Menentang Kekerasan dan Memperjuangkan Rasa Aman Bersama

Oleh: Johannes Hariyanto

Pembukaan
Mewakili semua tradisi besar keagamaan dan setiap bagian dunia, kami yang terdiri lebih dari delapan ratus pemimpin agama-agama dari lebih seratus negara berkumpul di Kyoto, Jepang dalam rangka Pertemuan se- Dunia ke-Delapan World Conference of Religions for Peace untuk menyikapi permasalahan "Menentang Kekerasan dan Memperjuangkan Rasa Aman Bersama". Kami, para delegasi dalam pertemuan ini, datang dari jejaring lembaga dan kelompok antar-iman sedunia Religions for Peace baik pada tingkat lokal, nasional, regional dan international, juga jejaring antar-iman orang muda dan perempuan. Kami mengakui dan mendukung sumbangan penting dan pernyataan sikap kaum muda dan perempuan antar-iman yang mendahului pertemuan ini.

Pertemuan pertama Religions for Peace yang diselenggarakan di Kyoto tahun 1970, dan setiap Pertemuan berikutnya, meneguhkan dengan sungguh-sungguh dan berbagi secara luas prinsip-prinsip yang tetap mengilhami pencarian kami akan perdamaian yang berkeadilan sampai hari ini. Kami bersama meyakini kesatuan mendasar keluarga manusia, dan kesetaraan dan derajat setiap warga umat manusia. Kami memegang teguh kesucian setiap orang dan pentingnya kebebasan hati nuraninya. Kami berketetapan teguh akan nilai-nilai moral dan sikap (terhadap kehidupan) yang bersama-sama ada pada tradisi-tradisi keagamaan kami. Kami menjunjung nilai kehidupan yang mewujud dalam komunitas manusia dan dalam setiap ciptaan. Kami mengakui pentingnya lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan yang berkesinambungan untuk seluruh keluarga manusia. Kami menyadari bahwa kekuatan manusia sama sekali tidak mampu mencukupi diri sendiri maupun mutlak, dan bahwa roh cinta kasih, rasa sepenanggungan, semangat tidak mementingkan diri sendiri dan kekuatan kebenaran spiritual memiliki daya yang lebih besar dari pada kecurigaan, kebencian, permusuhan ataupun kekerasan. Bertemu di Jepang, negara yang penah mengalami kengerian akibat bom atom, kami berkesungguhan untuk melanjutkan perjuangan menuju pelucutan senjata nuklir secara menyeluruh dan melawan proliferasi.

Pertemuan pertama Religions for Peace menegaskan: "sebagai insan agama-agama, kami mengakui akan kemanusian dan menyesali bahwa kami telah sering mengingkari cita-cita keagamaan kami dan tekat kami akan perdamaian. Bukanlah agama yang telah gagal dalam memperjuangkan perdamaian, tetapi kami, kaum beragama. Ketidaksetiaan atas agama ini dapat dan harus diluruskan". Sekarang ini sangatlah penting untuk mengukir dalam hati kami secara mendalam permenungan para pendahulu kami yang terhormat.

Sekarang ini, kita hidup dalam dunia yang dicengkeram oleh pelbagai bentuk kekerasan, langsung dan secara struktural. Konflik dengan kekerasan -- dalam suatu negara dan antar-negara yang dilakukan oleh negara maupun bukan -- telah merenggut hidup dan menghancurkan masyarakat. Konflik-konflik ini pada umumnya lebih banyak membawa korban pada pihak warga negara dibandingkan militer; dan akibat yang ditimbulkan secara tidak seimbang akan mengena pada penduduk yang rentan.

Komunitas agama-agama secara khusus harus memainkan peran utama untuk mengenali dan menentang kekerasan dalam segala bentuk maupun manifestasinya. Agama-agama dunia telah mengalami penyalahgunaan oleh mereka yang memanfaatkan agama untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam konflik berkekerasan yang masih terus berlangsung selama ini di seluruh penjuru dunia, agama telah dipakai sebagai pengesahan ataupun p-pembenaran kekerasan. Kita harus dengan penyesalan menerima bahwa beberapa kelompok dalam komunitas agama kita telah melakukan tindak kekerasan. Kita harus menolak hal ini dan menegaskan kembali bahwa agama adalah untuk perdamaian. Komunitas agama-agama dan para pemimpinya harus berdiri tegak, berseru dan melakukan tindakan menentang penyalahgunaan agama.

