Air Mata Tuhan
Oleh: Sion Antonius
Apakah arti Natal? Jika saya memberikan jawaban Natal adalah hiburan, maka banyak orang mungkin tidak akan setuju. Hanya saja disetujui ataupun tidak faktanya memang menunjukkan bahwa Natal adalah hiburan. Cobalah kita tengok tawaran-tawaran tentang Natal, pastilah semua berkaitan dengan acaranya. Di Mall, ada acara apa di sana? Di Rumah Makan, ada acara apa di sana? Di hotel, ada acara apa di sana? Di diskotik, karaoke, semua membuat acara yang dikaitkan dengan Natal. Acara yang paling sederhana adalah dengan memberikan “Christmas discount”. Acara yang lebih “hebat” lagi tentulah masih banyak. Pada saat membuat tulisan ini, ada sms masuk menawarkan Christmas Dinner dengan tema “An Unforgettable Christmas”, indah bukan tawarannya, tapi apa hubungannya makan malam dengan kelahiran Kristus? Tidak berhubungan sama sekali.
Berbicara tentang acara maka ini identik dengan hiburan apa dari acara tersebut, jika tidak menghibur itu bukan acara yang baik. Tidaklah heran apabila artis-artis membuat pertunjukkan dengan tema dikaitkan dengan Natal, walaupun isinya tidak berkaitan sama sekali. Film-film diluncurkan berkaitan dengan liburan Natal, bahkan jika saya tidak salah ingat, salah satu sekuel film Harry Potter pernah ditayangkan perdana dalam rangka liburan Natal. Mall-mall di hias dengan indah luar biasa, lampu berkerlap-kerlip, memberikan tontonan mata pada pengunjung. Jadi jika saya mengatakan Natal adalah hiburan nampaknya tidak salah.
Bagaimana dengan Natal di gereja? Jika saya katakan bahwa Natal di gerejapun adalah hiburan, mungkin banyak orang menjadi tersinggung dan marah. Hanya saja marah ataupun tidak, fakta menunjukkan Natal di gerejapun lebih banyak unsur hiburannya daripada maknanya. Saya menyaksikan sebuah “iklan” tentang perayaan Natal. Dalam video klip ditayangkan betapa hebatnya acara tahun yang lalu, lalu ada tulisan “KITA SUDAH LAKUKAN TAHUN YANG LALU, SEKARANG KITA AKAN LAKUKAN LAGI”. Saya merasakan pesan yang ingin disampaikan adalah tentang kemeriahan, pesta, glamornya, dan sekarang kita akan berpesta kembali. . Bagaimana seriusnya panitia dalam mempersiapkan “pertunjukan” bisa dipantau pada saat melakukan tata rias dan kostum. Rias wajah memanggil penata rias artis, mereka berjam-jam sebelum pertunjukkan (bahasa rohaninya pelayanan) sudah harus hadir untuk mendapatkan rias wajah dan kostumnya wah sangat mewah. Jadi Natal adalah hiburan. Apakah panitia melakukan kesalahan? Nampaknya tidak, karena saya bertanya kepada orang-orang muda, apa yang berkesan dari sebuah perayaan Natal? Jawabannya adalah dramanya, karena banyak ketawanya, lucu, menghibur. Secara “supply and demand” sudah cocok, menurut teori pemasaran sangat tepat. Jangan mengkritik untuk hal demikian, karena pandangan orang bisa berbeda. Bagi orang yang suka perayaan Natal yang penuh dengan hiburan ini sangat lumrah, bukankah Natal adalah sukacita dan sukacita adalah kemeriahan, pesta. Jika mengkritik malah bisa dikatakan sebagai orang yang tidak toleran dan tidak tahu bersukacita, bahkan mungkin balik dikritik. Pernah untuk sebuah acara, seorang pendeta berkata di atas mimbar, “Aneh ya, kita semua sukacita, tapi orang itu kritik kita, acaranya memboroskan uang, padahal dia tidak memberi persembahan”. Ada orang yang mengingatkan, malahan dianggap aneh, di kritik balik bahkan di atas mimbar. Pada saat gedung gereja disesaki banyak orang, saya jadi berpikir, seandainya Justin Bieber mengadakan acara pada tanggal dan jam yang sama dengan perayaan Natal dan tiketnya juga gratis, apakah masih ada orang mau datang ke tempat ibadah? Mungkin masih ada tapi akan lebih banyak orang pergi ke konser Justin Bieber, alasannya Justin tidak setiap tahun ke Bandung (penulis tinggal di Bandung), tapi perayaan Natal setiap tahun, jadi masih ada tahun depan. Kalau boleh saya memberi saran, acara perayaan Natal silakan lakukan apa saja, tapi jika fokus kita hanya pada acara, suatu saat acara ini akan ditinggalkan orang juga karena ada yang lain lebih menarik.
