Menyikapi Pengaruh Negatif Sebuah Jaman
Oleh:Renida Ambarita
Perkembangan zaman yang semakin pesat dan serba modern seperti sekarang tentunya banyak memengaruhi perilaku manusia di era globalisasi ini. Dunia sudah berubah, itu kalimat yang sangat sering kita dengar. Perubahan terjadi dalam segala aspek kehidupan yang sangat kompleks ini. Cara berpikir, cara berperilaku, cara berpenampilan (baik itu busana, kendaraan pribadi maupun rumah pribadi), cara memilih makanan sampai hal-hal yang paling sederhana yaitu cara berbicara. Termasuk juga motivasi dari setiap individu, semua sudah berubah.
Manusia sudah terbiasa dengan arus global yang tanpa batas dan hampir tidak bisa dibendung lagi. Tanpa kita sadari perlahan-lahan sudah menuntun semua pola hidup manusia yang saya sebutkan tadi. Manusia hampir tidak mau lagi menerima sebuah koreksi positif ataupun sesuatu yang sifatnya mengatur atau mendisiplin diri. Karena tentunya akan membatasi semua keinginan dan kehendak bebas yang pada dasarnya ada dalam diri setiap manusia secara individu. Kemajuan teknologi lebih mendominasi untuk mengatur ataupun mengarahkan dalam bersikap. Dan tidak jarang kita mendengar kalimat-kalimat yang mengatakan “Ah, ini 'kan sudah ketinggalan zaman, sudah tidak berlaku lagi, sekarang 'kan sudah zaman modern” dan lain sebagainya. Tidak ada yang salah dengan kemajuan teknologi tentunya, dan saya percaya semuanya diciptakan untuk kepentingan dan kemudahan kita manusia. Namun bagaimana caranya agar pengaruh negatif dari perubahan zaman tidak menjadi alat yang dipakai si jahat sehingga manusia boleh dikatakan menjadi korban dari perubahan zaman tersebut. Karena selain orang-orang dewasa, yang paling ironisnya dampak dari semua ini adalah para remaja dan anak-anak. Tentunya peran orang tualah sebagai orang yang paling bertanggung jawab untuk membentuk seorang anak, selain lingkungan tentunya. Karena keluarga adalah kelompok kecil namun menjadi tolak ukur dan kunci kekuatan sebuah negara. Dari keluargalah akan lahir generasi-generasi yang kuat atau sebaliknya generasi-generasi yang lemah yang kelak akan menjadi penerus bangsa ini.
Hampir tidak ada lagi aturan-aturan lisan yang sifatnya mengikat dalam hal positif yang bisa mengerem perbuatan-perbuatan negatif dalam konteks kecil ataupun besar. Sudah tidak ada lagi kata tabu atau malu di zaman modern sekarang ini. Sehingga sesuatu yang jahat di mata TUHAN sudah menjadi sesuatu yang sangat biasa untuk dilakukan. Banyak konsep berpikir yang awalnya kita tahu sesuatu itu salah tapi karena berulang-ulang dan sering dilakukan akhirnya menjadi sebuah kebenaran. Hati nurani manusia seringkali dikalahkan oleh banyaknya alasan-alasan penuh pertimbangan untuk kompromi dan toleransi dengan kata dosa. Banyak pembenaran-pembenaran yang kita lakukan. Tidak berani mengatakan sesuatu yang salah kepada orang lain, mungkin dengan alasan, “tidak enak, takut menyinggung perasaan orang tersebut, atau dengan ungkapan itukan urusan pribadi masing-masing, atau pendapat lain lagi bahwa semua manusiakan tidak ada yang sempurna”. Semua ini bisa tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari dalam pemerintahan, di dunia pekerjaan, di dunia usaha, di sekolah, di keluarga maupun dalam hubungan sosial lainnya. Demikian juga ketika undang-undang sebagai aturan tertulis kadangkala dilanggar oleh si pelaku kejahatan seperti koruptor, pezina, pembunuh, perampok dan lain sebagainya, si pelaku kejahatan yang harusnya mendapat hukuman atas perbuatannya bisa begitu leluasa bebas tanpa merasa bersalah dan merasa terhukum. Di manakah sebuah kebenaran diletakkan, apakah kebenaran bisa ditawar atau diperjual belikan?
