka. Di pihak lain, anak-anak juga menerima berkat baptisan. Dengan dimasukkannya mereka ke dalam tubuh gereja, berarti mereka telah dipercayakan kepada anggota-anggota tubuh yang lain, dan ketika mereka sudah dewasa, mereka akan lebih terdorong untuk sungguh-sungguh menyembah Allah karena mereka telah diterima menjadi anak-anak Allah melalui simbol adopsi, sebelum mereka cukup besar untuk mengakui Dia sebagai Bapa. Akhirnya, kita patut merasa gentar terhadap ancaman yang menyatakan bahwa Allah akan membalas siapa saja yang menganggap hina pemberian tanda simbol kovenan kepada anak-anaknya. Karena dengan penghinaan seperti ini, anugerah yang ditawarkan telah mereka tolak, dan bahkan ingkari (Kej. 17:14). Sebagian orang mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh dibaptis karena mereka belum cukup umur untuk dapat mengerti misteri (kebenaran) yang dirujuk oleh baptisan, yaitu kelahiran baru secara rohani. Orang yang berkata demikian tidak mengerti bahwa anak-anak dilahirbarukan oleh karya Allah yang melampaui pengertian kita. Alasan mereka yang lain ialah karena baptisan adalah sakramen pertobatan dan iman, maka anak-anak tidak boleh dibaptis karena mereka belum dapat bertobat maupun beriman. Kita akan menjawab bahwa argumen ini tidak dapat menjawab pertanyaan mengapa Allah memerintahkan penyunatan anak-anak, yang disebut oleh Kitab Suci sebagai tanda pertobatan, dan yang disebut oleh Paulus sebagai "meterai kebenaran berdasarkan iman" (Rm. 4:11). Kita menyatakan bahwa anak-anak dibaptis dalam pertobatan dan iman yang akan mereka lakukan di masa yang akan datang, dan benih ini tersimpan dalam diri mereka karena karya Roh Kudus. Sumber: Institutes of the Christian Religion, IV.16

Comments

Dear penulis.

Menurut pengertian yang saya dapatkan adalah,Baptisan merupakan tindakan iman yang menyatakan bahwa seseorang itu:

1. Telah bertobat dan menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan (Mat. 3:1-6; 28:19-20, Mark. 16:16, Luk. 3:3, Kis. 2:38)
2. Menghayati kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus (Rom. 6:3-14), yang mana dengan demikian mereka menghayati bahwa mereka telah mati bagi dosa dan hidup bagi Tuhan (Gal. 2:20)
3. Proklamasi Iman, yang menyatakan bahwa Mulai hari ini Tuhanlah yang berkuasa penuh atas hidupnya

Jadi baptisan dilakukan atas dasar iman dan kepercayaan orang yang akan dibaptis.
Apabila ketika anak-anak dibaptis, apakah hal itu dilakukan atas dasar imannya atau iman orangtuanya? Mungkinkah anak-anakmelakukanhal ini?
Bukankah lebih tepat apabila ketika anak-anak itu diserahkan ke Gereja (seperti Samuel dan Yesus), dan bukan baptisan?

Baptisan itu bukan hanya sekedar ritual atau syarat agamawi, tetapi lebih kepada tindakan iman seorang yang sudah percaya dan mengakui bahwa Dia membutuhkan Yesus,dan mulai saat itu dia menyerahkan hidupnya secara penuh kepada Tuhan

Mohon pencerahannya pak.

saya jg gak salahin baptisan dewasa.
saya bukan org yang belajar alkitab tapi saya juga ada pertanyaan..

pertanyaan saya ….
awal mula nya Yohanes membaptis? yg suruh Yohanes? apa baptis selamnya sebelumnya ada istiadat atau bagaimana sblm yesus dibaptis? seandainya awalnya adat istiadat, mungkin gak kalo Yesus lahir di Indonesia baptisnya ditaburin beras di kepalanya? batasannya orang dewasa bagaimana?

Ayat itu (baptis dewasa) apakah pada jaman kristen awal jdnya untuk penginjilan atau bagaimana? ada gak dibedaain antara keluarga yg percaya (kristen) sama yang tidak? (katanya adonannya kudus, rotinya juga kudus)

pernah gak memikirkan kondisi tertentu orang yg tidak bisa baptis dewasa atau selam (menurut konsep yg baptis dewasa/selam)?
misal orang idiot/retardasi mental (dewasa umur brp), orang sakit stadium akhir di ICU (kondisi tertentu harus diisolasi), leukemia atau pnyakit lain dgn komplikasi berat atau immunocompromised shg harus diisolasi, autis berat, pikun atau memory jangka panjang terganggu atau parkison berat dan sebagainya..
karena jaman alkitab gak ada kondisi itu, gak ada ICU, pnykt spt itu dsb nya… padahal mereka orang kristen, dan seandainya sudah baptis anak..

apakah Tuhan pilih kasih? katanya percaya –> baptis (dewasa/selam) –> selamat
dengan konsep seperti itu berarti Tuhan membatasi dirinya, orang dengan kondisi medis tertentu tidak selamat dan gereja yang tidak ada baptis dewasa tidak ada yang selamat walaupun hidupnya kristen..

terimakasih

Bagi saya, tidak perlu dibuat polemik tentang apakah Baptisan Anak itu dibenarkan oleh firman atau tidak, atau sebaliknya, baptisan dewasa [dengan pemahaman dan keyakinan sendiri] apakah itu tepat atau tidak. Tetapi yang paling penting, lakukanlah Baptisan sesuai dengan keyakinan iman kita.

