Harmoni

Penulis : Andar Ismail

KUNG Fu Tse (551 - 479 SM), pendiri agama Khonghucu, pada suatu hari ditanya oleh para muridnya, "Guru, Pangeran Wei sedang menantikan Anda, apakah yang akan Anda lakukan pertama-tama di tempat pangeran itu?" Kung menjawab, "Memperbaiki nama-nama." Para murid heran, "Apa perlunya?" Kung menjelaskan, "Kalau nama keliru, segala sesuatu menjadi keliru dan kacau, sehingga nanti orang tidak bisa membedakan di mana sepatutnya meletakkan kaki dan di mana meletakkan tangan." Demikian sebuah cuplikan dari kitab Lun Yu (Inggris: Analects) dari abad ke-4 SM.

[block:views=similarterms-block_1]

Yang dimaksudkan oleh Kung Fu Tse bukanlah nama seperti Ali, Budi, dan Cecep, melainkan nama dalam arti peran. Ali adalah pengurus sekolah, Budi adalah guru, dan Cecep adalah murid. Memperbaiki nama berarti memperbaiki perilaku dan kinerja supaya bisa berperan sesuai dengan peran masing-masing.

Ali harus menjalankan perannya sebagai pengurus yang jujur, Budi harus mengajar dengan bijak, dan Cecep harus belajar dengan rajin. Kalau mereka tidak memperbaiki nama, maka hubungan menjadi rusak dan sekolah itu akan terpuruk. Tiap nama bisa menjadi rusak, sebab itu tiap hari orang perlu memulihkan nama.

Pada kesempatan lain Kung Fu Tse berkata, "Hanya jika raja berperan sebagai raja dan rakyat berperan sebagai rakyat, hanya jika ayah berperan sebagai ayah, dan anak berperan sebagai anak, maka masyarakat akan harmonis."

Menurut Kung Fu Tse jika tiap orang berada di tempat yang semestinya dan berperan sebagaimana mestinya, maka hidup dan segala hubungan hidup akan harmonis. Harmoni (Latin: harmonia = selaras, serasi) adalah salah satu kata kunci ajaran Kung.

Harmoni memang merupakan sebuah kebutuhan dasar: harmoni dalam keluarga, harmoni dalam masyarakat, harmoni majikan dengan karyawan, harmoni agama yang satu dengan agama yang lain, harmoni negara dengan negara tetangga, harmoni manusia dengan alam, dan harmoni makhluk dengan Khalik.

Harmoni menurut Kung Fu Tse terletak dalam hubungan yang sejati. Harmoni itu bukan ada dengan sendirinya, melainkan buah upaya dari iktikad menciptakan, memelihara, dan memulihkan hubungan.

Buku Man�s Religion karangan John Noss menjelaskan, "The rectification of names consist in making real relationships and duties and institutions conform as far as possible to their ideal meanings." Artinya, memperbaiki nama adalah membuat hubungan, tugas, dan lembaga selaras mungkin dengan hakikat yang dimaksudkan.

Hubungan serasi dan damai telah menjadi ciri agama Khonghucu selama 25 abad. Di Tiongkok, Korea, dan Vietnam, agama itu berdampingan bagaikan menyatu dengan agama Tao dan agama Buddha, sedangkan di Jepang dengan agama Shinto dan agama Buddha. Agama Khonghucu tidak defensif dan tidak ofensif, melainkan harmonis. Karena itu kitab ajaran Kung Fu Tse yaitu Lun Yu, Ta Hsueh, Chung Yung, dan Meng Tse, yang ditulis pada abad ke-4 sampai ke-2 SM, dipelajari di banyak seminari teologi di Eropa dan Amerika.

Sejalan dengan Kung Fu Tse, juga Kristus mengutamakan harmoni. Menurut Kristus, harmoni yang paling mendasar berasal dari Allah sendiri. Allah berprakarsa memulihkan hubungan makhluk dan Khalik. Penyaliban dan kebangkitan Kristus merupakan puncak harmonisasi dari pihak Allah untuk berdamai dengan manusia.

Selanjutnya Kristus menekankan bahwa pemulihan hubungan dengan sesama yang ada di depan mata harus didahulukan dari hubungan dengan Allah yang tidak bisa dilihat mata. Kristus bersabda, "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu" (Matius 5: 23-24).

Jiwa yang sehat tidak berisi rasa iri, dengki, dan benci, melainkan rasa dulur (Sunda: bersaudara), syukur dan akur. Jiwa yang waras bernapas dari hidup yang selaras. Bukankah tiap sanubari mencari serasi dan tiap hati mencari harmoni?