Analisis Teologis Terhadap Ajaran Baptisan Roh Kudus Sebagai Pengalaman yang Berbeda dari Pertobatan 1
Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th
Berikut ini adalah bagian atau ayat-ayat Alkitab yang dijadikan dasar pengajaran Pentakostlisme bahwa baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman tersendiri sesudah kelahiran baru dan bahasa roh sebagai bukti fisik dari baptisan Roh Kudus.
Pertama: Analasis teologis terhadap ajaran Baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman yang berbeda dari perteobatan.
Ayat-ayat yang dijakan dasar ajaran Pentakostalisme bahwa baptisan Roh Kudus sebagai pengalaman yang berbeda dari pertobatan adalah sebagai berikut: Kisah Para Rasul 2:1-4, 38; 8:4-25; 9:1-19; 10:44-47; 19:1-7; Markus 1:9-11. Berikut ini ringkasan ajaran dan penjelasan ayat-ayat tersebut dari pandangan Pentakostalisme disertai dengan analisis teologis terhadap ajaran dan pandangan tersebut.
(1) Berdasarkan Kisah Para Rasul 2:1-4, menurut Pentakostalisme murid-murid Tuhan Yesus sudah menjadi Kristen lahir baru dan menerima Roh Kudus sebelum hari Pentakosta (Yohanes 20:22). Maka itu, penerimaan Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah penerimaan Roh Kudus yang kedua kali, dan merupakan pengalaman tersendiri sesudah kelahiran baru.
Analisis Teologis: Pada zaman Perjanjian Lama dan masa Perjanjian Baru sebelum Pentakosta, Roh Kudus belum diberikan dengan sempurna sebab dalam diri orang awam belum ada pencurahan Roh Kudus. Pada masa itu, Roh Allah hanya turun serta memberikan kuasa-Nya ke atas orang-orang tertentu. Seperti Allah mengurapi para raja, nabi, imam, dan murid Yesus untuk mengerjakan tugas-tugas khusus. Oleh karena itu, pencurahan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus pada hari Pentakosta, baru merupakan penerimaan Roh Kudus yang sempurna. Millard J. Erickson menjelaskan peristiwa ini dikarenakan masa transisi antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Millard Mengatakan “peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar melibatkan orang-orang yang sudah lahir baru sebelum mereka menerima Roh Kudus. Mereka merupakan orang-orang Perjanjian Lama yang terakhir. Mereka telah lahir baru karena mempercayai Perjanjian Lama serta takut kepada Allah, namun mereka belum menerima Roh Kudus, akrena janji akan kedatanganNya belum dapat digenapi sampai Kristus naik ke surga”.2 Selanjutnya Millard mengatakan “Setelah peristiwa-peristiwa hari Pentakosta kita tidak lagi menemukan kasus pengalaman pasca – pertobatan seperti itu dikalangan orang Yahudi. Hal yang terjadi pada orang Yahudi selaku satu kelompok (Kisah Para Rasul 2) juga dialami oleh orang Samaria (Kisah Para Rasul 8) dan orang bukan Yahudi (Kisah Para Rasul 10). Setelah itu, Kelahiran baru dan baptisan Roh Kudus terjadi pada saat yang bersamaan”.3
(2) Berdasarkan Kisah Para Rasul 2:38, menurut ajaran Pentakostalisme, ayat ini menunjuk pada suatu “urutan tiga tahap”: (1) bertobatlah; (2) dibaptis di dalam nama Yesus Kristus (baptisan air); dan (3) kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Tahap ketiga adalah baptisan Roh yang merupakan pengalaman sesudah kelahiran baru.
Analisis Teologis: Lukas tidak menekankan pada suatu urutan tiga tahap, melainkan memberikan suatu ringkasan menyeluruh dari penerimaan keselamatan dalam Kristus. Sebagai bukti, urutan tiga tahap tadi tak dapat diberlakukan dalam kejadian di rumah Kornelius, dimana mereka mengalami baptisan Roh lebih dahulu sebelum dibaptis dengan air (Kisah Para Rasul 10:44-48). Dalam kasus ini juga terjadi bahwa ketika mereka ppercaya kepada Tuhan Yesus, mereka sekaligus menerima Roh Kudus. Dengan demikian mereka menerima Roh Kudus pada saat kelahiran baru.
