Untuk Kamu Ketika Kamu Tak Mampu Lagi Bersyukur
Oleh: Kenia Oktavianie
Malam itu, di tengah gerimis dan senyapnya malam Jakarta, ketika sebagian orang sedang beristirahat atau menikmati malam minggu yang begitu panjang, kulihat seorang anak kecil yang tidak biasa. Usianya mungkin seumur dengan salah seorang saudaraku yang duduk di bangku kelas 6, ia sedikit kurus, berambut cepak dan menggunakan kaos warna merah.
Aku melihat ada yang berbeda dengan pribadi ini, ketika kulihat senyumnya yang sarat akan semangat hidup dan perjuangan. Dia berjuang, ya dia seorang pejuang, bahkan mungkin pahlawan bagi keluarganya.
Malam itu, ketika seharusnya anak seumuran dengannya sibuk bermain game online, atau menonton televisi dengan keluarganya, ia mengayuh sepeda tuanya. Berjalan dari satu tenda ke tenda lain untuk bertahan hidup. Untuk 2000 ribu rupiah untuk setiap bolu, ia mengayuh sepedanya di tengah gerimis untuk menjajakan kue bolu bagi pengunjung yang datang. Aku hanya membayangkan jika aku berada dalam posisinya, apakah aku sanggup untuk tetap hidup dengan rasa syukur, dan menahan malu menjajakan kue ke setiap orang yang tidak ku kenal, dan tetap tersenyum untuk setiap penolakan??
Malam itu, ketika kebanyakan orang mengeluh atas hidupnya, aku melihat semangat pada sorot matanya, dan terlebih cinta. Cinta yang memampukan dia untuk melakukan sesuatu yang tidak semua orang mau melakukannya. Cinta yang memampukan ia bersyukur ketika ia masih memiliki kesempatan untuk meneruskan hidup keluarganya.
Beberapa hari kemudian, dalam kelas teologi, aku juga begitu tersentuh ketika seorang dosen menceritakan kesaksian seorang ibu di Surabaya. Ibu ini pribadi yang begitu kuat, dan hidupnya sarat dengan ucapan syukur. Suatu hari, ketika ia mendapati anaknya sakit, dan tidak ada sepeser uang pun yang dapat dihasilkan suaminya yang notabene hanya seorang tukang becak, ibu ini berdoa kepada Tuhan untuk meminta pertolongan. Akhirnya ia berusaha mencari pekerjaan di sekitar rumahnya. Ia mendapati sebuah warung nasi dan mencoba melamar pekerjaan di sana. Singkat cerita, ibu ini mendapatkan pekerjaan di sana untuk mencuci piring. Setelah 3 jam mencuci, akhirnya ia pulang dengan membawa uang Rp. 5000 dan dua bungkus nasi warteg sebagai upahnya. Ibu ini bersaksi dengan berlinang air mata untuk apa yang ia dapatkan, ia bersyukur bahwa Tuhan menolong dia dengan luar biasa.
Bagi kamu, apakah hari-hari ini kamu masih hidup dengan ucapan syukur pada mulutmu??
Berapa sering kamu mengeluh untuk makanan yang kurang enak? Keluarga yang bermasalah? Tugas yang begitu menumpuk?? Atau hal yang tidak kamu miliki padahal orang lain miliki??
Sadarkah kita, ketika kita bersungut-sungut atas hidup kita, saat itu juga kita justru memiliki begitu banyak hal.
Hiduplah dengan nyanyian syukur dan ucapan Mazmur bagi Allah kita. Lihatlah apa yang kita miliki, bukan apa yang tidak kita miliki, dan terlebih bersyukurlah untuk seseorang yang mau mati untuk kita, Yesus.
17 November 2010, ketika Tuhan menamparku dan membawaku kembali ke pelukannya..
Kenia Oktavianie
Untuk kamu ketika kamu tak mampu lagi untuk bersyukur