Berani Karena Benar Dalam Persepsi Alkitab

Oleh : Yon Maryono
Kita sering mendengar ungkapan “Berani karena benar” ini, bahkan sebagai nasehat penting dalam kehidupan. Dalam bahasa jawa dikenal Nglurug tanpo bolo, menang tanpa ngasorake. Sebuah ungkapan filosofi jawa yang dalam terjemahan harfiah bahasa Indonesia, adalah : Mendatangi lawan tanpa bantuan, menang tanpa menghinakan (lawan). Maknanya, berani menghadapi siapapun, permasalahan apapun tanpa mengharapkan bala bantuan dari orang lain, dan menempuh kemenangan dengan cara elegan, tanpa harus mempermalukan lawan yang dikalahkan. Sifat berani yang dimaksud dalam konteks ini ialah sebuah karakter orang yang berjiwa besar karena perkataan dan tindakannya menegakkan dan mempertahankan kebenaran tanpa rasa takut mengahapi maut atau kematian sekalipun.


Mepertahankan Kebenaran, benarkah?
Pada saat orang berani mati memperjuangkan agama, atau pasukan kamikaze Jepang yang menerjunkan pesawatnya ke daerah musuh, atau mereka yang siap mati dengan meledakan dirinya untuk perjuangan kelompoknya, kebenaran apakah yang mereka dalilkan ? Apakah ajaran agamanya yang dianggap wahyu dari Tuhan, atau hukum, sosial dan politik hasil pengetahuan, atau logika manusia berdasarkan pengalaman. Bagaimana bila fakta yang mereka lakukan “berani mati” itu mengakibatkan penderitaan bagi orang lain. Ternyata konsep kebenaran yang dipahami universal, kebenaran yang diakui oleh siapapun, substansinya bergeser dan menjadi particular atau khusus yang dipengaruhi ideologi, suatu gagasan yang bersumber dari logika manusia. Dalam konteks ini, kebenaran universal itu tidak pernah tersentuh karena ditafsirkan berbeda-beda yang tidak jelas tolok ukurnya.
Dalam konteks Alkitab, seperti tertulis ketika Yesus menegur orang Farisi disebabkan melakukan perpuluhan tetapi mengabaikan keadilan, belas kasih dan kesetiaan (Mat 23:23). Hal ini berarti perpuluhan itu adalah tindakan benar, tetapi tindakan kebenaran itu tidak bermakna bila abaikan keadilan, belas kasih dan kesetiaan. Berani karena benar adalah tindakan terpuji, tetapi alasan tindakan itu diukur dengan 3 rangkai kata yang tidak terpisahkan: keadilan, belas kasih dan kesetiaan. Inilah logika Alkitab, tindakan dikatakan benar bila tidak memandang bulu atau memihak (Ul 10:17; 2 Taw 10:7; Rm 2:11), terlepas dari kelaliman (Zef 3:5), tidak menyimpang (Ayub 8:3), mengasihi tidak memusnahkan (Ul 4:31), kemurahan hati tanpa pamrih (Rm 9:15-16), menolong sesama (3 Yoh 1:5), menegur dengan baik (Ams 27;6), mempertaruhkan jiwa demi sesama (Yoh 15: 13).
Rasul Paulus menulis suratnya kepada jemaat di Korintus: Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. (1 kor 13:3). Ini adalah pernyataan keberadaan orang percaya sebagai milik Kristus, dan hidup di dalam Kristus. Mereka bertindak melakukan perkara-perkara besar bagi Allah di luar keterbatasan diri sebagai respons karena Allah telah mengasihi dunia dan mereka mengenal/memahami tujuan-tujuan dan rencana-rencana-Nya (bdk Yoh 16:3)
Contoh dimaksud menunjukan perbedaan pandangan yang sangat prinsip apa makna berani berkorban menyerahkan nyawa dalam pemahaman Alkitab. Alkitab mengajarkan bahwa dibalik setiap tindakan yang dilakukan manusia dalam setiap aktiitas kehidupannya adalah respons terhadap kasih Allah kepada manusia bukan motivasi tertertentu.
Tuhan memberkati kita semua.

Sumber:
Beberapa Referensi