Ancaman-ancaman yang dialami oleh banyak warga umat manusia, baik terpisah maupun yang saling berhubungan, menuntut pemahaman yang lebih luas terhadap kekerasan di dunia. Komunitas agama-agama dunia bersama- sama dan dengan bekerja sama dengan semua sektor dalam masyarakat haruslah memainkan peran utama untuk menghindari dan menghentikan perang, menelanjangi ketidakadilan, melawan kemiskinan dan melindungi bumi.

Sekaranglah waktunya untuk melakukan hal tersebut; dan kunci kita untuk menentang kekerasan adalah kerja-sama berdasarkan saling hormat dan saling menerima.

Menentang Kekerasan

Sekarang ini, genosida, penindasan oleh negara, terorisme dan pelbagai bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia melanggar hukum-hukum international, menjadikan penduduk tak berdosa sebagai sasaran dan mengancam rasa aman banyak komunitas. Hukum negara yang membatasi hak- hak asasi dan kebebasan sipil juga suatu bentuk kekerasan. Penyakit akibat terjadinya konflik, kelaparan, pengungsian dan bencana lingkungan menjadi ancaman serius terhadap kehidupan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak termasuk perkosaan, kehamilan paksa, perbudakan, kerja paksa, pelacuran, serdadu anak-anak dan trafficking telah menjadi salah satu taktik perang di banyak daerah konflik.

Ancaman badani langsung adalah yang paling umum dipahami sebagai kekerasan, tetapi kenyataan ancaman terhadap kehidupan manusia yang dialami jutaan orang secara terus menerus, baik secara terpisah maupun saling terkait, menyerukan suatu pemahaman akan kekerasan di dunia ini yang lebih luas. Ketidakadilan ekonomi membawa kepada kemiskinan mutlak dan kelaparan membunuh 50 ribu orang setiap hari. Penyakit- penyakit yang sebetulnya dapat dihindari ataupun disembuhkan telah membunuh jutaan umat manusia. 25 juta orang telah mati karena AIDS, sementara sekitar 40 juta atau lebih hidup dengan HIV positif dan AIDS; dan akibat yang ditimbulkannya menghancurkan komunitas-komunitas kita. Banyak perusahaan, khususnya pada tingkat multi-nasional, menjalankan usaha mereka tanpa memperhatikan nilai-nilai yang mengetengahkan perkembangan yang berkesinambungan. Degradasi lingkungan hidup dan kemerosotan sumber-sumber alam mengancam kemampuan planet kita untuk mendukung kehidupan.

Kaum miskin papa, mereka yang tak berdaya dan orang kebanyakan menderita secara tidak proporsional sebagai akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan dalam semua bentuknya, mulai dari konflik bersenjata, kemiskinan mutlak sampai kehancuran lingkungan hidup.

Malangnya, agama memainkan peran secara mencolok dalam konflik-konflik yang paling bandel dan paling kejam di seluruh dunia. Agama telah dibajak oleh para ektrimis, dan sangat sering oleh para politisi dan mass-media. Para ekstrimis menggunakan agama untuk mendorong kekerasan dan kebencian serta mendorong konflik sektarian yang bertentangan dengan keyakinan kita yang paling dalam. Kaum beragama perlu untuk mengenali alasan-alasan mengapa agama dibajak, seperti manipulasi dan penyalahgunaan pokok-pokok keyakinan keagamaan mereka. Para politisi sering memanipulasi dan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sektarian guna kepentingan mereka sendiri, sering menyeret agama ke dalam pertentangan sosial, ekonomi dan politik. Mass-media juga menyumbang pengambinghitaman agama-agama dalam situasi konflik melalui pemberitaan yang tidak layak. Mereka juga dengan mudah menengarai pihak-pihak yang berkonflik dengan label agama dan menampilkan agama sebagai sumber konflik tanpa melaporkan keragaman dalam tradisi keagamaan dan pelbagai cara yang dilakukan oleh komunitas agama-agama dalam menentang kekerasan dan memperjuangkan perdamaian.

