Septuaginta

Penulis: Herlianto

Septuaginta adalah terjemahan Tenakh ke bahasa Yunani, namun yang perlu dipertanyakan adalah mengapa Tenakh perlu diterjemahkan? Untuk mengerti ini kita harus tahu bahwa bahasa Ibrani bukanlah bahasa yang ada sejak manusia hadir di bumi dan terus bertahan sepanjang masa. Alkitab mencatat bahwa keturunan Sem (Semitik) berasal dari Mesopotamia dan kemudian hijrah ke Kanaan dimana Abraham tinggal selama puluhan tahun disitu sampai meninggalnya dan mengikuti bahasa lokal Kanaan (Kej.12-25). Besan Abraham dan mertua Ishak, Bethuil (Kej.25:20), adalah orang Aram, termasuk Laban saudara isteri Ishak dan mertua Yakub juga orang Aram dan berbahasa Aram (Kej.31:47). Ketika keturunan Abraham tinggal di Mesir mereka berbicara bahasa Kanaan (Yes.19:18) dan kelihatannya masih tetap demikian ketika kembali ke Kanaan.

[block:views=similarterms-block_1]

Sekitar masa kerajaan (abad-10sM) bahasa Ibrani yang disebut bahasa Yehuda tumbuh dari bahasa Kanaan dan Amorit dan menggunakan aksara Kanaan terdiri 22 huruf. Pada masa Sanherib (700sM) rakyat Israel berbahasa Yehuda dan juga kalangan terpelajar berbahasa Aram (2Raj.18:26). Mungkin karena terdiri huruf konsonan dan tidak ada vokal, bahasa Yehuda/Ibrani Kuno (Palaeo Hebrew) tidak bertahan lama, sebab pada abad-6sM bahasa ini hanya digunakan dalam menulis dan menyalin kitab agama dan sebagai bahasa percakapan digunakan Aram. Pada masa Ezra (abad-5sM), rakyat tidak lagi mengerti bahasa Ibrani sehingga perlu diterjemahkan secara lisan ke dalam bahasa Aram (Neh.8:2-9), terjemahan demikian kemudian dikumpulkan sebagai Targum, bahkan beberapa bagian kitab Ezra, Yeremia dan Daniel ditulis dalam huruf Ibrani tetapi berbahasa ucap Aram. Masa abad-6 s/d 3sM, bahasa Ibrani disebut Ibrani Kitab Suci karena hanya digunakan sebagai bahasa tulis dalam penulisan dan penyalinan kitab suci. Inipun terpengaruh bahasa Aram dimana bentuk yang semula mengikuti huruf Kanani berkembang mengikuti huruf pesegi Aram. Pada akhir masa inilah Alexander (abad-4sM) raja Yunani menguasai kawasan dari Yunani, Asyur, Babilonia, sampai Mesir. Pengaruh Helenisasi dibawah Alexander di Yudea mendalam karena Alexander bisa menyesuaikan diri dengan kepercayaan lokal. Dalam perjalanan ke Mesir di Yerusalem ia mengikuti kebaktian Yahudi di Bait Allah. Di Aleksandria dibangun perpustakaan besar Yunani. Ditengah matinya bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan dan kuatnya bahasa Aram sebagai bahasa percakapan umum, bahasa Yunani ikut populer terutama dikalangan orang Yahudi yang mayoritasnya berada diperantauan, juga yang tinggal di Palestina yang kembali dari Babel yang berbahasa Aram. Setelah kematian Alexander (323sM) dibawah penerusnya wangsa Ptolomeus di Mesir dan Seleukus di Siria dilakukan helenisasi seluruh kawasan dimana Yudea berada ditengahnya. Penduduk Yudea terpecah menjadi dua fraksi Mesir dan Siria, namun sekalipun keduanya berebut pengaruh di Yudea, mereka memiliki kesamaan yaitu bahasa Yunani yang tidak diperebutkan. Dibawah Antiochus III (192sM) kedua wangsa berdamai dan ia mencari simpati dengan cara membebaskan pajak selama 3 tahun, melepaskan tawanan Yahudi, dan membantu membangun kerusakan Bait Allah. Karena bahasa Aram dan Yunani makin menjadi bahasa percakapan umum yang meluas di sekitar laut tengah