Indonesia, Ayo Kita Kejar China dan India!

Oleh: Siswono Yudo Husodo

Bank Dunia baru-baru ini mengumumkan hasil perhitungan terbaru Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara di dunia. Pada tahun 2005 PDB China mencapai US$ 2,2638 triliun dan menempatkannya sebagai negara dengan besaran ekonomi nomor empat dunia, menggeser Inggris.

Di urutan pertama AS, diikuti Jepang dan Jerman. Sebuah lembaga konsultan bisnis, Goldman Sach memperkirakan PDB China akan melampaui Jerman pada 2010, melampaui Jepang pada 2015 dan melampaui AS pada 2040.

Negara Asia lainnya, India juga tinggi pertumbuhan ekonominya. Diperkirakan pada 2015 PDB India akan mengalahkan Italia; tahun 2020 mengalahkan Prancis dan mengalahkan Jerman pada tahun 2025. India akan mengalahkan PDB Jepang antara 2030 dan 2035, serta mengalahkan PDB AS pada 2040.

Di tahun 2040, China dan India akan tampil sebagai kekuatan terbesar ekonomi dunia. Pusat ekonomi dunia tidak lagi di Eropa atau Amerika, tapi di Asia; tidak di negara maju tapi di bekas negara berkembang yang mampu mengubah dirinya menjadi sejahtera. Kita menyaksikan kebangkitan China dan India, melengkapi sejarah sukses Jepang, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Sepatutnyalah Indonesia mengambil peran signifikan dalam tampilnya Asia sebagai pusat pertumbuhan dunia, mengingat modal yang kita miliki amat besar; baik berupa SDA yang melimpah dan jumlah penduduk yang akan menjadi nomor tiga di tahun 2030. Kita harus serius merancang dan membangun masa depan negara kita dalam percaturan ekonomi dunia.

Kemajuan ekonomi China, sejak awal reformasi di tahun 1978 memang fenomenal; buah dari reformasi ekonomi yang dirancang dengan rapi dan konsisten dikembangkan ke masa depan. RRC dengan cadangan devisa US$ 1,2 triliun, sekarang sudah mampu memberi subsidi ekspor.

Pendapatan per kapita China sekarang sudah mencapai US$ 1.740; hasil pertumbuhan di atas 9 persen per tahun sejak 1978, dengan mengangkat status sosial ekonomi 400 juta warganya. Meski masih menyisakan 135 juta penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pemberantasan kemiskinan telah lama menjadi ideologi pembangunan China.

RRC tahun 2006 sangat berbeda dengan RRC tahun 60-an walau tetap menyatakan dirinya negara komunis, mengambil langkah-langkah yang paradoksal dengan konsep-konsep komunis. Dan perubahan yang terjadi tidak diikuti gejolak, yang mengindikasikan kematangan masyarakatnya.

India dengan pembangunan yang bertema pro-people juga sedang mengalami kebangkitan. Kematangan elite politik India dalam memperkuat ekonomi negaranya juga nampak dari manuver politik yang mengejutkan dengan menyepakati kemitraan strategis AS dan India, memanfaatkan kekhawatiran AS pada meningkatnya kekuatan dan pengaruh China secara global.

Dari payung kemitraan strategis ini, India memperoleh keuntungan ekonomis, di antaranya adalah jaminan pasokan energi nuklir untuk industrinya yang sedang tumbuh dan meningkatnya akses India pada alih teknologi di bidang IT, dengan investasi besar-besaran raksasa IT AS, Microsoft.

Kemajuan ekonomi India juga ditopang oleh kemandirian yang bersemangatkan swadesi dalam memenuhi berbagai kebutuhan penduduknya yang berjumlah 1,1 miliar jiwa, seperti mobil, bus, traktor, pesawat, tank, kapal selam, dan sebagainya yang diproduksi sendiri.

Merasa Tidak Bersalah

Sewaktu negara-negara berkembang seperti China dan India berlomba mencari kekayaan dan memperkuat diri, kita bahkan tidak merasa bersalah untuk mengimpor apa saja yang bisa kita produksi sendiri. Kita juga lamban membenahi infrastruktur ekonomi kita yang kurang efisien menjadikan daya saing kita begitu rendahnya, pelabuhan ekspor yang tidak lancar, tenaga listrik yang kurang, jalan rusak, jalan tol yang belum mampu menghubungkan pusat-pusat kegiatan produksi perekonomian dengan pelabuhan ekspor.

RRC dan Malaysia, masing-masing membangun jalan tol 12 tahun dan 10 tahun setelah Indonesia membangun Tol Jagorawi. Sekarang panjang jalan tol di RRC 90.000 km dan di Malaysia 6.000 km, sementara kita baru 630 km.

RRC sedang membangun jalur KA baru Shanghai-Beijing yang akan dapat ditempuh dalam waktu 5 jam dari semula 14 jam. Jepang mengembangkan KA dengan kecepatan 300 km/jam. India melengkapi jaringan KA-nya ke semua kota-kotanya dengan efisien. Kita masih sibuk dengan KA yang terlambat, keluar rel dan atapnya runtuh karena dijejali penumpang ilegal.

Pemerintahan Presiden SBY dan JK saat ini telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi (walaupun masih rendah) dan inflasi menurun (meski masih tinggi), cadangan devisa mencapai US$ 40 miliar, nilai rupiah relatif stabil (meski fluktuatif dan masih rentan).

Di tengah kondisi makro ekonomi yang membaik, kita prihatin karena penganggur terbuka mencapai 11,6 juta orang (10,84 persen), total penganggur 40,1 juta orang yang berarti 37 persen dari 106,9 juta angkatan kerja yang ada.