Saya teringat dengan kisah Raja Salomo pada saat membangun Bait Suci, 480 tahun setelah keluar dari Mesir (I Raja-Raja 6). Ini adalah peristiwa yang penting dan sangat dinantikan oleh bangsa Israel. Bait Suci yang dibangun Salomo adalah sangat luarbiasa megah dan mahal, lebih hebat dari Cristal Cathedral di Amerika Serikat. Salomo membangun Bait Suci selama 7 tahun. Pada saat pentahbisan Bait Suci, Salomo mempersembahkan 22 000 ekor lembu sapi dan 120 000 kambing domba (I Raja-Raja 8:63), secara tepat saya tidak tahu harga seekor sapi dan domba, tapi dari perkiraan, biaya untuk hewan itu pada saat ini berkisar 250-300 milyar rupiah. Orang Israel mengadakan perayaan selama 7 hari. Sangat luar biasa dan hebat. Apa respon Tuhan terhadap semua ini? Tuhan menerima semua ini (I Raja-Raja 9:3), adakah pujian dari Tuhan atas semua kemegahan ini? Tidak ada, bahkan Tuhan melanjutkan dengan sebuah peringatan yang keras. Jika Salomo dan anak-anaknya tetap beribadah kepada Tuhan, maka kerajaan Israel akan tetap berdiri, namun jika Salomo dan anak-anaknya berpaling dari Tuhan maka orang Israel akan di buang dari tanah perjanjian dan Bait Suci akan dihancurkan (I Raja-Raja 9:4-9). Sebuah peringatan yang menusuk ke dalam jiwa diberikan oleh Tuhan. Pada waktu membaca bagian ini, saya gemetar, ternyata Tuhan tidaklah “haus” dengan pujian. Usaha-usaha hebat dan megah yang dilakukan manusia, tidaklah membuat Tuhan lebih mengasihi dan mengagumi manusia. Perayaan-perayaan manusia tidaklah menggetarkan hati Tuhan, bahkan Dia memberikan peringatan sangat keras.
Pada bagian lain, saya teringat akan kisah perumpamaan tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang (Lukas 15:1-10). Di bagian akhir dari perumpamaan ini Tuhan Yesus memberikan pesan, “AKAN ADA SUKACITA DI SORGA, KARENA SATU ORANG BERDOSA YANG BERTOBAT…..ayat 7, …..AKAN ADA SUKACITA PADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH KARENA SATU ORANG BERDOSA YANG BERTOBAT…ayat 10”. Inilah yang akan menggetarkan sorga, pertobatan orang berdosa. Bukan perayaan-perayaan yang menghibur dan hebat karena bagi Tuhan semua itu tidaklah berarti apapun.
Kembali kepada pertanyaan apakah arti Natal? Natal adalah air mata Tuhan, apa maksudnya? Apakah Tuhan sedih dengan peraayan-perayaan Natal yang kehilangan makna, mungkin ya, tapi saya ingin kita melihat lebih jauh dari itu. Air mata Tuhan di sini, bukanlah berbicara tentang seseorang yang sedih karena kehilangan sesuatu, tapi berbicara tentang kesedihan sehingga harus melakukan sesuatu.
Kita lihat sebuah ayat yang sangat menjelaskan tentang air mata Tuhan, Yohanes 3:16…”KARENA BEGITU BESAR KASIH ALLAH AKAN DUNIA INI, SEHINGGA IA TELAH MENGARUNIAKAN ANAKNYA YANG TUNGGAL, SUPAYA SETIAP ORANG YANG PERCAYA KEPADANYA TIDAK BINASA, MELAINKAN BEROLEH HIDUP YANG KEKAL”.
Allah adalah Kasih, hal ini yang membawa Tuhan datang ke dalam dunia. Pada saat manusia jatuh ke dalam dosa Tuhan langsung membuat Proklamasi, bahwa akan ada keturunan manusia yang mengalahkan si jahat (Kejadian 3:15). Pada saat proklamasi ini air mata Tuhan sudah jelas nampak, Dia sedih karena manusia kehilangan hubungan dengan dengan penciptanya, oleh karenanya Allah harus bertindak.