Bukankah hal ini akan memberi dampak negatif bagi generasi berikutnya, ketika mereka melihat para orang tua yang dalam posisi apapun yang harusnya menjadi panutan boleh melakukan kesalahan yang disengaja dan tidak mendapat hukuman apa-apa.
Tatanan hidup manusia sudah sangat berubah. Dibutuhkan figur-figur yang tegas dan yang hidup benar yang memiliki otoritas dan yang peduli berfungsi menegakkan sebuah kebenaran. Pemimpin yang tegas dalam sebuah negara, seorang hamba TUHAN yang tegas dalam sebuah gereja, seorang pemimpin yang tegas dan benar dalam sebuah perusahaan, seorang guru yang tegas di sekolah dan seorang ayah yang tegas dalam sebuah keluarga. Faktor-faktor yang sangat berperan penting dalam memengaruhi pola hidup manusia salah satunya adalah kemajuan-kemajuan teknologi yang menyuguhkan informasi-informasi secara visual. Ini bisa didapatkan dari televisi maupun internet.
Televisi adalah media yang paling murah karena boleh dibilang benda yang satu ini hampir dimiliki oleh seluruh keluarga yang ada di pelosok tanah air kita. Sebagai orang tua, sadar atau tidak sadar perilaku anak-anak dan para remaja bahkan orang tua sendiri dibentuk oleh produk-produk yang disajikan oleh televisi. Dari cara berpakaian, motivasi hidup, cara berbicara, cara berpikir, cara mendapatkan sesuatu yang serba instan, bahkan cara memilih makananpun, semuanya dibentuk oleh suguhan-suguhan yang ada di televisi kita. Televisi ibarat sebuah cermin kehidupan. Banyak tayangan yang tidak mendidik, tapi justru mengubah perilaku anak ataupun orang dewasa ingin menjadi seperti para pemeran yang ada di televisi. Salah satunya sinetron yang selalu ingin menampilkan dan menyajikan mimpi-mimpi sebuah kehidupan yang serba gemerlap dan bergelimang harta, rumah mewah, mobil mewah, perhiasan yang berkilauan sampai busana-busana yang bermerek dan berkelas. Tanpa kita sadari tontonan-tontonan ini telah menggiring pikiran kita, yang lama-kelamaan akan membentuk semua pola hidup manusia. Manusia seakan-akan dituntun untuk memenuhi kebutuhan akan rasa puas dalam memiliki sejumlah materi yang disajikan oleh televisi. Lihat saja pengaruh ini begitu besar membentuk pola pikir para remaja putri yang ingin hidup dengan gaya yang serba gemerlap dengan cara yang singkat dan terlarang. Mereka tidak malu lagi bahkan sudah tidak dianggap sebagai dosa ketika mereka tidak segan-segan menjual diri mereka kepada laki-laki hidung belang untuk mendapatkan uang yang cepat dan banyak, karena orang tua mereka bukanlah orang tua yang cukup mampu untuk memenuhi semua kebutuhan mereka. Studi dengan prestasi yang memuaskan bukan lagi sesuatu yang perlu dikejar ataupun diraih dan tidak memiliki nilai lagi, karena untuk mendapatkannya perlu kerja keras dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Gaya hidup orang dewasa tidak mau kalah glamornya, oleh tuntutan kehidupan yang serba kompleks ini, betapa mudahnya seseorang mencuri uang yang bukan miliknya dengan cara korupsi di pemerintahan maupun di perusahaan tempat bekerja dengan cara-cara yang mungkin bagi sebagian orang itu sah-sah saja. Toh tidak merugikan perusahaan atau yang jelas-jelas merugikan sekalipun asal tidak ketahuan. Sesuatu hanya ingin dicapai dengan waktu yang relatif singkat dan tanpa sebuah pengorbanan. Belum lagi pengaruh brutal yang diperankan dalam adegan perkelahian dalam tayangan-tayangan film-film action oleh seorang jagoan yang ingin menunjukkan kehebatannya, atau adegan kekerasan dalam sinetron antara seorang majikan terhadap pembantunya. Pengaruh ini dalam kehidupan nyata mampu mengubah perilaku seorang anak yang sangat belia yang masih sangat polos dengan tanpa belas kasihan tega menghabisi nyawa seorang teman bermainnya. Atau kasus-kasus perkelahian tawuran antar sekolah yang membawa begitu banyak korban jiwa. Dan banyak lagi kasus-kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak, seorang remaja maupun orang dewasa dengan motif yang beragam.
