Berilah Makanan Secukupnya!
Oleh: Sularso Sopater
Berita tentang ancaman musim kering merebak. Sawah kekeringan, tanahnya retak-retak, tanaman padi mati, gagal panen mengancam. Penduduk kekurangan air karena sumur-sumur kering; mereka terpaksa mencari air dengan menggali sumur buatan di dasar sungai yang kering.
Penduduk daerah Brebes (Jawa Tengah) dikabarkan ada yang terpaksa makan sega aking (sisa nasi yang dikeringkan) karena kehabisan pangan. Kebakaran hutan terjadi di Sumatra dan Kalimantan sehingga menimbulkan asap yang sangat mengganggu.
Belum lama berselang, muncul berita mengenai bencana kelaparan yang menyerang sebagian penduduk di wilayah Jayawijaya (Provinsi Papua) akibat kekeringan. Wilayah pegunungan tinggi ini sangat sulit dicapai sehingga pengiriman bantuan pangan sukar sekali dilakukan, kecuali jika dapat diangkut melalui udara.
Benarlah, tersedianya air yang cukup menjadi jaminan lestarinya kehidupan, karena pangan hanya dapat disediakan, jikalau manusia dapat bercocok tanam. Tanpa air terhentilah produksi pangan.
Hampir setiap pagi setelah matahari terbit penulis berolahraga menggarap ladang kecil di belakang rumah di wilayah Bekasi. Akibat kekeringan, tanah liat di ladang itu berubah menjadi keras seperti cadas, sehingga cangkul tidak mempan.
Untuk mempersiapkan agar setibanya musim hujan dapat ditanami singkong, tanah itu harus dibalik. Dengan menggunakan garpu tanah, tanah liat yang retak-retak itu dicongkel sedikit demi sedikit.
Sebongkah demi sebongkah tanah itu dibalik. Sambil bersimbah peluh penulis tercenung melihat ladang kering kerontang, semuanya mati termasuk rumput-rumput liar. Tanpa air ternyata semuanya mati. Dalam hati terucap doa semoga Tuhan menganugerahkan hujan pada waktunya, sehingga tanaman dapat hidup dan mengeluarkan buah untuk dimakan.
Kisah surga yang hilang di mana orang dapat makan sepuasnya tanpa bekerja, tetaplah merupakan kisah.
Kenyataannya, manusia harus menghadapi dunia yang penuh semak berduri, manusia harus mencari makan dengan berpeluh (band. Kejadian 3:19). Janji pemeliharaan Tuhan bagi manusia yang hidup dalam dunia yang terkena kutuk karena dosa manusia, teranyam dalam kewajiban manusia untuk bekerja mengusahakan dan memelihara tanah (Kejadian 2:15).
Mengusahakan Pangan
Tanggal 16 Oktober 2006 adalah Hari Pangan Sedunia. Dengan mengingat akan pengalaman kita sendiri mengenai kelangkaan pangan, maka pentingnya memperingati Hari Pangan Sedunia pastilah dapat kita maklumi. Pangan bukanlah sesuatu yang begitu saja jatuh dari langit. Pangan harus diadakan dengan berbagai usaha manusia. Manusia memang berbeda dari binatang. Binatang mencari makanannya dari apa yang disediakan oleh alam seperti apa adanya.
Manusia dengan akal budi yang dianugerahkan Tuhan, berusaha mengadakan pangan dengan aneka ragam cara, terutama melalui usaha pertanian dalam arti luas.
Bercocok tanam dengan memperhatikan musim yang tepat, merupakan suatu keharusan. Apabila tidak demikian pasti gagal panen. Manusia yang berakal budi dipesan agar memperhatikan semut yang bekerja keras mengumpulkan persediaan pangan pada musimnya (Amsal 6:6). Kelangsungan hidup manusia yang kini jumlahnya empat miliaran, perlu didukung oleh cadangan pangan yang cukup.
Untuk itu harus dilakukan kerja sama global, dan tidak mungkin bekerja sendiri-sendiri. Seperti halnya tatkala terjadi bencana kelaparan di Afrika, wilayah selatan Gunung Sahara, karena hujan tidak turun beberapa tahun berturut-turut; Badan Pangan Sedunia dari PBB memobilisasikan bantuan pangan untuk mengatasi krisis itu.
Di Indonesia, Bulog mengemban fungsi pengadaan cadangan pangan secara nasional, sekaligus melakukan koordinasi produksi pangan sedunia. Hari Pangan Sedunia diperingati agar semua bangsa sadar akan perlunya kerja sama demikian.
