Transubstantiation

Oleh : Joas Adiprasetya

Sedikit menambahkan, Transsubstansiasi adalah ajaran resmi Gereja Katolik (diresmikan oleh Konsili Trento sesuai pendirian Gereja utk mengikuti teologi skolastik Thomas Aquinas meski istilah ini pertama kali digunakan Hildebert of Tours). Thomas sendiri mengambilnya dari "hylemorfisme" Aristoteles, yang mengajarkan bahwa dlm suatu realitas (ens) terdapat dua unsur,materia (accident) dan forma (substance).

[block:views=similarterms-block_1]

Air menjadi es, materianya berubah namun forma/substansinya tetap. Ketika dipatrapkan pada Perjamuan Kudus, Aquinas (dan sementara orang hingga berabad-abad) berpendapat Roti dan Anggur materianya tetap namun formanya berubah (terjadi perubahan substansi). Aquinas berpendapat terjadi Real Presence tanpa kehadiran fisikal, melainkan sakramental. Tentu saja kini menjadi problematis ketika sains modern (khususnya kimia) tak mendukung teori Aristoteles dan Aquinas ini, dan secara filosofis dualisme natural-supernatural tidak lagi diterima.

Lalu mengenai saat berubahnya, merujuk pada pemikiran para Bapa Gereja saya berpendapat meski diimani Real Presence, namun tak pernah dijelaskan kapan dan bagaimana ( mengenai "how" ini saya kira penegasan Konsili Trento diarahkan dlm konfrontasi dg Protestan), dan tentu saja bukan saat Imam mengucapkan kata2 institusi/konsekrasi, bahkan dlm tradisi Katolik, khususnya di Doa Syukur Agung, mulai dikembalikan peran doa Epiklesis (doa mohon turunnya Roh Kudus), bahwa roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus karena kuasa Roh Kudus (menjelaskan "how"-nya), kapan terjadi? kita tidak tahu.

Schillebeeckx mengajukan transignifikansi kiranya mengantisipasi perkembangan ilmu modern yg menjadikan penjelasan tradisional Aquinas tidak bisa dipertahankan tanpa mengurangi arti Real Presence. Menurutnya dlm Ekaristi yg terjadi perubahan arti (significance) atas Roti dan Anggur dalam keseluruhan Misa (aspek liturgis kembali ditonjolkan, sama dg tindakan Perjamuan Terakhir, tidak melulu spekulasi metafisis- skolastik) sekaligus terjadi transfinalization, yaitu semua itu diarahkan pada sebuah akhir dg tujuan memberi santapan rohani. Ketika transubstansiasi didogmakan memang menjadi problematis karena terkait dg sebuah upaya rasional yg senantiasa tumbuh kembang dan berubah. Yang jelas Real Presence menurut hemat saya tetap diimani, transubstansiasi sekedar ikhtiar menjelaskan, sama dg Luther atau Schillebeeckx, sayangnya pemikiran Schillebeeckx buru2 ditolak lantaran tdk orthodoks.... demikian dan mohon koreksi.. salam