Berapa Nilainya Jiwa Anda?

Oleh: Mang Ucup

Cobalah renungkan oleh akal sehat anda, apakah anda bersedia sekedar hanya untuk melindungi dua ekor ayam, tetapi dilain pihak harus mengorbankan ribuan ekor ayam-ayam lainnya. Secara itung-itungan matematika ini sudah tidak logis dan tidak masuk diakal, tetapi hal inilah yang terjadi dan dilakukan oleh pihak Israel. Israel ingin melindungi dua jiwa warganya untuk ini mereka tanpa ragu-ragu bersedia mengorbankan ribuan jiwa lainnya dalam perang Libanon. Kebalikannya ketika jaman Hitler jiwa orang Yahudi itu tidak bernilai sama sekali, bahkan jutaan jiwa mereka diambil dengan cara begitu saja seperti layaknya membabat rumput.

[block:views=similarterms-block_1]

Begitu juga untuk hilangnya satu jiwa tentara Amerika entah itu di Vietnam,Irak ataupun Afganistan mereka akan menagih puluhan sampai ribuan jiwa lain sebagai penggantinya. Oleh sebab itulah apakah salah apabila saya mengambil kesimpulan seakan-akan jiwa dari orang Amerika atau Israel itu ada jauh lebih berharga daripada jiwa-jiwa manusia lainnya? Rupanya dimata mereka itu, kalau dibandingkan dengan jiwa bangsa lainnya, tidak ada nilainya, sama seperti juga jiwa nyamuk atau laler begitu.

Jiwa siapa yang lebih bernilai jiwanya Amrozi ataukah jiwanya Tibo. Jiwanya Paus ataukah jiwanya Osama bin Laden. Kalau dilihat dari segi nilai uangnya, maka jiwanya Osama Bin Laden jauh lebih bernilai, buktinya Amerika bersedia untuk membayar puluhan juta AS Dollar untuk mendapatkan jiwanya dari Osama bin Laden.

Seperti juga pepatah: "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya atau lain negara lain pula nilai jiwanya." Lihat saja di Indonesia sekarang ini jiwa rakyatnya itu hampir tidak ada nilainya, sebab dalam kebanyakan kasus nilai jiwa rakyat Indonesia itu dianggap hanya sekedar angka atau nomor saja. Entah rakyatnya meninggal ratusan atau ribuan pemerintah tidak pernah mau gubris atau ambil pusing, misalnya dalam kasus Lapindo maupun dalam kasus-kasus pencemaran lingkungan lainnya. Mereka lebih mementingkan jiwa dari seorang menteri atau konglomerat daripada puluh ribu jiwa rakyatnya.

Bagaimana caranya menilai jiwa seseorang? Jelas jiwa wong cilik itu nilainya sangat murah sekali, masalahnya mana yang mau mengeluarkan uang puluhan sampai ratusan juta khusus untuk melindungi atau mempertahan jiwa dari wong cilik. Beda dengan jiwa dari pejabat ataupun para wong sugih. Lihat saja jiwa Soeharto berapapun biayanya mereka akan usahakan; agar tetap bisa dipertahankan terus.

Ketika Ibu Tien jiwanya melayang, seluruh rakyat Indonesia berkabung selama tujuh hari tujuh malam, apakah hal yang sama akan terjadi apabila Soeharto meninggal belum tentu?

Apakah jiwa seorang itu dinilai berdasarkan status, jabatan maupun kekayaan dari si pemilik jiwa? Saya yakin demikian, sebab berapa banyak dana, waktu maupun personal yang disediakan untuk melindungi jiwanya dari President Bush, beda dengan jiwanya mang Ucup yang nilainya tidak lebih daripada nilainya jiwa si Bleki anjing tetangga, kojor tidak kojor ya podo wae begitu.

Menurut segi pandangan agama jiwa setiap orang itu sangat berharga dipandangan Sang Pencipta, tetapi kebalikannya apabila jiwa manusia itu begitu berharga, kenapa Ia mengirim bencana alam untuk mencabut jutaan jiwa umat-Nya?

Setiap orang dapat menentukan nilai jiwanya melalui usuransi jiwa. Siapa saja berhak dan boleh menilai, bahwa jiwanya itu jauh lebih tinggi maupun lebih berharga daripada jiwa yang lain. Hanya sayangnya satu kenyataan pahit yang kita harus terima entah itu si Bush atau si Ucup jiwa kita itu tidak bernilai sama sekali, karena pada suatu saat akan ia akan pergi menghilang wuuu.usss-Gone with the wind en never kam bek, alias minggat buron begitu saja meninggalkan jasad kita.

Kita tidak akan bisa menilai jiwa kita, sebab jiwa ini bukannya milik kita, melainkan hanya sekedar pinjaman saja dari sang Pencipta

Pada saat jiwa anda meninggalkan tubuh anda, anda ini tidak akan ada nilainya lagi; selain "seonggok daging". Tubuh anda yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, ia akan dimandikan untuk terakhir kalinya. Segera setelah anda dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat tersebut. Manusia yang tadinya wong cantik, wong pinter, wong kaya akhirnya menjadi "seonggokkan daging busuk dan tulang" yang tak dapat dikenali lagi. Ia akan mengalami akhir yang menjijikkan. Itulah nilainya diri anda dan saya.

Banyak orang yang ngotot pada saat jiwanya mo diambil oleh Sang Pemiliki,kita ngambek, bahkan berusaha dengan berbagai macam cara untuk mempertahankannya, entah melelalui dukun, mukjizat ataupun pergi ke spesialist yang paling canggih di luar negeri. Ini sama seperti kalau kita pinjam buku dari taman bacaan, pada saat waktunya sudah usai maka wajarlah kalau ditagih oleh sipemilik. Kalau tidak mau mengembalikannya dengan alasan apapun juga otomatis kita harus bayar bute. Begitu juga dengan jiwa kita, kalau kita tidak mau mengembalikannya, mungkin kita akan dikenakan sangsi, dimana badan kita jadi lumpuh, alias mati tidak hidup pun tidak.

Apakah anda mempunyai pandangan beda dari mang Ucup ?