Ayahku Membuka Mata Hatiku Tentang Hal Memaafkan

Oleh: Janni

Menurut saya, ayah adalah seorang yang jahat. Namun, di lubuk hati terdalam saya mengetahui bahwa dia melakukan yang terbaik untuk saya. Dia melarang kami, anak-anaknya, untuk berpacaran. Dia selalu memberi nasehat bahwa pacaran bisa dilakukan saat kami sudah kuliah atau sudah berkerja. Itu adalah salah satu perintah ayah yang saya langgar.

3 Februari 2006 adalah hari yang paling mengecewakan dalam hidup saya. Waktu itu, saya bersama ayah pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan makanan, karna keesokan harinya ada acara keluarga di rumah. Waktu itu hari Sabtu, saya baru saja pulang sekolah dan sangat capek. Ayah saya menyuruh mama untuk ikut ke pasar membeli barang-barang, tapi mama urung ikut karena sedang sakit. Saya merasa kasihan kalau ayah harus ke pasar sendirian, akhirnya, saya putuskan untuk menemani ayah belanja.

[block:views=similarterms-block_1]

Sesampainya di pasar, kami langsung membeli semua barang-barang yang diperlukan. Namun, ayah lupa membeli satu barang. Akhirnya, ayah menyuruh saya menjaga barang-barang yang sudah dibeli sementara dia kembali ke dalam pasar untuk membeli barang yang "terlupakan" tersebut. Ketika ayah kembali, dia menanyakan di mana ikan tadi. Ternyata, saya tidak sadar kalau ikan yang dibeli kami sudah dicuri orang. Saya tidak sanggup berkata-kata. Karena terlalu emosi, akhirnya ayah memukul saya, tepat di mata saya. Saya merasa malu sekali, karena saya anak perempuan dan dipukul di tempat umum seperti itu.

Semenjak saat itu, saya mulai melanggar perintahnya. Mulai dari pacaran, sampai-sampai saya sempat mengeluarkan kata, "Sampai saya kerja nanti, kau tidak boleh injak rumah yg saya beli/saya tempati."

Tidak terasa tiga tahun sudah terlewati tanpa ada kata maaf dari ayah. Saya pun egois tidak ingin minta maaf. Dalam hati saya berpikir, kalau ayah saya yang maju ke mimbar dan memberitakan firman (Ayah saya seorang majelis di gereja), berarti detik itu pun saya akan keluar dari gereja, atau paling tidak saya akan tertawa agar dia merasa bersalah atau apalah.

Akhirnya, waktu itu saya akan berangkat ke Bali untuk ikut kursus bahasa Inggris. Sebelum berangkat, ayah memimpin saya dalam doa. Sebelum berdoa, ayah berkata, "Maaf, karna ayah pernah pukul kamu." Tersentak, waktu itu saya menangis sampai-sampai air mata saya hampir kering. Tiba-tiba ada suara yang berbisik di telinga saya, "Seperti itulah yang Tuhan kita Yesus Kristus lakukan." Hal itulah yang membuat saya terus menangis sampai saya tiba di Bali.

Semoga jadi berkat buat semua pembaca.

Pengampunan yang sesungguhnya hanya datang dari Bapa di surga.