Orang dewasa bisa begitu tega membunuh orang yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya hanya karena sakit hati dan cemburu atau juga karena motivasi uang. Seorang ayah tanpa belas kasihan bisa menghabisi nyawa darah dagingnya sendiri, dan lain sebagainya. Sangat menyedihkan memang. Termasuk juga cara berpakaian para artis ataupun para pemeran televisi lainnya atau para wanita di luar itu, yang semakin hari semakin memilukan akibat kurangnya bahan. Juga dengan pakaian-pakaian yang serba ketat dan minim yang ingin menonjolkan lekukan-lekukan tubuhnya. Yang kapan saja bisa menggoda lawan jenis untuk berpikir negatif. Anak-anak balita laki-laki sudah terbiasa melihat bagian-bagian tubuh tertentu yang sangat pribadi dari seorang wanita yang harusnya ditutupi ini, tapi mereka bisa melihatnya dengan bebas dari tontonan di televisi tanpa ada pendampingan ataupun larangan dari orang tua mereka. Yang akhirnya secara usia, mereka belum mengerti apa itu seks, tapi perkembangan zaman memaksa mereka untuk menerima makanan keras yang seharusnya mereka bisa kunyah dan cerna setelah mereka dewasa nanti. Sangat ironis, karena banyak pemeran televisi ini yang justru menyebut dirinya adalah orang-orang Kristen dan percaya KRISTUS dan diperkuat lagi dengan tambahan asesoris kalung salib di dadanya. Bagaimana kita bisa jadi saksi KRISTUS, apakah TUHAN kita adalah TUHANnya orang-orang yang berpakaian tidak sopan? Tapi ketika kita melihat lagi mengapa banyak wanita dari agama yang non Kristen bisa berpakaian lebih santun. Apakah TUHAN tidak dipermalukan dalam hal ini? Akibatnya seorang dewasa, mudah sekali jatuh dalam dosa perzinaan dengan hidup sebagai layaknya pasangan suami istri dengan orang yang bukan pasangannya. Atau banyak dari kaum hawa yang akhirnya menjadi korban pemerkosaan dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Serta banyak lagi dosa-dosa seks lainnya.
Selain televisi, internet adalah salah satu media penyampai informasi visual paling cepat dan murah. Informasi ini begitu cepatnya sehingga sesuatu yang terjadi di belahan dunia lainnya dengan sekejap mata kita dapat mengetahuinya. Tidak dibutuhkan biaya yang cukup mahal, karena uang saku seorang anak SD sudah cukup untuk mendapatkan semua informasi yang kita inginkan. Akibatnya kejahatan seksual merajalela di mana-mana, baik itu dilakukan oleh anak kecil maupun orang dewasa. Dari hasil survei dari beberapa sumber yang saya dapatkan, anak laki-laki yang masih duduk di bangku SD sudah sering melihat foto-foto wanita tanpa busana, begitu juga dengan para remaja yang masih duduk di bangku SMP, 80% dari jumlah mereka sudah terbiasa melakukan hubungan terlarang dan akhirnya melakukan aborsi. Masih dari hasil survei, diperkiraan dari jumlah pria dewasa, 70% diantaranya sudah sering mengakses internet yang berbau pornografi dan rata-rata dari mereka hidup dalam dosa perselingkuhan. Termasuk masalah kekerasan seksual, hampir tidak bisa dihitung lagi, berapa banyak kekerasan seksual yang terjadi di negara kita ini, baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun para remaja dan anak-anak, sangat memprihatinkan. Akibat semua ini moralitas bangsa kita lambat laun akan menuju sebuah kehancuran. Tapi sayangnya semua berjalan tanpa ada upaya untuk menanggulanginya, seakan-akan hal itu menjadi sesuatu yang wajar dan biasa saja. Mata dan telinga rohani kita sudah tidak peka dan tidak peduli lagi untuk membedakan sesuatu yang benar dan yang salah. Ini yang disebut dengan dosa pembiaran. Atau pendapat lain mengatakan bahwa itu bukanlah menjadi kewajiban kita untuk menyelesaikannya. Semua pihak saling melempar tanggung jawab. Sudah seharusnya kita peduli dan bersama-sama memberantas semua kejahatan yang ada.
