Kejujuran Sebagai Topeng

Oleh: Yon Maryono

Kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata Topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka/kedok yang mempunyai arti simbolik dan penuh pesan-pesan terselubung yang identik dengan watak dan karakter manusia. Kejujuran dikenakan sebagai topeng yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah ucapan, sikap dan perbuatan seseorang yang tampak lahiriah penuh ketulusan ternyata ada kepentingan untuk pribadinya. Hal ini tidak sesuai dengan makna jujur dalam pengertian sikap moral (dalam perkataan maupun perbuatan) yang mengandung atribut berharga berupa kebenaran, integritas, kesatuan antara tindakan luar dan hati, dan sikap lurus yang berarti juga absennya kebohongan, penipuan, dan pencurian (encyclopedia Wikipedia). Kejujuran bukanlah sikap moral yang bersifat temporer, kadang muncul kadang tidak. Tetapi secara konsiten menjadi perilaku atau gaya hidup seseorang.



Dalam dunia sekuler sering kita dengar sebuah kritik: Apa yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan. Ini sebuah bentuk “karakter kejujuran” yang diekspresikan dalam ucapan yang tidak pernah dinyatakan dibuktikan. Kejujuran yang didasarkan kebenaran diri sendiri atau kelompok bukan kebenaran dalam Tuhan. Ini adalah kejujuran semu yang dimanfaatkan untuk menipu. Kejujuran hanya sebuah topeng untuk menutupi kepalsuan.

Di dalam Alkitab, ada perintah firman Tuhan, antara lain: Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak” (Yak 5:12). Itu sebabnya, kejujuran adalah sesuatu karakter yang utuh. Apa yang diucapkan susuai dengan apa yang dilakukakan, tidak tersisip unsur manipulasi sikap dalam bentuk kebohongan, dusta atau tipu daya lainnya. Dalam ajaran firman Tuhan juga mengungkapkan bahwa Kejujuran datang dari hati yang takut akan Tuhan (Ams 14:2). Pasti orang Kristen mengenal ayat ini, tapi apakah menjamin orang Kristen jujur. Tidak! Banyak orang yang mengaku takut atau mengasihi Tuhan tetapi dalam kenyataan hidupnya tidak menempatkan Tuhan di tempat yang utama. Mereka belum menghamba dalam kebenaran tetapi menghamba kejahatan. Apakah kita akan memakai topeng di hadapan Tuhan? Tuhan Maha mengetahui bahwa kita tidak jujur di hadapan-Nya.

Walaupun kita mengaku percaya, dibaptis dalam nama Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, dan kita telah dikuduskan dan dibenarkan menjadi milik Kristus, tetapi karakter kejujuran bukan bahan jadi. Dalam konteks Baptisan, kejujuran menyangkut hal ikhwal perubahan moral dan spiritual orang percaya yang sudah dibenarkan menjadi milik Tuhan. Selanjutnya, kejujuran harus dilatih dan diperjuangkan berlandaskan kehendak Allah. Jujur pada diri sendiri dan sesama adalah kejujuran semu bila hati manusia sebagai pusat sinergi intelektual, emosi dan tindakan tidak pernah jujur di hadapan Tuhan. Ini adalah perjuangan yang memerlukan bantuan kekuatan yang sangat besar yakni Tuhan. Tetapi, Roh itu bekerja melalui pengakuan yang setia akan hukum kebenaran dan tanggapan orang percaya akan kasih karunia yang telah diterimanya.

Tuhan memberkati kita semua.