Orang Benar Akan Hidup Oleh Iman
Penulis : Ev. Solomon Yo
Pendahuluan
Kita akan merenungkan tentang iman dalam kehidupan Kristen. Tetapi sebelumnya kita perlu diingatkan tentang dua ekstrem yang harus dihindari dalam kehidupan beriman, yaitu:
- Iman yang penuh semangat, tetapi tanpa pengertian yang benar (iman yang salah). Saat ini Amrozi menjadi perhatian orang banyak. Saat dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan, ia mengacungkan jempol dan tersenyum dengan berani. Orang bertanya apakah itu hanya pura-pura dan ia tidak takut mati? Menurut saya, mungkin saja. Karena ia menganggap ia berkorban demi membela keyakinannya dan menganggap diri sebagai martir. Orang bisa memiliki iman yang salah dan dengan semangat melakukan pembunuhan yang keji, lalu merasa melayani Allah. Inilah yang dilakukan para pemimpin agama yang menyalibkan Yesus Kristus. Hanya ketika disadarkan akan kebenaran yang sebenarnya mereka baru akan terpukul. Tuhan Yesus sudah memperingati tentang orang-orang yang dengan semangat menganggap diri mereka melayani Allah dengan kuasa besar, tanpa sadar bahwa mereka sedang melawan Allah (Mat. 7:22-23). Semua pelayanan yang kita lakukan menjadi bernilai bila didasari akan obyek iman yang sejati.
- Iman yang mati/mandul, yaitu iman yang tanpa perbuatan. Jika tidak waspada kita dapat terjebak dalam sikap hidup atheis praktis, kita mengakui percaya kepada Allah, tetapi dalam kehidupan nyata kita, Allah tidak pernah dihadirkan sebagai Tuhan yang berdaulat atas hidup kita.
Dalam perenungan ini, kita akan membatasi pembahasan pada kehidupan iman orang Kristen yang telah percaya dan mengenal Allah dalam diri Yesus Kristus. Kita akan merenungkan implikasi dari iman seseorang terhadap kehidupannya. Kita akan merenungkan apa artinya ketika seorang Kristen mengaku bahwa ia beriman kepada Allah. Beriman kepada Allah berarti:
I. Mengakui Allah sebagai Realitas yang paling riil
Bagi orang Kristen realitas yang seutuhnya bukan hanya yang kelihatan namun juga hal yang tidak kelihatan. Bagi orang atheis hanya yang kelihatan itulah yang riil, seperti uang, kekuasaan, dsb. Tetapi orang Kristen melihat penyangkalan terhadap realitas yang tidak kelihatan merupakan kepicikan dan kebodohan. Siapakah yang dapat melihat kasih? Tetapi kita tidak dapat menyangkal keberadaan kasih, dan melihat perwujudannya yang membuat hidup manusia menjadi lebih indah.
Walaupun Allah tidak kelihatan, tetapi Ia adalah realitas yang riil. Ini bukan hanya keyakinan orang percaya, tetapi sekaligus merupakan pengalaman mereka. Mereka adalah orang yang sedang berjalan bergandeng tangan bersama Tuhan menuju surga mulia dan kekal. Allah yang tidak kelihatan itulah yang memberikan kepada mereka makna, kekuatan, penghiburan dan pengharapan dalam menjalani kehidupan mereka. Bagi orang beriman realitas yang tidak kelihatan itu lebih berharga daripada yang kelihatan, "karena yang tidak kelihatan itu kekal dan yang kelihatan itu sementara" (2Kor. 4:18). Bahkan lebih dari itu, bagi orang Kristen, Allah adalah Realitas yang paling riil dari semuanya. Dunia dengan segala isinya akan berlalu; kekasih, orangtua atau anak, suami atau istri, saudara atau sahabat, dan semua yang kita banggakan akan berlalu dari kehidupan kita, tetapi Tuhan akan tetap selama-lamanya dan Dia tidak akan pernah berlalu. Camkanlah orang yang paling bodoh justru adalah mereka yang menolak Tuhan karena mereka tidak akan dapat merasakan pengalaman indah bersama Tuhan.
Sungguh ironis, manusia cenderung merasa Tuhan dan pertolongan-Nya kurang riil karena Ia tidak kelihatan, sebaliknya menganggap manusia itu lebih riil. Manusia cenderung untuk menyembah sesuatu yang kelihatan dan mengabaikan Allah yang tidak kelihatan, seperti bangsa Israel yang ingin melihat Allah secara riil dalam rupa lembu emas. Dan masih banyak hal lain yang mereka lakukan demi membuat Allah riil. Manusia rohani atau orang beriman akan memandang Allah lebih besar daripada semua yang lain; ia akan lebih takut pada Allah daripada kepada manusia dan hal lain. Dengan demikian ia akan memiliki keteguhan dan tidak akan mudah digoyahkan; ia akan dapat melihat pelangi di balik awan yang kelabu, seperti Elisa yang melihat penyertaan Tuhan di tengah kepungan ribuan tentara Aram.