Sedikit ilustrasi tentang kasih dan air mata, pada saat seorang bayi berusia beberapa bulan, seringkali bayi itu menangis di tengah malam karena lapar atau pakaiannya basah oleh air seni. Dalam keadaan seperti itu sangatlah tidak mungkin apabila ibunya bangun, kemudian sambil tertawa berkata,”wah lucunya anak saya tengah malam mau minum susu” atau ”aduh….lucu sekali…ngompolnya banyak”. Jika orang waras tidak akan berkata seperti demikian, yang mungkin dikatakan adalah,”Tuhan kuatkan saya”, karena ibu itu sudah lelah, ” sabar ya nak, mama buatkan susu, tapi mama cape, jadi mama buatnya agak lama, sabar ya”, demikianlah ibu itu berkata berulang-ulang, dan jika sangat lelah, mungkin ibu itu membuat susunya sambil berlinang air mata, tapi dia rela, karena apa? Karena kasih.
Cerita lain, seorang anak sakit, pada saat bersamaan ayahnya hanya memiliki uang untuk satu hari di depan. Ayah ini tidak akan tertawa terpingkal-pingkal berkata,”Lihat, uang aku tidak punya dan anakku sedang sakit”. Ayah yang waras tidak akan seperti demikian. Apakah ayah ini akan membiarkan anak yang sedang sakit tanpa membawanya ke dokter? Tentu saja tidak, dia dengan gagah akan mengatakan, “ Mari kita berobat supaya engkau sembuh”. Padahal hatinya hancur, bahkan air mata menetes, karena tidak tahu apa yang harus diperbuat untuk esok hari, karena apa? Karena kasih.
Dari 2 cerita ini, kondisi si ibu dan ayah sangat ekstrim, tapi saya ingin menggambarkan itulah kasih dengan air mata. Pada saat manusia jatuh ke dalam dosa, ini masalah serius, Tuhan tidak menganggap sebuah lelucon, Dia tidak sedang mentertawakan manusia, tapi sebaliknya sedang mencucurkan air mata. Tuhan sedang melihat manusia yang tanpa pengharapan dan harus ditolong. Karena kasihlah Dia pergi ke tempat manusia yang dikasihinya yang akan menolaknya. Jikalau kita tahu bahwa suatu daerah terkena wabah penyakit berbahaya, dan jika kita pergi ke sana pasti akan tertular? Apakah masih mau pergi? Pastilah kita tidak akan pergi. Yesus tidak demikian, Dia meninggalkan sorga untuk menanggung penyakit Anda dan saya. Kasih dengan air mata bercucuran adalah kasih yang habis-habisan ingin melakukan sesuatu untuk orang lain. Pada waktu dalam taman Getsemani, di sanalah kita bisa melihat kasih yang bercucuran air mata dari Tuhan. Di dalam doanya Ia berkata…Jikalau mungkin cawan ini lalu…., Yesus dapat membuat cawan itu berlalu, tapi itu artinya manusia tetap tanpa pengharapan. Dan Yesus menerima cawan itu….supaya ada pengharapan bagi manusia, sehingga di atas kayu salib Dia berkata, “Sudah genap”.
Natal bukanlah hiburan, tontonan, lelucon, tapi bukti keseriusan Allah, karena kasihNya maka Dia datang ke dalam dunia. Jadi alangkah naifnya kita, jikalau dalam merayakan Natal tidak memahami keseriusan Allah, kita hanya mau merayakan Yesus menurut gaya dan cara berpikir manusia. Seharusnya di dalam merayakan Natal maka kita menangisi diri sendiri, karena kitalah maka Dia datang. Jikalau kita tidak berdosa maka Allah tidak perlu menanggung penderitaan. Masih inginkah kita berpesta pada saat Natal?
Pada saat Natal kita bisa mengguncang sorga dengan cara membawa jiwa-jiwa yang bertobat. Jadi jika ada drama, maka drama itu harus membuat orang bertobat. Jika paduan suara menyanyi maka harus ada yang berobat. Jika menaikkan pujian, maka hendaklah pujian itu membawa orang bertobat. Jika berkhotbah, kabarkan firman yang membuat orang bertobat. Karena air mata Tuhan, Dia hadir ditengah-tengah umat manusia, maka kita bisa merayakan Natal, biarlah sukacita kita dalam meresponnya adalah sebuah tindakan yang menggoncang sorga. Selamat Natal 2011.
Catatan: istilah air mata Tuhan adalah perumpamaan tentang kasih yang berkorban, bukan dimaksudkan secara hurufiah Tuhan yang cengeng dan menangis.