Angka pengangguran terbuka di atas 10 persen ini amat tinggi dibandingkan dengan beberapa negara Asia lain, seperti Vietnam (6,1 persen); Thailand (1,5 persen), Malaysia (3,4 persen), Korea (3,7 persen), dan Singapura (4,8 persen). Orang miskin juga bertambah, sangat miskin 20 juta dan miskin 40 juta.

Penyediaan lapangan kerja dan pengurangan masyarakat miskin amat mendesak dijadikan program utama pemerintah. Pendekatan pembangunan berdasarkan Washington Concensus yang mengidamkan pertumbuhan ekonomi tinggi yang diikuti dengan trickle down effect, setelah 30 tahun, terbukti tak mampu menghapuskan kemiskinan.

Cara itu hanya efektif menghasilkan orang-orang kaya yang sebagiannya dapat mencapai taraf kehidupan jetset dunia; sekitar 25 persen rakyat Indonesia terkaya memiliki penghasilan rata-rata di atas rata-rata Malaysia.

APBN dan berbagai kebijakan pemerintah serta instrumen-instrumen ekonomi yang dimiliki negara harus dan harus segera diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja dan menghapuskan kemiskinan dan meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat.

Jangan dan sekali lagi jangan menggunakan pendekatan belas kasihan seperti JPS dan BLT, atau sumbangan; bantuan yang mudah memperoleh simpati rakyat tetapi mengabaikan prinsip "beri kailnya dan bukan ikannya". APBN harus diusahakan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang bersamaan dengan penyediaan lapangan kerja dan pengurangan masyarakat miskin.

Dalam sistem perbankan juga banyak dana yang menganggur (yang dapat ditakar dari loan to deposit ratio-nisbah penjaman terhadap deposito) sekitar 62 persen. Artinya saat ini tersedia Rp 480 triliun dana menganggur. Sebagian dana ini ditempatkan dalam obligasi pemerintah (SUN), SBI (senilai Rp.177 triliun) dan instrumen lainnya.

Uniknya sebagian SBI juga dimiliki bank-bank pembangunan daerah milik pemda. Pada Maret 2006 jumlah dana milik pemda yang tersimpan di SBI mencapai Rp 70 triliun. Dana-dana menganggur ini mencerminkan rendahnya pemanfaatan sumber-sumber pembangunan dalam negeri untuk menciptakan lapangan kerja.

Inisiatif

Diperlukan inisiatif Pemerintah untuk dengan cerdik memanfaatkan secara optimal ketersediaan dana didalam negeri yang cukup besar jumlahnya itu. Seandainya seluruh dana menganggur perbankan dan milik pemerintah dapat diinvestasikan dalam satu tahun, secara teoritis pertumbuhan ekonomi dapat ditambah sebesar 4,5 persen. Atau jika dibagi dua tahun akan menambah peningkatan pertumbuhan sebesar 2,2 persen pertahun.

Gabungan dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, job creation dan poverty reduction akan membangun solidaritas rakyat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang akan menjadi kekuatan besar untuk mendorong kemajuan berikutnya.

Pengusaha Indonesia terhambat mengembangkan investasi oleh bunga bank yang tinggi dan disisi lain pengusaha asing dari negara-negara disekitar kita memperoleh fasilitas bunga yang murah.

Aturan untuk ikut menggarap berbagai proyek eksplorasi minyak dan gas di tanah air harus melalui tender internasional. Dengan pengusaha nasional yang lemah, yang masuk mayoritasnya asing. Kenapa tender seperti itu tidak dibatasi hanya untuk perusahaan nasional?

Sebagai negara yang berdaulat, kita bisa menetapkan aturan yang paling menguntungkan negara kita. Pada waktu ini, mayoritas produksi minyak bumi kita dikuasai asing. Pertumbuhan ekonomi RRC dan India yang pesat juga ditopang oleh kemajuan institusi-institusi bisnis nasionalnya.

APBN dan berbagai kebijakan negara adalah instrumen penting dan strategis untuk mendorong kemajuan negara kita. Indonesia memiliki semua syarat yang diperlukan untuk menjadi maju dan kuat. Letak geografisnya sangat strategis. Diapit dua benua dan dua samudera, ditepi Pasific Basin, wilayah pertumbuhan tertinggi didunia.

Ditambah kekayaan alam yang luar biasa besarnya; daratan yang luasnya nomor 15 dari lebih 220 negara didunia dan subur, serta jumlah penduduknya yang banyak; nomor empat didunia, dan akan menjadi nomor tiga di tahun 2030, yang berarti pasar domestik yang besar.

Bangsa-bangsa Asia yang status naturalisnya merupakan bangsa feodal disamping memerlukan sistem yang baik dan kuat; kepemimpinan yang cerdas juga menentukan. Kemajuan pesat Singapura tidak bisa lepas dari peran Lee Kuan Yew; kemajuan Korsel tak bisa lepas dari peran Park Chung Hee; kemajuan Malaysia tidak bisa lepas dari peran Mahatir. Kemajuan RRC tidak bisa lepas dari pengaruh Deng Xiao Ping, Jiang Ze Min dan Hu Jin Tao. Kemajuan India tak bisa dilepaskan dari pengaruh Manmohan Singh.

Kita sendirilah yang akan menentukan apakah kita mampu mengejar China dan India dan bangsa-bangsa lain yang berhasil mengubah dirinya menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Masa depan hanyalah milik mereka yang hari ini merencanakannya dengan tepat dan melaksanakannya dengan cerdas dan konsisten.

Penulis adalah Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Pancasila