Dimulai dari keluarga di mana orang tua harus memberikan contoh yang baik, juga memberi batasan-batasan, menjelaskan apa yang perlu atau boleh ditonton dan apa yang tidak perlu atau tidak boleh ditonton dengan tegas dan benar. Lebih sulit bagi kita kelak untuk membersihkan sesuatu yang sudah terlanjur menempel dan mengotori pikiran anak-anak kita, daripada membatasi dengan memberi pengertian serta pemahaman kepada mereka sejak dini mengapa dan untuk apa kita harus bijaksana memilih tayangan-tayangan yang bermanfaat bagi kita. Dan anak-anak bisa diarahkan dengan memberi kegiatan-kegiatan positif yang bisa membangun kreatifitas mereka, seperti olah raga sambil bermain, membaca buku-buku yang mendidik, bermain musik, bermain sembari belajar memasak dan lain sebagainya. Demikian juga pemerintah harus membuat suatu aturan yang harus dijalankan, apa dan bagaimana sebaiknya televisi harus menjadi sebuah media yang ikut berperan dalam membangun bangsa dan generasi mudanya, bukan malah ikut-ikutan menghancurkan generasi ini. Pemerintah juga harus memblokir setiap akses-akses yang berbau pornografi dan kekerasan. Di pemerintahan ini sangat sedikit para pemimpin bangsa kita yang memiliki ketegasan dalam hal aturan,. Sebut saja Bapak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (Wakil Gubernur DKI Jakarta) dan Ibu Risma (Walikota Surabaya) serta beberapa orang lainnya. Ketika mereka ingin menegakkan sebuah kebenaran, tidak sedikit yang menganggap mereka sebagai pemimpin yang arogan dan tidak disenangi karena sikap mereka yang cenderung marah kalau melihat sesuatu yang salah, padahal pemimpin seperti inilah yang justru bisa mengubah perilaku dan kebiasaan negatif dalam sebuah masyarakat. Kita sudah terbiasa dengan pola hidup “asal orang lain senang, yang penting aman dan nyaman, sama-sama enak”. Marah bukanlah sebuah dosa. Yang disebut dosa adalah menjadi seorang pemarah yang diikuti dengan tindakan-tindakan kejahatan. TUHAN YESUS saja pernah marah ketika Bait SuciNYA dijadikan tempat berdagang dan sarang penyamun, yang akhirnya DIA menjungkir balikkan barang-barang yang ada di sana (Lukas 19:45, dan Markus 11:15). Justru sebaliknya saat kita melihat sesuatu yang salah dan membiarkannya serta cenderung memeliharanya itu sama saja kita berbuat dosa. TUHAN YESUS juga sering menghardik orang-orang Farisi dan Ahli Taurat serta orang-orang Saduki yang bersikap munafik di hadapanNYA.