Sebuah Jawaban Secara Multi-Agama

Sebagai orang beriman, kita menjunjung tanggung jawab untuk secara tepat sasaran menentang kekerasan dalam komunitas-komunitas kita sendiri apabila agama disalahgunakan sebagai alat pembenar atau alasan tindak kekerasan. Komunitas agama-agama perlu mengungkapkan sikap menentang mereka bilamana agama dan prinsip-prinsip mereka yang suci diselewengkan untuk kepentingan kekerasan. Mereka harus mengambil langkah yang tepat untuk melaksanakan kewenangan moral mereka untuk menolak upaya-upaya penyalahgunaan agama.

Ada keharusan agamawi ataupun moral bagi kerjasama antar agama untuk menentang dan menolak kekerasan, menghindarkan agar tidak terjadi, juga mengusahakan rekonsiliasi dan penyembuhan.

Tradisi-tradisi keagamaan kita menuntut untuk memperhatikan satu terhadap yang lain dan memperlakukan masalah-masalah yang dihadapi oleh yang lain sebagai masalah kita juga. Kekerasan terhadap setiap individu adalak serangan terhadap semua dan harus menggugah keprihatinan kita. Komunitas-komunitas keagamaan tahu bahwa mereka secara khusus dipanggil untuk berpihak pada mereka yang paling rentan, termasuk mereka yang miskin, yang tersisih, dan mereka yang tak mampu membela diri sendiri. Tradisi-tradisi keagamaan kita mengakui kerentanan mendasar hidup manusia. Kerentanan setiap orang haruslah membuat kita mengenali kebutuhan untuk menjawab kerentanan semua orang.

Terdapat juga landasan-landasan praktis untuk kerjasama. Tidak ada sesuatu yang kebal terhadap kekerasan atau akibat-akibat yang ditimbulkannya. Peperangan, kemiskinan, penyakit dan kerusakan lingkungan langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kita semua. Perorangan atau komunitas menipu diri sendiri bila mereka meyakini aman sementara yang lain menderita. Tidak ada dinding pemisah yang cukup tinggi untuk mengisolasi kita dari akibat-akibat kebutuhan dasariah dan kerentanan orang lain. Tidak ada negara yang aman sementara negara-negara lain terancam. Kita tidak lebih aman dari pada mereka yang paling rentan di antara kita.

Upaya-upaya setiap komunitas keagamaan menjadi semakin berhasil bila melalui kerjasama multi-agama. Kerjasama komunitas-komunitas keagamaan dapat menjadi pelaku yang kuat untuk menghindarkan kekerasan sebelum meletus, meredakan konflik, menengahi konflik antara kelompok-kelompok bersenjata dan mengarahkan komunitas-komunitas mereka untuk membangun kembali masyarakat yang terkoyak oleh perang.

Komunitas-komunitas keagamaan terpanggil tidak hanya untuk menolak perang dan pendudukan oleh kekuatan asing, kekerasan sektarian, proliferasi senjata dan pelanggaran hak-hak asasi tetapi juga untuk mengenali dan menentang akar-akar penyebab ketidakadilan, ketimpangan ekonomi, kegagalan pemerintahan, penghalang kemajuan, diskriminasi sosial, dan penyalahgunaan lingkungan.

Rasa Aman Bersama

Keyakinan moral dan etis tradisi-tradisi keagamaan kami yang berbeda memberi dasar moral untuk menentang kekerasan dan pelbagai bentuknya dan untuk menyodorkan suatu visi akan rasa aman bersama.