Saya juga menyayangkan jika ada orang yang memiliki pandangan dan setuju dengan Baptisan Dewasa kemudian membuat kehebohan dan mengatakan dengan sombong [jika memang terjadi begitu] bahwa Baptisan Anak tidak ada dasarnya. Lebih tepatnya, saya tidak setuju dengan cara menyampaikan pandangannya.

Sesuai dengan keyakinan iman saya, pada akhirnya saya menyerahkan diri untuk menerima Baptisan Dewasa, dimana saya bertobat atas dosa-dosa dan kemunafikan hidup saya, menghayati dan menerima pengorbanan Kristus di Kayu Salib untuk menebus dosa-dosa saya, menyerahkan hidup sepenuhnya untuk taat dalam firman-Nya setiap waktu atas seluruh hidup saya.

Saya sependapat dengan tanggapan dan ulasan dari Ibu Melvin Silitonga tentang proses seseorang menanggapi kasih karunia daripada Tuhan, harus dengan pengertian dan keyakinan sendiri.

Jangan sampai kita melakukan Baptisan karena tradisi yang pada akhirnya tidak membawa kita kepada keselamatan sejati. Tanpa mempertentangkan antara orang yang Baptis Anak dan Baptis Dewasa, tetapi jika kedua-duanya tidak menghasilkan pertobatan yang sungguh-sungguh, tidak ada artinya.

Berapa banyak kita lihat orang sudah Baptis dan mengaku percaya tetap saja hidup dalam dosa dan kemunafikan? Di dalam Rumah Tangga dan Keluarga, di dalam Gereja, di tengah masyarakat, dimana-mana. Bukankah justru banyak orang-orang Kristen [berarti secara lahiriah sudah Baptis] hidupnya menjadi batu sandungan karena perilaku jahatnya yang tidak menunjukkan bahwa ia sudah bertobat. Baptisan tanpa diawali dengan tindakan iman untuk bertobat, akhirnya tidak menghasilkan "buah" apa-apa.

Jadi mengapa saya dengan iman dan keyakinan saya, mengikuti pandangan "Baptis Dewasa" karena lebih melihat realitas hidup saya pribadi, sejak lahir sampai dewasa sebelum bertobat sungguh-sungguh, saya hidup dalam ketidaksungguhan di dalam Tuhan, saya hidup dalam kemunafikan, padahal saya "aktif" dalam pelayanan, saya selalu melibatkan diri dalam kegiatan gerejawi. Tetapi tidak ada seorangpun yang tahu kemunafikan hidup saya, betapa hati saya busuk dengan kecenderungan hidup berdosa yang tidak diketahui orang. Saya tidak mengatakan bahwa keadaan saya sebelumnya [masa lalu] pasti sama dengan orang Kristen yang lain. Jadi, biarlah pribadi lepas pribadi yang bisa merasakan dan mengakui apakah dirinya sudah bertobat dan membutuhkan pertolongan dari pada Tuhan atau tidak?

Mengenai tanggungjawab orang tua untuk menjaga hidup anak-anak-Nya sejak lahir dan tumbuh menjadi anak-anak yang takut akan Tuhan, memang seharusnya itu dilakukan [Ulangan 6]. Tetapi, sayangnya banyak orang tua, meskipun ia sendiri sudah dibaptis sekalipun, tidak mendidik anaknya benar-benar hidup di dalam ajaran Tuhan bahkan membiarkan anak-anak mencari nilai-nilai kehidupan sendiri. Jadi, tidak ada jaminan pula ketika anak-anak dibaptis, tetapi jika orang tuanya tidak menerapkan hidup dengan standar hidup rohani yang benar, anak-anak nantinya akan hidup benar di dalam Tuhan. Dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat realitas hidup, lebih banyak orang Kristen hidupnya "tidak benar" di dalam Tuhan. Karena itu, janganlah kita hidup karena tradisi tetapi karena keyakinan iman yang benar.

Saya bukanlah penganut denominasi tertentu, tetapi saya sekarang memiliki pandangan satu denominasi yaitu "KERAJAAN ALLAH", SATU TUBUH KRISTUS, jadi daripada kita mempersoalkan tradisi-tradisi apa yang membuat kita tidak melakukan perintah Tuhan yang terpenting, lebih baik kita dengan kerendahan hati menarik diri kembali kepada contoh dan teladan kehidupan Yesus Kristus, Rasul-Rasul dan Murid-Murid Yesus, sebagaimana yang bisa kita baca dan renungkan di dalam Bible, sambil kita mengimani apa yang menjadi keyakinan kita, terus menerus memiliki pengharapan akan masa depan, dan hidup senantiasa benar dalam Tuhan [Ibrani 12:14].

REFERENSI AYAT :

Lukas 2:21-22 Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan,

Roma 2:25 Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.

1 Korintus 7:19 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.

Galatia 6:15 Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.

Matius 3:15-16 Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanespun menuruti-Nya. Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya

Kisah Para Rasul 2:37-38 Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: "Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?" Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.