Susanna Wesley

Menjadi seorang ibu tidak gampang, sebab ia harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, selain itu ia juga harus mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik, bertanggung jawab dan takut akan Tuhan.

[block:views=similarterms-block_1]

Zaman sekarang mendidik seorang anak saja sudah cukup merepotkan; apalagi pengaruh teknologi Televisi, Komputer dan Internet serta ditambah dengan pergaulan bebas anak-anak muda. Yang namanya Narkoba sudah tidak asing lagi dikalangan mahasiswa bahkan para siswa yang masih Sekolah Menengah. Itulah sebabnya ibu yang baik harus senantiasa memantau anak-anaknya dan membimbing mereka ke jalan yang benar, jikalau lalai; maka air mata kita selama hidup ini tidak cukup untuk mengembalikan kebahagiaan anak-anak kita.

Sejarah gereja mencatat seorang ibu yang cukup terkenal dan berhasil di dalam mendidik anak-anaknya. Kita akan coba menelusuri latar-belakangnya secara singkat. Nama ibu itu adalah Susanna Wesley. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat kelihatan buah-buah karya rohaninya, baik sebagai pendoa bagi anak-anaknya maupun dukungkan buat pekerjaan pelayanan sang suami. Nama kecilnya Susanna Annesley, lahir tahun 1669. Ia merupakan anak bungsu yang dianggap paling cantik parasnya dan cerdas dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Ia memiliki banyak kemampuan yang sanggup menaklukan para remaja pada zamannya, sehingga mereka menjadi minder. Pada saat remaja saja ia sudah sanggup baca dalam tiga bahasa yang cukup penting yakni bahasa Ibrani (bahasa Perjanjian Lama), bahasa Yunani (bahasa Perjanjian Baru) dan Bahasa Latin (bahasa Alkitab Septuaginta). Dan yang lebih luar biasa dari gadis remaja ini adalah ia mampu beragumentasi secara teologis dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta. Semua ini tentu tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan sang ayah semasa mereka masih kecil dan dukungan dari kakak-kakaknya. Pendeta. Dr. Samuel Annesley selalu mendorong anak-anaknya untuk belajar bebas mengutarakan pendapat dalam segala hal. Kemudian juga ditambah dengan pelajaran bahasa yang diberikan serta didukung dengan koleksi buku-buku perpustakaan pribadi sang ayah yang cukup banyak.

Sistem dan pola pikir yang bebas ini memungkinkan Susanna pindah dari gereja ayahnya dan bergabung di Gereja Anglikan. Kemudian dilanjutkan dengan konsep teologianya yang bertentangan dengan sang ayah yakni Sosianisme yang anti Tritunggal, namun ayahnya sangat menghargai keputusan yang diambil putrinya. Minat belajar dan membacanya sangat luar biasa, sehingga walaupun beliau sebagai isteri pendeta dan ibu rumah tangga masih sanggup melalap buku-buku yang berbau teologia

Samual Wesley demikianlah nama suaminya, seorang mahasiswa teologia yang terkenal memiliki otak yang cemerlang. Pada masa pacarannya dipenuhi dengan banyak waktu untuk berdiskusi masalah-masalah teologia. Setelah masa pacaran mereka berlalu selama tujuh tahun, akhirnya Samuel Wesley membawa Susanna Annesley ke jenjang pernikahan menuju bahtera rumah tangga sebagi isteri seorang pendeta. Peranan Susanna sebagai isteri cukup berpengaruh untuk mengatur roda kehidupan rumah tangganya.

Dalam kehidupan rumah tangga mereka sehari-hari, sehabis makan pagi biasanya diadakan kebaktian keluarga yang berfungsi untuk membangun kerohanian pribadi dan keluarga juga sebagai persiapan memberitakan firman Tuhan pada hari Minggu. Setelah itu Samuel akan mengadakan kunjungan ke jemaat dan pada saat yang luang seperti itu biasanya Susanna mengambil kesempatan untuk membaca selama dua jam terutama tentang hal-hal yang baru. Kebiasaan ini tetap dilakukan sampai waktu sudah mempunyai anak.

Sebagai seorang pendeta di desa kecil Inggris, otomatis mereka menerima gaji yang sangat minim; belum lagi ditambah dengan jumlah anaknya yang cukup banyak yakni sembilan belas orang. Oleh sebab itu sering kali keluarga pendeta Samuel Wesley ini terlibat masalah utang. Seorang tukang daging misalnya pernah mendatangi Susanna untuk menagih hutang yang sudah lama tidak dibayar, namun karena Susanna tidak memiliki uang sedikitpun, maka usaha tukang daging itu pun sia-sia. Di lain pihak Susanna sendiri berusaha sendiri untuk mencukupkan kebutuhan keluarga dengan berladang, memelihara sapi perah, ayam yang menghasilkan telur dan ternyata berkat Tuhan senantiasa cukup, sehingga mereka tidak pernah sampai merasa kelaparan. Masalah hutang-piutang ini bertambah sulit ketika suaminya Samuel dijebloskan ke dalam penjara karena hutangnya yang membeludak. Untuk membebaskan suaminya Susanna terpaksa meminta bantuan dari seorang Uskup Agung.