II. Mengakui Allah sebagai Pribadi yang paling berdaulat dalam kehidupan kita
Ketika kita berkata percaya kepada Allah [Trinitas], kita mempercayai Dia sebagai Pencipta alam semesta yang memiliki kedaulatan tertinggi atas segala sesuatu dan atas kehidupan kita. Dia satu-satunya Pribadi yang paling besar dalam kehidupan kita, tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Dia, karena itu, kita memberikan penghormatan tertinggi hanya kepada-Nya, dan tidak memberikan penghormatan seperti itu kepada yang lain. Zwingli mengatakan bahwa dosa terbesar manusia adalah memberikan tempat yang hanya diperuntukkan bagi Allah kepada sesuatu yang bukan Allah. Kebenaran ini terus bergema di dalam seluruh Kitab Suci, bahwa Allah harus menjadi yang terutama dalam hidup kita, lebih daripada orangtua, anak, kekasih, harta dan bahkan diri kita sendiri. Dan ingatlah, semua itu Tuhan maksudkan demi untuk kebaikan kita.
Abraham lebih mengutamakan Tuhan daripada Ishak, anak yang perjanjian yang telah ia nantikan berpuluh-puluh tahun. Ketaatan iman Abraham ini sangat diperkenan oleh Allah, sehing2ga ia diberkati oleh Allah. Menjawab permasalahan rohani pemimpin muda kaya yang menanyakan apa yang harus ia lakukan untuk dapat masuk ke dalam sorga, Tuhan Yesus menantang dia untuk menyerahkan seluruh hartanya, yang telah menguasai hatinya. Setiap kita memiliki berhala yang berbeda, permasalahannya sudahkah kita mengutamakan Tuhan di atas semua yang lain? Ujian yang lain, yaitu apakah Tuhan sudah menjadi yang terutama atau tidak akan kelihatan waktu kita mengalami kesulitan. Jika kita menggerutu kepada Tuhan saat mengalami kesulitan dan penderitaan, berarti kenyamanan kita lebih penting dari pada Tuhan, dan kita belum menjadikan Dia lebih utama daripada apa pun. Ingat, setiap hajaran yang Dia berikan demi untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (Ibr. 12:10).
III. Mengakui Allah sebagai satu-satunya sumber berkat dan anugerah yang sejati
Percaya kepada Allah berarti mempercayai Dia sebagai sumber berkat sejati, bahwa "setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna" datang dari Tuhan (Yak. 1:17). Setan bukan sumber kebaikan, ia hanya memanfaatkan ciptaan Allah yang baik bagi tujuannya yang jahat. Allah adalah satu-satunya sumber berkat sejati. Karena itu, memiliki Tuhan berarti ia memiliki berkat terbesar. Orang demikian akan memiliki kelegaan terbesar karena Allah yang mengasihinya pasti akan mencukupi setiap kebutuhannya. Tuhan mengasihi setiap anak-Nya, setiap orang dikasihi-Nya secara khusus, walaupun setiap orang memiliki situasi hidup yang berbeda, tetapi setiap menerima kasih yang tidak kurang. Karena itu, kita tidak perlu iri hati pada orang lain yang memiliki situasi hidup yang berbeda darinya. Biarlah kita merespons setiap anugerah Tuhan bagi kita dengan sikap yang positif dan beriman.
Karena Tuhan satu-satunya sumber berkat sejati, maka kita hanya bersandar kepada-Nya dan tidak bersandar pada yang lain. Manusia tidak pernah dapat menjadi tempat pesandaran kita, karena manusia itu rentan dan lemah, karena itu, kita hanya bersandar kepada Tuhan yang mahakuasa dan yang tidak berubah. Manusia dan apa saja dapat dipakai oleh Tuhan untuk memberkati kita. Ketika Allah mau memberkati kita Ia dapat mengutus malaikat untuk memberkati kita, mengirim orang baik untuk menolong kita, atau mengubah niat buruk orang jahat untuk mendatangkan kebaikan bagi kita, dan ketika semua itu terjadi, kita tetap mengakui tangan Allah yang memberkati kita, dan tidak memberikan kemuliaan kepada yang lain atau memperhamba diri kepada yang lain. Itulah sebabnya firman Tuhan menegaskan, "terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan" (Yer. 17:5). Orang yang memiliki Allah sebagai Tuhannya adalah orang sangat kaya. Tuhan adalah gembalaku yang baik, itu cukup!