Dalam sebuah keluarga zaman sekarang, orang tua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya melakukan kesalahan yang dimulai dari hal-hal kecil. Seperti contoh, pembenaran dengan kata-kata “diakan masih anak-anak, belum tahu apa-apa, nanti juga kalau sudah besar pasti berubah.” Pendidikan anak sejak dini itulah yang akan menentukan karakternya dewasa nanti. Sama seperti ketika masih dalam kandungan, seorang anak akan lahir sehat, pintar dan sempurna ditentukan pada saat si bayi dalam kandungan, bahkan disebutkan jaringan otaknya dibentuk ketika bayi masih dalam kandungan ibunya. Bukankah karena alasan itu seorang ibu akan memberi asupan gizi yang terbaik kepada janin yang ada dalam kandungannya lewat apa yang seorang ibu makan dan minum. Ia akan memilih makanan-makanan yang terbaik dan bukan itu saja bahkan cara berbicara, cara bersikap seorang ibu yang sedang mengandung akan memengaruhi pertumbuhan bayi dalam kandungannya. Padahal makhluk yang ada dalam rahimnya belum tahu apa-apa, lahir saja belum. Lalu bagaimana dengan anak yang sudah lahir di dunia ini dengan panca indera yang sudah lengkap yang TUHAN berikan yang siap menyerap apa saja yang dia lihat dan dengar, sehingga secara otomatis otaknya sebagai mesin penyimpan data akan merekam semua peristiwa-peristiwa yang dia dengar dan lihat baik itu hal-hal buruk maupun hal-hal yang benar. Apakah kita masih berani berkata bahwa dia cuma seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa? Coba kita bayangkan.
Sangat dibutuhkan pendidikan yang tegas dan benar dari orang tua. Anak-anak zaman sekarang hampir tidak memiliki rasa hormat lagi kepada kedua orang tua maupun orang yang dituakan. Anak-anak sudah tidak lagi melihat figur yang tegas dalam diri kedua orang tuanya. Dan orang tua sudah kehilangan figur yang berwibawa yang disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Berbeda dengan orang tua yang hidup pada zaman era 70-80an, figur seorang ayah begitu disegani. Setiap aturan bisa ditegakkan dan seorang anak bisa melakukan sesuatu tanpa sebuah paksaan namun sangat ikhlas . Aturan berjalan dengan konsep yang dibangun atas hubungan yang formal namun keduanya bisa saling memahami. Sementara aturan yang dibuat saat ini sangat berbeda, seorang anak menganggap aturan itu akan mengekang dan cenderung dianggap sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak. Pola pikir anak menjadi rancu, anak merasa dibela haknya ketika orang tua dianggap melakukan kdrt. Ketegasan aturan yang dimaksud bukanlah ketegasan dengan hukuman berupa pukulan-pukulan yang sampai menciderai ataupun menyakiti anak, tapi lebih kepada aturan-aturan yang dibuat dan disepakati bersama yang sifatnya mengikat dan jika tidak dilakukan akan diberi sanksi ringan, yang tujuannya tidak lebih untuk mengatur dan mendisplin si anak agar terbiasa hidup dalam jalur yang benar. Anak perlu diberi penjelasan mengapa sebuah aturan dibuat, dan mengapa harus hidup dalam sebuah aturan yang benar, sehingga hal itu dapat dijalankan dengan kerelaan. Karena kalau kondisi ini dipelihara terus-menerus, lalu generasi seperti apa yang akan muncul 10-20 bahkan 30 tahun ke depan?
Sejak TUHAN menciptakan Adam dan Hawa, TUHAN memberikan kebebasan kepada manusia untuk memakan semua buah yang ada dalam taman, namun melarang salah satu dari pohon yang ada untuk dimakan buahnya. Pada prinsipnya TUHAN sudah memberi aturan main dalam hidup ini. Kamu boleh makan yang ini dan tidak boleh makan yang itu. Kamu boleh melakukan yang ini dan sebaliknya tidak boleh melakukan yang itu. Dan TUHAN memberitahu kepada manusia pada waktu itu, jika kamu melanggar aturan, maka konsekuensinya manusia akan mati. Mati artinya jatuh dalam dosa dan dihukum (Kejadian 2: 16-17). Ada dua pilihan dalam hidup, dan manusia punya kehendak bebas untuk memilih salah satu dari keduanya. Artinya, hidup benar atau hidup dalam dosa adalah sebuah pilihan dan tentunya dengan konsekuensi masing-masing.
