Siapkah Anda Mati?
Oleh: Yon Maryono
Pada saat pertanyaan ini disampaikan kepada seorang pemuda, jawabannya: “Wah, yang benar saja, Om. Mestinya pertanyaan itu ditujukan kepada Om yang usianya sudah 50 tahun ke atas“. Dia tidak siap, dipikir masih mempunyai usia yang panjang jauh dari kematian. Ia masih ingin menikmati hidup di dunia. Demikian pula, ada seorang Pendeta tidak pernah lagi diundang mendoakan orang sakit karena ada 2 (dua) pertanyaan yang selalu disampaikan kepada si penderita: “Saudara percaya Kristus?“ Ya”, jawab si penderita. “Saudara siap mati dalam Kristus?“, si penderita mulai ragu menjawab dan keluarganya mengernyitkan keningnya. Mereka umumnya mengharapkan kesembuhan dan mengharapkan kehidupan di dunia, bukan pertanyaan siap mati.
Mati secara biologis yang disebabkan melemahnya semua organ karena usia, kerusakan badani karena sakit, kecelakaan, bencana alam dan peristiwa lainnya adalah wajar, tak dapat dielakan. Alkitab memandang kematian sebagai hal yang alami. Kubur mereka ialah rumah mereka, dengan segala kegemilangannya manusia tidak dapat bertahan (Maz. 49:12-13). Dari beberapa istilah ‘kematian’ dalam Kitab Perjanjian Baru seperti ‘Teleute’ yang artinya mati (Mat. 2:15), ‘apothneskein’, artinya kematian ( bdk Flp 1:21) telah dikaitkan dengan istlah “maut” yang dalam Alkitab secara umum diakui mengerikan dan membinasakan hidup. Paulus menuliskan upah dosa ialah maut dan keinginan daging adalah maut (Rm 6: 23, 8:6), maka secara matematis Alkitab menyatakan keinginan daging adalah dosa. Karena Dosa bermakna pelanggaran manusia terhadap hukum Allah (1 Yohanes 3:4), yang berakibat masuk dalam siksaan kekal (Mat 25:46), maka maut adalah hal yang menakutkan. Mengapa? Coba Anda renungkan pernahkan Anda lepas dari dosa yang timbul dari hati dan pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (Markus 7:21-22).
Yesus telah mengalami kengerian maut dan memenangkan maut. Dia sudah bebas dari hukum dosa dan hukum maut (Rm 8:2). Oleh karena itu dalam Kitab Perjanjian Baru selalu menyebut Kristus mati supaya manusia beroleh hidup (kekal) dan orang percaya kepada Yesus yang mati atau “telah meninggal dalam Yesus”. disebut tertidur (1 Tim 4:14). Justru orang yang mati dalam Kristus, maut sudah diubah menuju kehidupan kekal, sehingga mati tidak lebih dari tertidur. Orang percaya sudah pindah dari dalam maut kedalam hidup (Yoh 5:24; 1 Yoh 3:14). Kematian tubuh biologis manusia adalah awal kehidupan baru dalam kehidupan kekal. Dengan demikian, orang percaya kepada Yesus Kristus seharusnya gaya hidupnya didasarkan perspektif kekekalan yang akan diterimanya kelak. Seperti Paulus melihat hidup serta pengalamannya berdasarkan perspektif kekekalan yang akan diterimanya kelak. Meski ia harus mengalami penderitaan, ia tetap menanggungnya dengan rela. Paulus menuliskan: Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah (Fil 1:21-22b).
Apakah Anda siap mati? Jawaban atas pertanyaan ini akan dijawab dengan tegar apabila kita juga sedang menjalani hidup ini dengan perspektif yang sama dengan Paulus. Hidup dalam perspektif kekekalan akan memampukan kita menjalani tiap pergumulan dalam hidup dengan tabah dan hati-hati, karena kita percaya akan tiba saatnya Tuhan Yesus datang dan mengenapi janji-Nya.
Tuhan memberkati kita semua.