Namun demikian, memiliki semua berkat Tuhan tanpa memiliki Tuhan sang Sumber berkat bagaikan menerima hadiah dari sang kekasih tanpa pernah mengalami persekutuan yang indah dengannya. Jangan merasa puas hanya karena berkat-berkat Tuhan yang telah kita terima, biarlah kita bersukacita hanya jika kita telah memiliki Tuhan sebagai berkat kita yang sejati. Orang yang telah menemukan kesukaan di dalam Tuhan akan mempunyai kerohanian yang stabil, dan tidak mudah diombang-ambingkan lagi oleh perubahan dalam hidupnya. Manusia baru menyadari sukacita memiliki Tuhan ketika segala sesuatu yang menjadi kesukaannya Dia hancurkan terlebih dahulu. Pelajaran ini sering kali terjadi bukan dari inisiatif kita, tetapi inisiatif Tuhan yang memaksa kita untuk mempelajarinya.
IV. Mengakui Allah sebagai pemberi makna dan penentu arah hidup kita
Ketika seorang berkata ia beriman kepada Allah berarti ia mempercayai kebenaran Allah dan menjalankan hidupnya sesuai dengan kebenaran yang ia yakini itu atau sesuai de300n imannya itu. Jadi iman bukan sekadar pengakuan di mulut, tetapi penerimaan akan kebenaran Allah yang dihidupi. Banyak orang mengaku percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan baginya (Rm. 8:28) tapi saat penderitaan dan kesulitan datang mereka berpaling dan melupakan Tuhan dan mulai berkompromi dengan dosa.
Sikap nabi Habakuk patutlah kita teladani. Ia membuktikan imannya justru di tengah penderitaan dan kesulitan yang diungkapkan dalam kitab Habakuk 3. Habakuk bagaikan orangtua yang bersusah hati melihat kebobrokan dan kedegilan hati anaknya yang akan akan membawa mereka kepada kehancuran. Dan semua itu begitu m2enyusahkan hatinya. Tetapi realitas kesusahan yang ia lihat itu tidak menghempaskannya dalam keputusasaan, sebaliknya menantikan kasih setia Tuhan dan pemulihan- Nya setelah penghukuman-Nya, ia dikuatkan untuk menantikan kesulitan dengan sikap berkemenangan, sehingga muncullah ungkapan iman dalam puisi yang begitu indah dalam Habakuk 3., "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah,… namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan…. Allah Tuhanku itu kekuatanku" (Hab. 3:17-19).
Di tengah dunia berdosa dan kacau ini orang beriman bukan hanya melihat kekacauan yang ada di mana-mana, sebaliknya ia juga melihat Allah yang bertakhta di sorga dan rencana Allah yang pasti berlaku dalam hidup anak-anak-Nya Orang beriman percaya pada providensia Allah, bahwa sejarah berada di dalam tangan Tuhan, dan bahwa Tuhan bekerja untuk mengubahkan air mata kita menjadi mutiara indah, kita dapat melihat di balik setiap kesulitan dalam kehidupan kita ada anugerah Tuhan yang baru setiap hari, kesulitan bukanlah batu sandungan tetapi batu loncatan yang memberi manfaat besar bagi kita.
V. Orang beriman dikuatkan untuk menjadi alat transformasi di tangan Allah
Orang yang beriman adalah orang yang mengarahkan pandangannya pada kekekalan, dan mereka bukanlah orang melarikan diri dunia (eskapis) seperti yang dituduhkan oleh Karl Max. Orang yang beriman kepada Tuhan adalah orang yang mendapatkan kekuatan yang besar dalam hidupnya, sehingga hidup mereka dipakai untuk menjadi berkat terbesar bagi umat manusia. Siapakah yang telah memberikan sumbangsih terbaik dan terbesar bagi umat manusia, kecuali mereka yang hidupnya telah diubah dan diberkati oleh Tuhan, sehingga dapat menjadi berkat bagi umat manusia pada umumnya, dan gereja pada khususnya? Orang beriman ialah orang yang menerima kehendak Allah di dalam hidupnya, dan di dalam ketaatan mereka kepada kehendak Allah, mereka mengalami transformasi yang luar biasa untuk mempersiapkan mereka dipakai oleh Allah untuk merubah dunia ini.
Orang yang mampu untuk merubah dunia menjadi lebih baik adalah orang- orang yang beriman, salah satunya adalah William Wilberforce. Melalui pergumulan rohani yang penuh dengan kepahitan selama 52 tahun akhirnya ia telah berhasil menghapuskan perbudakan di Inggris dengan indah. Apakah kita telah merubah dunia di sekitar kita menjadi lebih baik? Sudahkah diri kita dipakai menjadi alat bagi Dia? Orang yang beriman bukanlah orang yang mudah berputus asa dan mudah menyerah saat melihat realita dunia yang hancur ini tapi mereka justru melihat ada rencana dan kehendak Tuhan yang akan tergenapi di dunia. Anak- anak Tuhan pasti dapat merubah dunia menjadi lebih baik oleh karena itu janganlah kita menjadi takut dan mudah berputus asa sebab Tuhan pasti akan memberikan kekuatan dan kemampuan pada kita. Amin..!!