Hari Pangan Sedunia diharapkan dapat menjadi pendorong agar bangsa- bangsa siap bekerja sama untuk mengisi lumbung pangan dunia sehingga ancaman bahaya kelaparan dapat diatasi. Kerja sama yang mendorong dikembangkannya teknologi pertanian, bibit-bibit unggul ditemukan, nama tanaman makin dapat dikendalikan, cadangan air untuk irigasi makin terpelihara oleh pelestarian hutan di seantero benua.
Masyarakat dan pemerintah harus terus mengembangkan kerja sama, sehingga kebutuhan dasar pangan tersedia cukup. Kita semua diingatkan agar merenungkan pesan Rasul Paulus: "Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan" (II Tesalonika 3:10).
Hari Pangan Sedunia diperingati oleh semua bangsa yang menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, yang menyebutkan bahwa setiap manusia mempunyai hak memperoleh makanan cukup. Pasal 25 Deklarasi itu menyebut: "Setiap orang berhak atas suatu standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakaian, rumah, dan perawatan kesehatan ..."
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ini disahkan dalam Sidang Umum PBB tahun 1948, deklarasi ini menyebutkan bahwa ada suatu standar mengenai kebutuhan dasar yang diakui sebagai hak setiap manusia. Manusia oleh Alkitab disebut sebagai gambar Allah yang bekerja (band Kejadian 1:3-31, Yohanes 5:17). Manusia yang bekerja mempunyai hak untuk memperoleh makanan cukup. Jikalau tidak demikian, pasti ada yang salah dalam masyarakatnya.
Penjajahan
Pada zaman Kolonial dulu (sebelum PBB lahir), bangsa penjajah menjadikan bangsa terjajah sebagai budak-budak yang diharuskan bekerja keras untuk penjajah, tanpa dihargai sebagai manusia bermartabat. Mereka dipaksa menjalankan kewajiban (=bekerja) tanpa diimbangi dengan pemilikan hak (upah yang wajar).
Orang-orang pribumi Indonesia dulu digambarkan hidup dengan segobang (2,5 sen) sehari, sementara para kolonialis Belanda bergelimang kemewahan.
Pada zaman penjajahan Jepang, penulis masih ingat betapa parahnya keadaan, tatkala orang-orang yang sakit busung lapar dibaringkan begitu saja di tepi-tepi jalan agar diberi belas kasihan oleh orang- orang yang lewat.
Cadangan pangan amat buruk karena bagian terbesar produksi beras disita pemerintah Jepang untuk dipergunakan sebagai konsumsi Bala Tentara Dai Nippon. Penduduk yang busung lapar banyak yang mati karena kelaparan.
Setelah Perang Dunia II selesai, kolonialisme dan imperialisme diakhiri, bangsa-bangsa terjajah memperoleh kemerdekaan, PBB dibentuk guna membangun suatu tata dunia yang baru, di mana hak-hak asasi manusia yang sebelumnya terabaikan melalui Deklarasi Universal HAM PBB dijadikan acuan umum.
"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya ..." adalah petikan dari Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus. Untuk keperluan yang paling mendasar, kita tidak boleh melupakan memohon berkat Tuhan Bapa, tanpa sikap khawatir maupun serakah (Matius 6:11). Dalam khazanah kesalehan Kristiani kita mencatat warisan pesan pendek yang amat terkenal: "Ora et labora" (berdoalah dan bekerjalah!). Mengenai urusan kehidupan sehari- hari, termasuk soal pangan, pesan tersebut sangatlah tepat.
Ketiadaan air adalah kendala utama bagi kelangsungan usaha cocok tanam. Kemarau panjang menyebabkan ribuan hektare sawah kekeringan dan gagal panen yang menyebaban banyak petani putus asa. Ladang dan kebun kering kerontang, sehingga cadangan palawija habis.
Hutan dan lahan gambut ikut terbakar, sehingga menimbulkan bencana asap yang mengancam kesehatan dan lalu lintas darat, udara, dan sungai. Ada faktor-faktor alamiah-kekuatan kodrat yang di atas pengendalian manusia-yang mengingatkan kita akan kekuasaan Sang Pencipta, yang "membukakan tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat sampai berkelimpahan" (band. Matius 3:10).
Kita perlu bekerja dengan menggunakan segenap akal budi pemberian Tuhan, memperhitungkan iklim yang tepat, variasi tanaman pangan, maupun pengolahan pangan yang tersedia melimpah, misalnya sagu di Papua dan kekayaan laut. Mengatur ekonomi pertanian yang baik dan membangun koperasi pertanian yang otentik. Tuhan kiranya memberkati semua usaha kita.
Penulis adalah pendeta emeritus