Renungan Awal Tahun: Pilihlah
Penulis : Donny A. Wiguna
Ayub 5:6-7 Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi.
JANGAN cepat-cepat mengatakan bahwa Allah menghukum manusia dengan bencana. Seperti kita ketahui, dalam waktu dua bulan terakhir ada bencana yang hebat menimpa Indonesia. Alor digoyang gempa, Nabire digoyang lebih keras, dan Aceh luluh lantak dalam tsunami. Lalu masih ada banjir dan tanah longsor di sana sini, yang sedemikian seringnya sehingga tidak lagi menarik perhatian kita.
Tetapi, jangan cepat-cepat mengatakan bahwa semua ini adalah hukuman Allah. Sebaliknya sadarilah, bahwa inilah bumi di mana manusia tinggal.
Dengan akal budinya, manusia menyelidiki bumi tempat tinggalnya ini dan menemukan bahwa yang disebut daratan adalah lempengan-lempengan yang bergerak di atas batuan cair panas jauh di dalam. Gerakannya perlahan, namun mengandung kekuatan yang amat besar, yang bila terlepas menjadi bencana gempa yang hebat. Tak ada yang aneh dengan gempa, bahkan dengan penelitian yang seksama kadang-kadang suatu peristiwa telah dapat diduga beberapa waktu sebelumnya. Bagi planet bumi, gempa adalah hal yang wajar. Akankah kita mengatakan bahwa gempa adalah hukuman Allah?
Juga jangan cepat-cepat mengatakan bencana banjir dan tanah longsor adalah hukuman Allah. Manusia telah membabat banyak hutan, merusakkan struktur tanah, dan mengikis bagian yang seharusnya dipelihara. Akibatnya, saat hujan datang datanglah juga banjir dan tanah longsor sebagai konsekuensi dari kerusakan yang mereka buat sendiri. Juga ketika manusia menciptakan polusi yang merusakkan atmosfir sehingga terjadi pemanasan global dan perubahan iklim, jangan cepat-cepat bilang ini hukuman Allah bila terjadi angin topan dan badai yang menghancurkan.
Sebaliknya sadarilah, bahwa manusia yang rapuh telah merusakkan tempat tinggalnya sendiri, mendatangkan bencana bagi dirinya sendiri.
Bila kita melihat alam semesta yang luas ini, meneropong jauh ke kedalaman antariksa, mengintip bintang-bintang dan galaksi-galaksi, hingga hari ini belum pernah ada kehidupan yang dapat dijumpai. Dengan seluruh keindahannya, rupanya alam semesta bukanlah tempat yang baik untuk menopang kehidupan yang mampu mengapresiasi keindahan alam. Bintang-bintang menjadi sumber energi yang besar, yang pancarannya mematikan. Planet-planet bukanlah tempat yang mendukung kehidupan, karena atmosfirnya yang penuh badai dan komposisi gas amonia dan metan yang asam. Dan di antara benda-benda langit, ada amat sangat banyak batu-batuan yang melaju dengan kecepatan tinggi, yang kadang menumbuk planet dan menimbulkan goncangan hebat.
Dengan semua keadaan itu, tidakkah kita heran bahwa ada kehidupan di atas planet bumi?
Planet ini ukurannya tidak terlalu besar, sehingga gravitasinya tidak memberatkan. Tapi juga tidak terlalu kecil, sehingga gravitasinya masih tetap dapat menahan segala hal diatasnya. Bumi mengorbit pada matahari yang sedang, bukan matahari putih yang amat panas atau matahari merah yang tua dan besar, melainkan matahari kuning yang stabil. Jarak orbitnya sedemikian tepat, sehingga tidak terlalu panas seperti planet Venus atau terlalu dingin seperti planet Mars. Pada bumi juga ada atmosfir dengan komposisi nitrogen-oksigen-karbondioksida yang tidak korosif serta menjadi penyaring sinar matahari sehingga suhu di permukaan bumi tidak terlalu panas atau dingin. Keadaan ini juga mendukung keberadaan air serta siklus air yang menghidupkan. Daratannya juga mengandung komposisi yang kaya, yang menjadi sumber bagi segala kehidupan. Dan gempa serta gerakan bumi pun tidak terlalu sering, sehingga kehidupan dapat berlangsung.
Pernahkah terpikir, bahwa ada begitu banyak hal yang tersedia di bumi sehingga ada kehidupan di atasnya? Dari antariksa hingga susunan sel, manusia dapat melihat pekerjaan Allah yang luar biasa untuk memberikan kehidupan. Tangan Allah yang memelihara hingga kehidupan bisa berlangsung sejahtera. Sadarkah bahwa semua ini adalah kebaikan Allah? Bahkan bagi mereka yang jahat pun, Allah memberikan kebaikan-Nya seperti dikatakan oleh Tuhan Yesus, "Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Mat 5:45) Jadi, Allah sendiri telah mengasihi dan memelihara dunia, sehingga manusia masih bisa hidup di atasnya.