Pemahaman rasa aman yang kini ada tidak memadai dalam menyikapi kekerasan dalam pelbagai bentuknya. Keamanan nasional tidak serta merta menjamin perdamaian; dalam kenyataannya malah memunculkan kekerasan dan melahirkan ketidakamanan. Konflik bersenjata terjadi antar negara dan secara meningkat terjadi dalam negeri dan di antara pelaku-pelaku yang bukan penyelenggara negara. Rasa aman manusia mengenali solidaritas alam keluarga umat manusia melalui pendekatan keamanan dari segi hak-hak asasi manusia dan kebutuhan-kebutuhan. Tetapi merumuskan rasa aman manusia dengan cara ini berarti gagal untuk menjawab secara memadai bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dan siapa yang bertanggung jawab untuk menjaminnya terwujud.

Suatu konsep akan rasa aman yang baik mengetengahkan kebutuhan akan rasa aman, bagaimana mewujudkannya, pelaku-pelakunya, alat dan hubungan-hubungan yang diperlukan untuk mencapainya. Sangatlah penting bahwa rasa aman bersama menegaskan tanggungjawab bersama semua orang untuk memenuhi kebutuhan bersama akan rasa aman.

Rasa aman bersama memerlukan semua sektor dalam masyarakat mengakui kerentanan kita bersama dan bersama-sama bertanggungjawab untuk menghadapinya. Hal ini adalah suatu usaha kolektif semua "stakeholder" yang harus mengakui bahwa setiap sektor dari masyarakat harus menentang kekerasan bila kita berhasil. Rasa aman bersama pada gilirannya mendukung partisipasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Pemerintah, organisasi international, masyarakat sipil dan komunitas-komunitas keagamaan, semuanya haruslah mendukung rasa aman bersama. Rasa aman bersama yang berhasil guna melampaui batas-batas geografis, nasionalitas, etnisitas dan agama. Ia menggerakkan tanggungjawab, akuntabilitas dan kapasitas manusia dimanapun mereka berada.

Rasa aman yang berhasil guna, pada setiap lapisan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan akan keamanan nasional; mengakui dan menjawab kebutuhan individu akan keamanan secara fisik baik yang langsung ataupun kronis; dan melindungi mereka yang miskin, yang tak berdaya dan yang paling menderita. Ia menguatkan usaha dari pihak pemerintahan dan mengatasi masalah ketimpangan yang dihasilkan oleh globalisasi. Rasa aman bersama mendukung komunitas-komunitas keagamaan dan para pimpinan agama dalam usaha mereka menentang penyalahgunaan agama untuk tujuan yang kejam dan mendukung pembangunan kelembagaan untuk kerjasama antar pemerintah, semua unsur masyarakat sipil dan komunitas-komunitas keagamaan. Suatu tekat untuk menegakkan rasa aman bersama menguatkan jejaring multi-agama, seperti misalnya jejaring sedunia Religions for Peace dalam usaha mereka untuk mengatasi konflik, membangun perdamaian, memperjuangkan keadilan dan memajukan kemajuan yang berkesinambungan.

Religions for Peace

Religions for Peace harus menjadi salah satu suara utama multi-agama dunia dan pelaku perdamaian. Dituntun oleh rasa hormat akan perbedaan- perbedaan agama-agama, jejaring sedunia Religions for Peace mendorong kerjasama multi-agama guna penguatan komunitas-komunitas keagamaan untuk mengatasi konflik, membangun perdamaian, memperjuangkan keadilan dan memajukan kemajuan yang berkesinambungan.

Kami, delegasi pada pertemuan sedunia ke-delapan dari Religions for Peace, secara erat bersatu dalam tekat untuk menghindari dan mengatasi kekerasan dalam semua bentuknya dan meyakini kekuatan kerjasama multi- agama untuk melangkah menuju visi bersama akan rasa aman bersama. Kami berketetapan untuk mengerakkan komunitas-komunitas keagamaan kami, mendorong pendidikan untuk keadilan dan perdamaian, menghapus kemiskinan dan membangun kemajuan yang berkesinambungan untuk generasi mendatang.

