Anak Beruang yang Penakut
Oleh: Yon Maryono
Ada tampilan Youtube tentang perilaku seekor anak beruang yang lucu karena ekspresi ketakutannya. Terdengar para pemirsanya tertawa karena menyaksikan anak beruang terguling-guling, menghindar, berlari di pojok sangkarnya setiap melihat bayangan dirinya. Saya pun ikut tersenyum melihatnya, tidak hanya perilaku ketakutannya, tetapi juga keheranan karena anak beruang itu takut dengan bayangannya sendiri. Bayangan yang selalu menempel dan seolah-olah mengejar di mana sang beruang kecil itu berada. Yah, anak beruang itu instingnya belum terlatih sehingga kurang peka bahwa induknya siap menjaga dan selalu berada di sampingnya.
Akhirnya, saya pun mentertawakan diri sendiri, karena saya sebagai orang percaya mengaku sebagai anak-anak Allah (bdk. 1 Yoh 3:1), tetapi kenyataannya selalu dihantui perasaan kuatir, gelisah, cemas dan perasaan takut menghadapi pergumulan hidup. Mengaku sebagai anak Allah, tetapi tidak sadar Bapa selalu dekat dengan kita. Mengaku sebagai anak Allah tetapi tidak sepenuhnya tunduk dengan aturan Bapanya. Mengaku sebagai anak Allah tetapi tidak menyadari warisan yang tidak bernilai di sorga, tetapi masih bergelimang di lumpur dosa. Mengaku sebagai anak-anak Allah, yang sering kita nyatakan bahwa Dialah sumber dan jalan keluar bagi semua masalah, ternyata kita hidup dalam alam retorika karena antara apa yang di kata bibir dan isi hati jauh berbeda. Saya baru sadar, saya sudah di Baptis, saya sudah mengakui Iman Percaya kepada Yesus, saya "mengaku" sudah hidup baru tetapi tidak mengerti bahwa hidup baru itu baru dapat dimulai bukan dari baptisan, bukan dari pengakuan di mulut tetapi hidup baru itu baru dimulai dari kematian. Kita lupa, ajaran Kristus yang paradoksal : lahir baru itu timbul dari kematian. Anda boleh klaim lahir secara phisik pada saat lahir di bumi, tetapi lahir baru dimulai dengan kematian. Selama kita belum merasakan mati bersama Kristus, menyalibkan kemauan daging kita, dan mengenakan manusia baru yang roh dan pikiran kita sudah diperbaharui menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya (bdk Ef 4:23-32) maka di baptis dengan cara selam atau percik pun tidak ada artinya.
Kondisi orang percaya yang gelisah, takut dalam ungkapan Pemazmur telah diingatkan: Mengapa engkau tertekan hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam jiwaku? Berharaplah kepada Allah (Mazmur 42:12). Dalam Mazmur ini tersirat bahwa manusia yang selalu kuatir dalam kehidupannya adalah manusia yang ragu berharap kepada Allah. Iman yang bercampur dengan keraguan memberikan celah bagi iblis masuk di dalamnya. Jadi, bila orang percaya ketakutan maka iblis tertawa. Iblis akan membiarkan orang ini masuk Gereja setiap minggu bahkan ikut dalam setiap kegiatan Gereja. Iblis membiarkan orang ini berdoa. Si Iblis mengetahui, mereka yang mengaku anak Allah, adalah orang peragu terhadap kekuasaan-Nya, sehingga tidak mungkin memunyai kuasa atau kemampuan mengusirnya. Mungkin si Iblis juga bergumam: Kasihan... deh lu.