Tetapi, manusia telah berdosa kepada Allah. Sudah mati di hadapan Allah. Adakah manusia dapat menuntut bahwa Allah harus terus memelihara ciptaan yang telah memberontak, yang telah merusakkan sendiri gambaran kudus yang dimilikinya? Dapatkah manusia beranggapan, bahwa Allah tidak boleh murka atas kesalahan manusia dan harus terus menjaga kehidupan yang penuh cacat cela?
Manusia justru hidup semakin menjauh dari Allah. Kehidupan manusia tidak lagi memikirkan Allah, menganggap-Nya telah mati dari segala urusan dunia. Kejahatan manusia semakin bebas dan terbuka, semakin tidak tahu malu sampai-sampai tidak lagi mempunyai kemaluan (yang tersisa hanyalah alat kelamin untuk berkelamin seperti kelinci). Juga kebuasannya menjadi semakin hebat, sehingga dengan sadar membinasakan anaknya sendiri dalam berjuta-juta tindakan aborsi yang dilakukan tiap tahun. Dan keberadaan Tuhan tidak lagi bermakna, karena para ahli (yang mengaku) teologia yang menyatakan bahwa Allah hanyalah hasil imajinasi dan kebijaksanaan manusia. Juga tak ada lagi Kitab (yang) Suci alias Alkitab adalah Firman Allah, karena yang tertulis di dalamnya dikatakan sama sekali bukan Firman Allah melainkan tulisan orang yang beriman dan berdongeng tentang imannya.
Jika sedemikian rupa manusia hendak mengenyahkan Allah dari kehidupannya, salahkah bila Allah membiarkan mereka ada dalam kegelapannya? Jika mereka tidak bersedia percaya, tidakkah Tuhan Yesus sendiri telah menyatakan hukumannya? Seperti yang Yesus katakan, "Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat." (Yoh 3:18-19). Inilah hukuman itu: manusia lebih menyukai kegelapan.
Itu berarti, Allah tidak lagi memelihara. Allah berpangku tangan, membiarkan manusia berdosa merusakkan alam. Allah berdiam diri, tidak menahan-nahan alam bergerak sesuai dengan kewajarannya, memenuhi kutuk atas bumi karena dosa manusia, seperti yang telah dinyatakan-Nya kepada Adam, "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." (Kej 3:17-19).
Apa yang masih ada di atas bumi ini, yang padanya manusia dapat berharap? Semua orang di atas bumi yang tua ini akan kembali menjadi debu, entah dengan cara yang mengenaskan seperti di dalam bencana hebat atau dengan cara tidur tenteram di atas ranjang di tengah keluarga. Lalu apa yang dapat dibawa oleh manusia?
Tuhan sudah menyediakan diri-Nya sebagai jalan kehidupan, satu-satunya jalan untuk sampai kepada Bapa di Surga. Kehidupan di bumi ini pasti terhenti, tetapi Ia menyediakan kehidupan lain bersama-Nya, hidup kekal yang mulia dalam Tuhan. Jangan cepat-cepat mengatakan bahwa Allah menghukum dunia, karena saat ini Ia masih bersabar agar semua orang berkesempatan untuk bertobat dan mengaku percaya serta memperoleh hidup kekal yang disediakan-Nya. Allah tidak menghukum; yang Ia lakukan hanyalah tidak lagi menjaga dan memelihara karena manusia sendiri sudah menolak-Nya, menolak Anak-Nya yang Tunggal sebagai Tuhan dan Raja. Mereka yang tidak percaya berada dalam kegelapan; dan bencana itu adalah wujud kegelapan, dalam bentuk yang paling gelap menakutkan. Tetapi itu belum menjadi hukuman Allah.
Pada hari-Nya, Allah menghentikan kesempatan yang diberikan. Pada saat itu, Allah menyatakan murka-Nya atas dosa. Dan saat itu mengerikan, sungguh menakutkan, karena yang dihadapi bukan lagi bencana alam yang sewajarnya, melainkan tangan Allah yang teracung melawan manusia. Pada hari hukuman itu tiba, bukan bencana tsunami yang menghantam dan memusnahkan, melainkan kuasa ilahi yang tiada tara. Jika baru bencana tsunami saja sudah begitu mengerikan, kengerian hukuman dari Allah sungguh tidak terbayangkan.
Dan ini menjadi renungan di awal tahun: seperti apa kita hendak menjalani tahun ini? Kita telah memiliki Firman Allah, yang menubuatkan kengerian akhir jaman. Kita pun dapat melihat berbagai-bagai tanda-tanda jaman, tanda dekatnya kedatangan Tuhan Memang kita tidak mengetahui kapan persisnya Tuhan hadir kembali, tetapi kita tahu bahwa Ia pasti datang dan dapat membaca bahwa waktu-Nya sudah dekat. Sudah sepantasnya di awal tahun ini kita memikirkan kembali apa yang menjadi keyakinan dan keputusan kita. Sama seperti Yosua di hadapan Israel, di hari-hari awal mereka hidup di Tanah Perjanjian itu saat ia menyatakan segala karya Allah, berkat dan kutuk-Nya, bagi kita pun di awal tahun ini tantangan Yosua seperti terulang kembali:
Yos 24:14-15 Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!
Apa jawab kita?