Terjadilah Apa Yang Tak Pernah Kau Bayangkan!

Penulis : Tema Adiputra

Seorang teman saya yang sekarang posisinya sebagai General Manager di sebuah perusahaan bercerita, dulu di tempat kerja sebelumnya, boss-nya seorang pria ganteng dan atletis (katanya! mirip tokoh Eric Estrada bintang film Chips) memiliki kebiasaan unik. Setiap pagi sebelum pergi ke kantor si boss itu berdiri di muka cermin, lalu menatap bayangan dirinya terutama wajahnya, dan berkata : kau pasti akan sukses hari ini! Hal itu sudah menjadi rutinitasnya dan memang menjadi pemacu semangat kerjanya hari itu. Dan memang benar kesuksesan pun diraihnya. Seperti yang ditekadkan dan dibayangkannya pada pagi hari dia bercermin itu.

[block:views=similarterms-block_1]

Ya! Ada banyak kiat-kiat yang kita ketahui dari berbagai sumber untuk dapat meraih sebuah keberhasilan. Kita bebas mengikuti petunjuknya dan menerapkannya dalam upaya kita untuk dapat sukses/berhasil. Saya masih ingat seorang Profesor teman saya menganjurkan, mulailah bermimpi/memimpikan apa yang kau ingin capai dalam cita-cita hidupmu, dan lalu mulailah bertindak, mulailah melangkah, sekalipun langkah pertama dimulai hanya dengan setengah langkah. Yang penting mulai melangkah dan berlanjut melangkah. Dan jangan pernah putus asa. Berkomitmenlah! Sang profesor memang telah membuktikan sendiri kiat-kiat itu, dan ia sukses! Apa yang diimpikannya satu persatu tercapai.

Tahun 1982, saat saya masih tinggal sendirian di rumah besar milik abang saya untuk menjagainya, teman yang setia di malam hari adalah sebuah pesawat radio kecil. Sembari membuat tugas dari dosen, atau belajar, saya menyetel radio itu mendengarkan siaran rohani kristen. Saya suka menikmati sajian acara radio rohani tersebut. Sampai pada suatu malam hati saya berkata pada Tuhan : Tuhan saya ingin sekali menjadi penyiar di radio rohani itu, tapi mana mungkin Tuhan, saya tidak tahu seluk beluk dunia radio siaran, dan lagi pula saya mahasiswa sastra. Nah, saya hanya melontarkan sebuah kerinduan dan tidak pernah ada upaya untuk datang ke kantor radio itu karena dilatarbelakangi kontradiktif skill/ketrampilan yang saya miliki saat itu. Jadi hanya pada saat itu saja saya rindukan untuk jadi penyiar tapi tidak berlama-lama memimpikannya. Namun apa yang terjadi kemudian? Dua tahun kemudian, saat saya sedang nongkrong di sekretariat persekutuan mahasiswa kristen di kampus saya, datanglah seorang teman wanita (yang ternyata dia penyiar honorer di radio yang sering saya dengar itu) menghampiri saya sembari berujar: mau nggak kamu melamar posisi peresensi puisi di radio saya? Kamu kan mahasiswa sastra dan sering bikin puisi serta pentas puisi di kampus kita ini. Wah ditantang begitu, tentu saja saya ladeni. Maka mulailah saya berkiprah di stasion radio yang tahun 1982 lalu sempat saya rindukan sesaat. Dari tukang membuat naskah resensi puisi, akhirnya di-test jadi penyiar, lalu jadi penyiar, dan seterusnya tugas-tugas saya di radio itu merambah ke mana-mana sampai dengan berprofesi saat ini sebagai konsultan radio siaran dan menjadi pemandu acara yang direkrut secara khusus oleh lembaga-lembaga kristen maupun gereja yang bersiaran di sebuah stasion radio rohani di Jakarta. Bila merenungkan semua hal ini saat ini maka dalam hidup saya telah terjadi dan terwujud sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Segala pujian hanya untuk Tuhan!

Bagaimana dengan peristiwa berikut ini yang beberapa waktu lalu menimpa saya? Pada tulisan-tulisan saya sebelum ini, ada saya saksikan bagaimana saya dan tim pelayanan mengatasi persoalan keuangan untuk membayar dana shooting camera, akibat ingkar janjinya seorang donatur. Pada akhirnya Tuhan buka jalan bagi kami sehingga seorang pengusaha yang adalah juga pendeta (ibu Pdt.FAS) tergerak hatinya untuk memberi pinjaman uang yang pelunasannya akan kami cicil selama 8 bulan. Wah betapa lega hati kami waktu itu karena telah lolos dari persoalan yang berisiko tinggi. Maka tentu saja saya dan tim bertekad (dengan berdoa khusus) untuk tepat waktu membayar cicilan setiap bulan itu. Kami buktikan! Pada tanggal 7 bulan pertama cicilan, kami datangi kantor ibu itu, dan bertemu sekretarisnya dan lalu menyerahkan uang di amplop sebagai cicilan pertama. Puji Tuhan lagi! Ya, kami bersukacita untuk bulan berikutnya akan membayar tepat waktu. Sekalipun uang itu hasil saweran bersama.

Nah kira-kira seminggu sebelum jatuh tempo tanggal bulan cicilan kedua, saya jumpa dengan ibu itu di sebuah pertemuan ministry. Tentu saja saya sedikit kagok namun ibu itu tersenyum dan menyapa saya dengan tidak membicarakan masalah uang tersebut. Sehingga orang banyak di sekitar saya pun tidak tahu menahu urusan ini. Saat bubaran pertemuan ministry itu, ibu yang baik hati ini tiba-tiba menghampiri saya dan berkata, saya ingin bicara sebentar dengan kamu! Lalu kami berdua masuk ke sebuah ruangan dan pintunya saya tutup. Saya pasrah saja, seandainya dia mempersoalkan uang yang kami pinjam itu. Lalu ia berkata: ...hati saya digerakkan Tuhan, uang cicilan yang 7 bulan lagi, tidak perlu kalian lanjutkan pembayarannya! Untuk beberapa detik saya terkesima! Setelah sadar, langsung saya tepuk kening saya dan berkata : Aduhhhhh...! Puji Tuhan! Puji Tuhan! Terima kasih, bu. Terima kasih, bu. Tuhan memberkati ibu dan pelayanan ibu. Sembari berkata begitu tanpa sadar saya tepuk pelan pundak ibu itu sebagai ungkapan sukacita saya. Ibu itu hanya tersenyum penuh ketulusan. Ya! Saya harus berkata apa lagi? Kembali sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan, datang menghampiri saya. Terpujilah Tuhan!

Hanya satu kunci jawaban dari hal yang saya alami seperti di atas itu. Tuhan tahu keperluan kita. Bahkan yang sama sekali tidak terpikirkan oleh kita ke depan. Juga Tuhan mau menunjukkan betapa berkuasanya Dia. Betapa dia selalu memiliki rencana yang terbaik untuk kita. DIA tahu isi doa kita yang paling dalam yang tak mampu kita ungkapkan dan kita pikirkan. DIA sangat menghargai seruan kita. Seorang bapak pendeta pernah memberikan ayat Firman Tuhan berikut ini untuk saya renungkan : (I Korintus 2 : 9) Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.