Membangun Di Atas Dasar Yang Teguh

Oleh: Sunanto

"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.

[block:views=similarterms-block_1]

Di kota-kota besar seperti di Jakarta, kita bisa menemukan banyak gedung-gedung tinggi. Gedung-gedung tersebut disebut juga gedung pencakar langit karena saking tingginya. Dibawah gedung-gedung tersebut terdapat dasar (pondasi) yang sangat dalam. Walaupun dasar bangunan tersebut tidak kelihatan tetapi justru itu merupakan bagian yang terpenting dari sebuah bangunan. Waktu untuk membangun pondasi lebih lama dan sulit daripada membangun bangunan diatasnya. Yang menentukan kekuatan satu bangunan adalah pondasinya bukan tubuh bangunan yang kelihatan. Bila pondasi satu bangunan tidak kuat maka satu saat bila ada gempa/goncangan maka bangunan tersebut akan mengalami kerusakan atau keruntuhan. Seberapa dalam dasar yang dibangun menentukan seberapa tinggi bangunan yang didirikan diatasnya.

Banyak orang kristen yang berusaha membangun kehidupan mereka tanpa memiliki dasar yang teguh sehingga ketika terjadi goncangan maka bangunan yang mereka bangun akan terhempas. Banyak gereja terutama yang sangat memfokuskan pada pertumbuhan jemaat secara kuantitas mendorong jemaat mereka untuk melayani tanpa terlebih dahulu membangun pondasi yang kuat. Belum lama ini saya bertemu dengan seseorang yang sangat keranjingan pelayanan sehingga menyebabkan tubuhnya menjadi sakit akibat kurang istirahat. Saya berusaha menasehati dia bahwa apa yang dia lakukan bukanlah kehendak Tuhan. Karena saya pernah mengalami kecanduan pada pelayanan ini maka saya bisa memahami dengan baik bahwa banyak orang kristen yang melakukannya tanpa sadar. Bahkan mereka mengira lebih mengasihi Tuhan dibanding orang lain yang tidak aktif pelayanan (ini tipuan dari musuh). Yang Tuhan inginkan bukanlah pelayanan kita melainkan Dia mengingini kita terlebih dahulu untuk mengenalNya dengan intim. Dari keintiman tersebut akan lahir sebuah pelayanan yaitu pelayanan yang lahir dari kasih, bukan pelayanan yang untuk memuaskan kecanduan kita akan penghargaan.

Firman Tuhan memberikan standar karakter yang tinggi bagi mereka yang ingin menjadi seorang pelayan Tuhan. Seorang penilik jemaat atau diaken haruslah memiliki penguasaan diri dan kesabaran, serta bisa mengurus istri dan anak-anak mereka dengan baik. Hari ini banyak gereja yang tidak lagi memakai standar karakter sesuai Firman Tuhan untuk memilih seseorang menjadi pelayan Tuhan sehingga timbulah kekacauan dimana-mana. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam pemilihan pengurus gereja atau denominasi sering terjadi konflik, intrik dan perpecahan karena perebutan posisi. Belum lama ini saya membaca dalam sebuah majalah bahwa sebuah partai politik yang memakai atribut kristen sebagai lambangnya juga tidak luput dari konflik yang mengarah pada perpecahan. Kurangnya kedewasaan merupakan akar dari semua masalah tersebut ( I Kor 3:3). Hal ini memang sangat menyedihkan sebab bagaimana kita mau menuntut orang lain bisa akur bila kita saja sebagai anak-anak terang tidak akur.

Marilah kita membangun hidup kita di atas dasar yang teguh agar hidup kerohanian kita menjadi kokoh. Kejarlah karakter Kristus dan utamakan pengenalan akan Allah melebihi yang lainnya. Temukanlah kepuasan yang sejati dari hubungan intim dengan Allah, lalu layanilah orang lain agar mereka juga bisa mengalami kepuasan tersebut. Jadilah orang yang bijaksana yang membangun rumahnya di atas batu !