Materialisme

IBLIS ITU BERNAMA MATERIALISME

Seorang teman menjelaskan fasilitas-fasilitas dari telpon seluler yang dimilikinya. Telpon itu canggih, bisa digunakan untuk memotret, mendengarkan lagu, mendengarkan radio, mengakses internet, dan tentu saja untuk menelpon dan mengirim sms. Saya bertanya: ”Kenapa beli hape sampe yang harganya mahal begitu?”

[block:views=similarterms-block_1]

”Biar trendi bos! Lu jangan-jangan gak ngikutin perkembangan
teknologi ya?” Saya berpikir, sebenarnya apa sih tujuan utama dari
telpon selular tersebut? Bukankah hanya untuk menghubungi seseorang
atau mengirim sms?

Dulu, televisi menyiarkan informasi atau hiburan. Tetapi, sekarang televisi menawarkan iklan-iklan yang membuat orang gatal mata. Barang-barang yang ditawarkan oleh media membuat air liur seseorang turun. Hiburan yang ditayangkan tidak lagi mendidik, yang disajikan hanyalah sinetron-sinetron yang menyajikan masalah percintaan, keluarga, kuasa, dan yang lebih penting lagi: jualan Tuhan. Tidak heran bila orang-orang yang menontonnya kehilangan gairah kerja. Mereka terpengaruh acara-acara tersebut. Mereka ingin menjadi seperti apa yang disajikan oleh televisi.

Untuk mengirim surat, dulu orang perlu pergi ke kantor pos, kini hanya diperlukan seperangkat unit komputer yang diperlengkapi oleh internet. Hanya dengan sekali ’klik’, berita yang kita kirim bisa sampai hanya dalam waktu tidak sampai 3 menit ke seluruh dunia.
Kemudahan-kemudahan itu memang menyenangkan, bisa menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Tetapi, kemudahan-kemudahan tersebut menurunkan kualitas hidup seseorang.

Dengan kemajuan teknologi, kini orang mulai menjadi individualis,
tidak lagi memikirkan orang lain, yang dipikirkan hanyalah
kepentingannya sendiri. Teknologi yang sedemikian mudahnya itu kini
menjadi tuhan baru bagi manusia. Visi hidup manusia untuk bekerja kini
berubah: dapatkan uang lebih banyak, lebih banyak, lebih banyak, dan
lebih banyak lagi. Mereka bekerja kalau perlu 7 X 24 jam seminggu
untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Iblis dengan sempurna
memperdaya manusia. Tuhan ditinggalkan demi kesenangan semu yang
ditawarkan Iblis.

Tuhan tidak lagi diindahkan, tempat ibadah adalah suatu museum
dimana hanya ada beberapa orang saja yang mengunjunginya. Persekutuan
pribadi yang indah dan menyenangkan dengan Tuhan tidak lagi dilakukan.
Saya bertanya kepada seseorang teman: ”Bagaimana saat teduhmu hari
ini?” ”Wah udah lama banget gue gak saat teduh, sibuk banget nyari
duit yang banyak. Musti berangkat kerja pagi-pagi.” ”Kalo malem lu
kemana?” ”Malem ngedugem dong” ”Sampe kapan lu seperti itu?” ”Sampe
mati kali gue kaya gini. Seneng sih. Nanti kalo udah mau mati, baru
deh gue tobat, rajin ke gereja.”

Sebenarnya, pantaskah menunggu hingga detik terakhir dari hidup di
atas dunia ini untuk mengadakan transaksi dari urusan hidup yang
paling penting, menyelesaikan utang-piutang dengan Allah? Selama hidup
Allah memberikan kesempatan untuk bertobat, untuk mengambil jalan
keselamatan yang ditawarkan. Tetapi, bila dengan sengaja orang
tersebut menolak Kristus, dan minta diselamatkan di hari-hari terakhir
hidupnya; saya hanya bisa memberikan kalimat dari apa yang tertulis di
Alkitab: Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak
Bapa-Ku yang di sorga. (Matius 7:21)

Mungkin kita khawatir bila tidak bisa mendapatkan apa yang kita
inginkan. Mungkin kita khawatir dengan apa yang akan kita makan hari
ini. Tetapi Tuhan Yesus berfirman: Sebab itu janganlah kamu kuatir dan
berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum?
Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak
mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu
memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Mat 6:31-
33)