yang dikuasai wangsa Yunani, Aristeas dalam suratnya kepada Philocratus melaporkan bahwa Dimetrius, penasehat raja, meminta kepada raja Ptolomeus Philadelphus (283-247sM) agar kitab suci Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, lebih-lebih karena banyak orang Yahudi tidak lagi bisa berbahasa Ibrani. Ptolomeus kemudian meminta kepada imam besar Eliezer di Yerusalem untuk mengirimkan kitab Torat dan 72 tua-tua Yahudi untuk menerjemahkannya di Aleksandria. Terjemahan Pentateuch selesai dalam 72 hari dan disebut Septuaginta (LXX), selanjutnya dalam satu abad berikutnya semua kitab Tenakh dan kitab Apokrifa diterjemahkan juga ke dalam bahasa Yunani dan nama Septuaginta dimaksudkan seluruhnya. Septuaginta dengan cepat meluas sampai ke Yudea karena proses helenisasi berjalan mulus di Yudea selama sekitar satu-setengah abad dan makin banyak penduduk menggunakan bahasa Yunani sebagai bahasa percakapan di samping bahasa Aram dan banyak yang juga menggunakan nama Yunani. "Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi di pengadilan dan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan di atas papirus, surat-surat cinta, tagihan, resep, mantera, esai, puisi, biografi, dan surat-surat dagang, semuanya tertulis dalam bahasa Yunani, bahkan tetap demikian hingga masa pendudukan Romawi. ... bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan di Palestina, dan Helenisme mendesak Yudaisme." (Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, h.23-24, 29). Helenisasi damai terganggu ketika Antiochus IV Epiphanes berkuasa (175sM). Waktu itu Yason ingin merebut kedudukan imam besar dari Onias saudaranya, dan ia meminta izin Anthiocus untuk membangun gymnasium di Yerusalem dan menjadikannya kota Yunani. Gymnasium ditujukan untuk dewa-dewi Yunani dan pemainnya bertelanjang dada. Para imam Yahudi pun banyak yang bertelanjang dada mengikuti perlomaan dan mengabaikan tugas mereka di Bait Allah. Anthiokus IV ketika pulang perang dengan wangsa di Mesir mampir di Yerusalem (171sM) dan menajiskan Bait Allah dan merampas banyak perkakas di Bait Allah (1Mak.1:21-25; 2Mak.5:11-16;6:1-9). Bukan bahasa-helenis, tetapi paganisme-helenis yang dipaksakan itulah yang mendorong keluarga Matathias memberontak (1Mak.2:1-14). Dibawah anaknya Yudas, pemberontakan mencapai puncaknya dan Bait Allah direbut kembali dan ditahbiskan (165sM) dan dirayakan sebagai Hanukkah. Anthiokus IV marah dan menyerang kembali tetapi ia keburu meninggal dan penggantinya memberi kebebasan beragama. Sekalipun Yudas ingin mengembalikan Yudaisme dan membenci pengaruh asing, ia sendiri meminta bantuan Romawi, tahun 161sM ia terbunuh dalam perang. Perayaan Hanukkah memang mengembalikan kesucian ibadat di bait Allah, namun itu tidak mengusir helenisasi dalam bahasa. Yudas sendiri memakai nama panggilan Makabeus dalam bahasa Yunani dan keturunan Simon saudaranya, yang kemudian memerintah Yudea, banyak yang menggunakan nama Yunani juga seperti John Hirkanus, Aristobulus, Alexander Yanneus, dan Antigonus Matathias. Helenisasi bahasa Yunani sudah penuh di Yudea ketika Yesus hidup. "Yesus berbicara juga bahasa Yunani ... tetapi bahasa ibu mereka saat itu adalah bahasa Aram." (ME Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, h.16). "Septuaginta ... Pada masa Kristus, kitab tersebut telah tersebar luas di antara para Perserakan di wilayah Timur Tengah dan menjadi Kitab Suci Jemaat Kristen yang mula-mula." (Tenny, h.32). "Septuaginta adalah Alkitab yang digunakan oleh Yesus dan para rasul. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip langsung dari Septuaginta, sekalipun itu berbeda dengan teks Masoret." (Norman Geisler, A General Introduction to the Bible, h.254). Di Sinagoga di Nazaret, Yesus membaca kitab Yesaya dari Septuaginta (Luk.4:18-19): "Bagian terbesar kutipan ini berasal dari teks Yes.61:1-2 dari LXX. Merawat orang-orang yang remuk hati, adalah bagian dari sumber peninggalan naskah Lukas yang terbaik, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas berasal dari teks LXX dari Yes.58:6." (The Interpreters Bible, Vol.8,90-91). Ada yang menyebut Josephus mengaku menderita belajar bahasa Yunani dan mendorong orang Yahudi agar tidak menyerah dan belajar bahasa asing. Nyatanya ini ucapan politis, karena faktanya ia membelot ke negara asing Romawi dan mengganti namanya dengan nama Romawi, Flavius Josephus, sehingga ia disebut penghianat oleh orang Yahudi. Kala itu Romawi berkuasa di Yudea mengalahkan wangsa Yunani namun dalam hal bahasa, bahasa Romawi tidak mampu menggantikan bahasa Yunani. Josephus menulis Jewish War dalam bahasa Aram yang disebut lidahnya orang Ibrani, tetapi kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, dan banyak karyanya di tulis dalam bahasa Yunani. "Karya pertamanya adalah Sejarah Perang Yahudi, ditulis pertama kalinya dalam bahasa Aram untuk kepentingan orang Yahudi di Mesopotamia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Yunani." (J.D. Douglas (ed), The New Bible Dictionary, h.660) Memang bahasa Aram secara umum dan di Perjanjian Baru disebut bahasa Ibrani (hebraisti = lidah Ibrani; hebraidi dialektos = dialek Ibrani), tetapi maksudnya adalah bahasa Aram. Bruce Metzger, profesor Perjanjian Baru dari Princeton, mengatakan: "Bahasa ibu orang Yahudi Palestina di waktu itu adalah Aram. Sekalipun para Rabi dan Ahli-Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat ini adalah bahasa mati. ... Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer disebut sebagai bahasa "Ibrani." ... Bahasa percakapan umum semitik orang Yahudi Palestina pada waktu Yesus hidup adalah "Aram" (The Language of the New Testament, dalam The Interpreters Bible, Vol.7, 43). Septuaginta menerjemahkan Yahweh/Adonai menjadi Kur55 dan El/Elohim/Eloah dengan Theos, namun ada yang menyebut bahwa beberapa fragmen abad-1M menunjukkan LXX aslinya tidak menerjemahkan tetragramaton dan baru pada abad-2M diterjemahkan menjadi Kurios. Melihat fragmen itu kita dapat mengetahui bahwa itu salinan yang dimiliki pemuja nama Yahweh kala itu dimana kata Kurios diganti YHWH, indikasinya ada naskah LXX yang memuat nama YHWH Ibrani kuno yang lebih dari 5 abad lebih tua, malah ada naskah Tenakh Ibrani miznah yang nama YHWHnya ditulis dalam Ibrani kuno juga. Ada juga fragmen LXX abad-1M yang didalamnya memuat nama YHWH Ibrani miznah yang semasa. Banyak juga fragmen LXX yang menunjukkan nama Kurios & Theos, dan adalah tidak logis kalau itu baru ditulis pada abad-2M sebab pada tengah kedua abad-1M, kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine yang sama dan menggunakan gaya bahasa dan kosakata LXX termasuk nama Kurios & Theos.