Sebuah Seruan Multi-Agama Untuk Bertindak

Sebagai para pimpinan agama, kami bertekat untuk mendorong terwujudnya rasa aman bersama melalui advokasi, pendidikan dan cara-cara bertindak multi-agama yang lain dan membagikan Deklarasi Kyoto ini dalam komunitas-komunitas keagamaan kami.

Kami berseru kepada semua sektor dalam masyarakat - publik dan privat, agamawi atau sekular - untuk bekerja bersama mencapai rasa aman bersama untuk keluarga umat manusia.

Secara khusus, Pertemuan sedunia Religions for Peace ini berseru kepada:

1.. Komunitas-komunitas keagamaan untuk:
a.. Menolak dan menentang setiap penyalahgunaan agama untuk kepentingan-kepentingan tindak kekerasan;
b.. Menjadi pendidik yang berhasilguna, membela pelaku transformasi konflik, menegakkan keadilan, membangun perdamaian dan kemajuan yang berkesinambungan;
c.. Menguatkan pendidikan perdamaian di setiap lapisan;
d.. Menjaga akuntabilitas pemerintah dalam kesungguhan mereka bekerja demi rakyat;
e.. Membentuk jejaring pada tingkat lokal, nasional, regional dan sedunia untuk memajukan kerjasama secara multi-agama di antara lembaga-lembaga keagamaan; dan
f.. Bekerjasama dengan pemerintah-pemerintah, lembaga-lembaga internasional dan sektor-sektor masyarakat yang lain untuk menentang kekerasan dan memajukan suatu model yang baru atas rasa aman bersama.

2.. Jejaring sedunia Religions for Peace untuk:
a.. Memajukan kerjasama multi-agama pada tingkat tinggi seputar masalah rasa aman bersama;
b.. Membangun, melengkapi dan merangkai jejaring multi-agama secara lokal, nasional, regional;
c.. Menguatkan jejaring sedunia Religions for Peace sebagai tumpuan untuk kerjasama memajukan rasa aman bersama;
d.. Bertekad lebih lanjut untuk pemberdayaan perempuan dan penegakan hak asasi untuk perempuan pada setiap lapisan dalam struktur kemasyarakatan;
e.. Mengambil posisi sentral dari agamawan perempuan dan menempatkan keprihatinan akan masalah gender di tempat utama agenda untuk rasa aman bersama;
f.. Menjaga keprihatinan dan agenda dari kaum muda agamawan, serta mengusahakan keterlibatan mereka secara penuh dan memajukan rasa aman bersama.
g.. Mendukung dan bekerjasama dengan Peacebuilding Commission dari PBB;
h.. Memajukan praktek-praktek yang mengarah kepada kemajuan yang berkesinambungan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup; serta
i.. Bekerjasama dengan semua sektor dalam masyarakat, khususnya dalam perang melawan HIV/AIDS.

3.. Pemerintah, Lembaga Internasional dan Dunia Usaha untuk:
a.. Mendukung setiap upaya para pimpinan agama mengatasi kekerasan di dalam dan di luar komunitas mereka, dan melibatkan mereka secara tepat dalam negosiasi seputar situasi konflik;
b.. Mendorong kerjasama dengan komunitas-komunitas keagamaan untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG) untuk meniadakan kemiskinan mutlak dan kelaparan, melawan penyakit dan menuju kemajuan yang berkesinambungan;
c.. Menguatkan upaya-upaya demi kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tujuan damai dan menghapus kemiskinan dan mendorong kemajuan yang berkesinambungan; dan
d.. Mencari jejaring-jejaring keagamaan karena kemampuan mereka untuk menjangkau banyak orang dan kemampuan mereka untuk memengaruhi perubahan.

Kami meminta semua orang yang berkehendak baik untuk mendukung dan bekerja sama dengan komunitas-komunitas keagamaan dalam rangka kerja menuju rasa aman bersama untuk semua orang.

Tekat ini dan seruan untuk bertindak yang mencul darinya mengungkapkan keteguhan kami yang kuat dan keyakinan keagamaan kami bersama yang luas.

Terjemahan tidak resmi
Oleh: Johannes Hariyanto
Ketua ICRP