Sebenarnya sejak muda Susanna sudah merencanakan supaya keluarganya tidak memiliki banyak anak seperti ibunya yang melahirkan dua puluh lima anak, namun kenyataannya ia harus melahirkan sembilan belas orang anak, dan sembilan diantaranya meninggal. Anak sulung Susanna diberi nama seperti nama ayahnya yaitu Samuel, sedang anak keduanya bernama Susanna. Walaupun Susanna sudah begitu tekun mendidik anak-anaknya, tetap saja tidak sempurna. Satu orang anak perempuannya meninggalkan pengajarannya yakni Hetty, ia melarikan diri bersama pacarnya; namun setelah hamil sang pacar meninggalkannya.

Dengan anak yang cukup banyak, ditambah kesulitan ekonomi mereka, maka tidak jarang di dalam keluarga besar ini sering terjadi pertengkaran-pertengkaran. Samuel sebagai kepala rumah tangga selalu berkeinginan mengatur masalah keluarga, namun ketika bertemu dengan isterinya ia senantiasa terbentur; sebab bagi Susanna ia menerapkannya dari sudut pandang firman Tuhan. Memang semenjak kuliah kedua suami-isteri ini mempunyai pandangan teologia yang cukup kuat, sehingga sering terjadi perdebatan-perdebatan yang tak kunjung habis. Samuel yang begitu keras pernah pisah ranjang dengan isterinya hanya gara-gara kesalahpahaman mereka dan Susanna belum meminta maaf.

Sebagai seorang isteri pendeta, sudah banyak suka-duka yang dikecap oleh Susanna. Namun demikian semua itu, tidak pernah mematahkan semangatnya melayani Tuhan. Ketika suaminya pelayanan ke luar kota, ia memakai kesempatan untuk mengumpulkan orang-orang untuk bersekutu dan mengajarkan firman Tuhan. Setiap minggu hampir dua ratus orang yang ikut dalam persekutuan itu. Selain itu di dalam hal mendidik anak, setiap malam sebelum anak-anaknya tidur, Susanna selalu mendoakan mereka satu persatu, baru kemudian ia pergi tidur. Inilah riwayat singkat seorang tokoh wanita sejarah gereja, yang kemudian melahirkan tokoh-tokah gereja, misalnya John Wesley dan Charles Wesley. John pendiri gereja Methodist sedang Charles seorang musisi musik gerejawi yang telah menciptakan ribuan lagu-lagu rohani, yang kita nynyikan di gereja samapai hari ini.

Bagaimana dengan para ibu sekalian? Memasuki milenium yang baru tantangan buat para ibu juga cukup berat. Kita hidup di dunia yang bersaing, bersaing, dan bersaing terus tiada hentinya. Siapa yang lalai pasti akan ketinggalan, karena setiap orang dipacu terus-menerus untuk lebih berprestasi. Lalu bagaiman dengan sang suami yang berpenghasilan pas-pasan, bahkan mungkin kadang-kadang tidak mencukupi? Apakah anda frustrasi? Sementara tetangga sudah pada beli televisi yang baru, mobil yang mewah dan rumah yang mahal, sedangkan anda, untuk kontrakan rumah saja belum terbayar. Sementara itu anak-anak kita juga bersaing terus menerus? Anak-anak jaman sekarang privat lesnya saja begitu banyak macam, dari les bahasa Inggris, Mandarin, Piano, Aritmatika, Tari-tarian dan sebagainya. Sementara anda, mungkin untuk membayar uang sekolah saja sudah cukup berat. Tidak gampang bukan menjadi seorang ibu? Untuk itulah teladan dari ibu Susanna patut kita contoh, ia mendidik anak-anaknya sejak dini mengenal firman Tuhan. Anak-anak yang mengenal firman Tuhan sejak dini. Tidak akan mengkuatirkan orang tua apabila suatu saat mereka akan sekolah di luar daerah ataupun luar Negeri, sebab mereka memanag dibentuk sejak dini takut akan Tuhan. Oleh sebab itu saya yakin bahwa Ibu Susanna tidak pernah merasa kuatir akan kehidupan dan pergaulan anak-anaknya, karena sudah ada firman Tuhan di dalamnya.

Satu lagi yang sangat menyusahkan para orang tua, yang namanya Sabu-Sabu (SS) dan Narkoba sudah merajalela masuk sampai sekolah-sekolah. Kalau anak-anak kita tidak sedini mungkin diajarkan firman Tuhan supaya mereka takut akan Tuhan, maka jangan anda menyesal apabila kemungkinan anak mulai terlibat. Sudah siapkah anda hai para ibu?