TUHAN sangatlah baik, ketika manusia jatuh dalam dosa dan dihukum akibat ketidaktaatannya, DIA masih memberi solusi yang terakhir agar manusia bisa keluar dari lumpur dosa itu. BAPA mengutus PUTRANYA dengan memberi nyawa ANAKNYA untuk menebus dan mengangkat kita keluar dari kutuk dosa. Dengan percaya kepadaNYA dan berbalik kepada jalanNYA artinya berhenti berbuat dosa, maka kita akan diselamatkan dan masuk dalam KerajaanNYA yang kekal. Namun masih banyak manusia yang tidak peduli dengan panggilanNYA dan mengeraskan hati, atau masih ada saja yang sudah percaya kepadaNYA tapi masih senang bermain-main dengan dosanya. Sebagai anak TUHAN yang sudah tahu kebenaran, kita harus berani untuk mengatakan tidak kepada dosa dan iya kepada kebenaran. Jangan kompromi dengan si jahat. Jangan pernah berdiri pada zona abu-abu. Sebab TUHAN akan memuntahkan orang-orang yang hidupnya suam-suam kuku. Tidak panas namun juga tidak dingin (Wahyu 3:16). Saya tidak bermaksud menghakimi siapapun, karena firman TUHAN berlaku untuk siapa saja, firman itu seperti pedang bermata dua (Ibrani 4:12), yang akan menusuk kepada orang yang mendengar atau membaca dan kepada orang yang menyampaikan.
Kita harus saling membangun satu sama lain, karena kedatangan TUHAN yang sudah semakin dekat, agar kita saling meneguhkan dan saling memperbaiki diri, menjadi mempelai wanita KRISTUS yang kudus dan tak bercacat menyongsong kedatanganNYA yang kedua kali. Saya sangat tergerak untuk menyampaikan hal ini dalam artikel saya yang kedua. Semuanya mengalir begitu saja, saya percaya semua karena tuntunan ROH KUDUS.
Menurut kaca mata rohani kekristenan saya, pada dasarnya manusia dibagi dalam 3 tipe :
1. Tipe yang pertama, manusia yang keras kepala dan tegar tengkuk. Manusia tipe ini adalah golongan orang yang tidak mau percaya kepada KRISTUS yang cenderung menganggap bahwa TUHAN YESUS itu tidak ada. Boleh disebut mereka ini termasuk golongan orang-orang di luar Kristen. Sebagian dari mereka ada yang merasa bahwa dengan kekuatan, kehebatan dan perbuatannya serta kepintarannya mampu membawa dia kepada satu tujuan akhir dari sebuah kehidupan. Golongan ini saya sebut golongan hitam.
2. Tipe yang kedua, manusia yang sebenarnya percaya kepada TUHAN dan percaya juga akan keselamatan, tapi tidak pernah mengerjakan keselamatan yang sudah diberikan. Memang keselamatan adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh TUHAN kepada setiap individu dengan gratis, bukan karena perbuatan baik kita maka kita memperolehnya. Tapi apakah mahkota keselamatan yang sudah kita peroleh tidak kita jaga dan pelihara. Artinya apakah keselamatan itu dapat dipermainkan dengan kebiasaan manusia yang masih ingin kembali ke dalam hidup yang lama yaitu dosa. Karena merasa sudah percaya YESUS maka pasti selamat dan masuk surga. Kita masih kompromi dengan dosa kecil maupun besar. Tidak pernah membangun hubungan dengan si PEMBERI mahkota. Jangan-jangan mahkota itu akan diambil dari kita karena kita tidak pernah menjaga dan merawatnya serta membersihkannya dari debu-debu dosa. Golongan ini saya sebut golongan abu-abu.
