Renungan Keluarga: Imamat (15)
“Katakanlah kepada Harun dan anak-anaknya, supaya mereka berlaku hati-hati terhadap persembahan-persembahan kudus yang dikuduskan orang Israel bagi-Ku, agar jangan mereka melanggar kekudusan namaKu yang kudus; Akulah Tuhan “ [ Imamat 22:2 ]. “…supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup…â€[Roma 12:1]. “…marilah kita…senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya “ [ Ibrani 13:15 ].
Didalam Imamat 22:2 diatas, keluarga Harun diperintahkan agar berlaku hati-hati terhadap persembahan-persembahan kudus yang dikuduskan orang Israel bagi Tuhan. Yang dimaksud dengan berlaku hati-hati adalah agar keluarga Harun tidak memakan persembahan-persembahan yang dikuduskan orang Israel bagi Tuhan, sementara mereka dalam keadaan najis.
Keadaan najis keluarga Harun dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya, sakit kusta, mengeluarkan lelehan, kena kepada sesuatu yang najis, dan yang lainnya. Jadi, keluarga Harun haruslah dalam keadaan tahir, kemudian dapatlah mereka memakan persembahan-persembahan kudus.
Bukan saja keluarga Harun yang dituntut untuk tahir, tetapi juga persembahan itu sendiri haruslah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, agar persembahan itu dapat diterima Allah. Segala sesuatu yang berkaitan dengan persembahan, haruslah memenuhi peraturan yang ada. Semuanya ini terjadi agar umat pilihanNya tidak melanggar kekudusan Nama Tuhan.
Bagaimana dengan keluarga-keluarga Kristen saat ini ? Allah berkehendak agar keluarga kristen saat ini juga berlaku hati-hati terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan persembahan-persembahan. Berlaku hati-hati disini berarti keluarga Kristen haruslah dalam “kondisi tahir“. Keluarga Kristen haruslah dalam kondisi penuh dengan Roh Kudus. Keluarga Kristen haruslah juga dalam kondisi bertumbuh dalam karakter Kristus hari lepas hari. Keluarga Kristen haruslah berada didalam kehendak dan rencana-Nya.
Jika keluarga Kristen berada dalam “kondisi tahirâ€, maka ia dapat mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup dan yang berkenan kepadaNya ( Roma 12:1 ). Inilah keluarga yang beribadah dengan sesungguhnya.
Keluarga ini juga dapat senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan namaNya. Dalam percakapan sehari-hari, nama Tuhan dipermuliakan. Tidak ada kata-kata tajam, pedas, dan yang saling melukai. Tidak ada sungut-sungut. Keluarga ini dipenuhi oleh kata-kata pujian, dan saling membangun.
Demikian juga keluarga ini dapat mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah ( I Petrus 2:5 ). Semua ini dimungkinkan karena keluarga ini dalam “kondisi tahirâ€, yaitu kondisi penuh dengan Roh Kudus. Semoga keluarga kita berada dalam kondisi sedemikian.