(3) Berdasarkan Kisah Para Rasul 8:4-25, menurut ajaran Pentakostalisme adalah kesalahan orang Samaria sendiri bahwa mereka berhenti pada tahap percaya dan tidak masuk ke dalam tahap tiga, yakni mencari baptisan Roh.
Analisis Teologis: Kejadian pada orang-orang Samaria ini merupakan kasus perkecualian yang luar biasa sehingga Allah menunda karunia-Nya sampai kedatangan Petrus dan Yohanes sendiri. Maksud Allah ialah untuk mempersatukan mereka kembali setelah adanya hubungan historis yang tidak baik antara kedua bangsa itu (perpecahan Yahudi-Samaria).
(4) Berdasarkan Kisah Para Rasul 9:1-19, menurut ajaran Pentakostalisme, Paulus menerima baptisan Roh tiga hari setelah pertobatannya di tengah jalan ke Damsyik. Oleh karena itu, baptisan Roh merupakan pengalaman kedua sesudah kelahiran baru.
Analisis Teologis: tumpangan tangan dari Ananias ke atas Saulus bukan merupakan baptisan Roh, melainkan pemenuhan dengan Roh Kudus. Sebab Saulus sudah menerima Roh Kudus pada saat kelahiran baru di tengah jalan ke Damsyik (sesuai Kisah Para Rasul 2:38), namun belum dipenuhi oleh Roh Kudus sesuai dengan Efesus 5:18. Tumpangan tangan dimaksudakan sebagai usaha untuk menyembuhkan pengelihatan Saulus (ayat 12, 17) dan untuk kepenuhan Roh (ay 18).
(5) Berdasarkan Kisah Para Rasul 10:44-47, menurut ajaran Pentakostalisme, sekalipun pertobatan atau kelahiran baru dan baptisan roh tampakanya terjadi bersamaan waktu, namun pengalaman baptisan Roh tetap harus terpisah dari kelahiran baru.
Analisis Teologis: Sudah dijelaskan di atas bahwa di rumah Kornelius mereka sekaligus menerima baptisan roh pada saat kelahiran baru (Kis. 10:45). Jadi baptisan roh terjadi pada saat kelahiran baru secara otomatis (Kisah Para Rasul. 2:38).
(6) Berdasarkan Kisah Para Rasul 19:1-7, menurut ajaran Pentakosta, sama dengan kesalahan orang-orang Samaria, orang-orang Efesus berhenti pada tahap percaya, dan tidak masuk ke dalam tahap ketiga untuk penerimaan Roh Kudus.
Analisis Teologis: Orang-orang Efesus pada mulanya tidak menerima Roh Kudus karena mereka memperoleh baptisan pertobatan dari Yohanes Pembaptis (Kis. 19:3). Padahal, seharusnya mereka menerima baptisan berdasarkan iaman kepada Kristus dan dibaptis di dalam nama-Nya (Kis. 19:4).
(7) Berdasarkan dalam Markus 1:9-11, menurut ajaran Pentakostalisme, baptisan Roh yang dialami Yesus di sungai Yordan merupakan penerimaan Roh Kudus yang kedua kali sebab Yesus sudah memiliki Roh Kudus sebelumnya.
Analisis Teologis: Baptisan Yohanes Pembaptis bukanlah baptisan Roh Kudus, melainkan baptisan air/pertobatan. Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Seperti dikatakan Yohanes Pembaptis, Ia sebetulnya tidak perlu dibaptis (Mat. 3:14), tetapi Yesus sebagai “manusia biasa” ingin melakukan kewajiban-Nya menurut hukum Taurat (ay. 15). Sesungguhnya, baptisan Yesus di sungai Yordan lebih merupakan penahbisan-Nya sebagai hamba dan sebagai Mesias (bnd. Yesaya 42:1; Mazmur 2:7).
Footnote:
Saya sangat berhutang kepada Homan Rubyono untuk penjelasan dan sanggahan-sanggahan dalam bagian ini melalui 2 jilid bukunya Dari Baptisan Roh Menuju Kepenuhan Roh. Jilid 1 dan 2 Penerbit Kalam Hidup: Bandung. Erickson J. Millard., Christian theology. Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang, hal 61. Ibid.