3. Tipe yang ketiga, tipe ini adalah golongan orang-orang yang percaya kepada KRISTUS yang setia menjaga kekudusannya jangan sampai dikotori dengan hal-hal dunia yang jahat ini. Selalu setia membangun hubungan yang intim dengan KRISTUS dengan rajin berdoa memohon tuntunan dan kekuatan dari TUHAN setiap hari, membaca firmanNYA dan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh TUHAN, karena hanya dengan cara itulah kita bisa menjauhkan bayang-bayang dosa yang selalu datang menggoda setiap kita. Golongan ini saya sebut golongan putih.
Secara manusia kita memang masih tinggal dan hidup di dunia dan tidak pernah luput dari godaan-godaan yang ditawarkan oleh lingkungan kita, yang kapan saja bisa datang dan lewat apa saja yang dipakai oleh iblis untuk mendakwa manusia di hadapan TUHAN kelak. Si jahat ingin agar mahkota keselamatan itu diambil dari kita. Begitu banyak godaan yang datang setiap hari, setiap jam, bahkan setiap detik yang dia tawarkan dan siap menerkam anak-anak TUHAN yang tidak selalu berjaga-jaga. Di sinilah dibutuhkan latihan disiplin rohani, yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak sejak mereka masih belum mengerti sekalipun. Sejak dini sampai kelak dewasa nanti seorang anak sudah memiliki alat yaitu firman TUHAN yang berfungsi sebagai filter untuk menyaring semua informasi-informasi yang dia terima dalam kehidupan ini.
Anak-anak harus diajarkan untuk berdoa, mengembangkan budaya membaca dan mencintai Alkitab sebagai surat cinta TUHAN kepada anak-anakNYA, dan melakukannya setiap hari, karena firman TUHAN adalah Peta Kehidupan yang akan menuntun langkah-langkah hidup kita setiap saat sejak dari kecil. Bagaimana kita bisa berjalan kepada suatu tujuan kalau kita tidak punya peta yang akan menuntun arah untuk sampai ke sana, dengan peta kita akan tahu jalan mana yang harus kita lewati, apakah ada jurang atau hambatan yang perlu kita tahu sehingga kita tidak jatuh dan terperosok ke dalamnya. Demikian juga sebuah pohon masih bisa dibentuk ketika batangnya masih kecil, sama seperti karakter seorang anak hanya dapat dibentuk pada saat usia dini, karena jika kelak setelah dewasa, batang pohon itu akan patah jika akan dibentuk. Semua ini harus dilakukan oleh seorang otoritas yang mempunyai pengaruh positif yang besar yang bisa menjadi teladan dan panutan. Bisa dimulai dari keluarga, sekolah, gereja, perusahaan dan dalam sebuah pemerintahan.
Jika ini bisa diterapkan, maka tidak mustahil perubahan besar ke arah yang positif dapat terjadi, dan bangsa Indonesia yang kita kasihi ini akan mendapat kemurahan TUHAN, akan banyak orang datang kepada YESUS dan diselamatkan karena dimulai dari orang-orang percaya terlebih dahulu. Ada kebenaran yang ditegakkan dan anak-anak TUHAN akan selalu menjadi terang di sekitarnya. Dunia yang gelap ini membutuhkan terang. Terang itu hanya didapat dari anak-anak TUHAN yang hidupnya benar dan takut TUHAN. Jadilah terang di sekelilingmu, agar lewat kesaksian hidup kita nama TUHAN dipermuliakan bukan dipermalukan (Kisah Rasul 2:18). Dan jangan pernah lupa untuk selalu berdoa bagi keluarga kita, kota kita dan bangsa kita, kalau bukan kita siapa lagi yang akan menjadi pengawal keluarga, kota dan bangsa ini, agar si jahat tidak punya hak kuasa untuk merampas dan mencurinya. Berdoalah dan berjaga-jagalah senantiasa karena si jahat ada di sekelilingmu, seperti singa yang mengaum mencari mangsa yang siap diterkamnya (1 Petrus 5:8).
Demikianlah yang bisa saya bagikan, semoga bisa menjadi berkat bagi kita semua. Amin.
Terima kasih untukMU YESUSku. Terpujilah namaMU selamanya.