Self Discipline

Oleh: Michael Griffiths

Satu hal yang senantiasa mendapat tekanan dan mendorong orang-orang Kristen supaya memanfaatkan waktu mereka habis-habisan ialah ketidak-pastian hidup ini. Artinya, bukan saja ada kepelbagaian kesanggupan-kesanggupan atau jumlah bakat, melainkan juga kepelbagaian jangka waktu dari kesempatan-kesempatan yang diberikan kepada seseorang. Bagian nats yang kita kutip dari Efesus 5 dan Kolose 4, yang bunyi terjemahannya ialah "menggunakan waktu yang ada" dapat juga diterjemahkan sebagai berikut: "menghabiskan kesempatan-kesempatan yang tersedia sampai sehabis-habisnya." Dan semua kita tahu, betapa banyak orang Kristen yang hidupnya pendek saja, namun telah mereka manfaatkan sepenuhnya.

"Jadi sekarang, hai kamu yang berkata, hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata, "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu dan semua kemegahan demikian adalah salah. Jadi jika seorang tahu bagaimana harus berbuat baik tapi tidak melakukannya, ia berdosa." (Yak 4:13-17)

Kita bukan saja diingatkan bahwa segala sesuatu yang kita rencanakan untuk hari esok senantiasa tergantung dari perkenan ilahi, tapi juga hidup sendiri bagi embun, atau segumpal asap dan mungkin besok kita mati. Implikasinya adalah jangan kita ulur-ulur ke hari esok hal-hal baik yang dapat kita lakukan hari ini.

Dalam kitab Amsal yang dianggap teladan orang yang berusaha sungguh-sungguh adalah ibu rumah tangga. Ia adalah istri yang berbudi dalam bab 31, yang berbuat baik pada suaminya sepanjang umurnya, bangun sebelum fajar dan pelitanya tidak padam. Makanan kemalasan tidak dimakannya (ayat 27b), orang miskin dan kekurangan beroleh pertolongan (ayat 20), kesehatan dan kesejahteraan keluarga terjamin dan mereka ini bangkit memuji Tuhan. Rahasianya ialah ia takut akan Tuhan (ayat 30) dan sungguh-sungguh memanfaatkan waktunya.

Namun dalam amsal sebelumnya, kita melihat gambaran yang tegas tentang kelemahan si pemalas yang umumnya digambarkan sebagai kelakuan kaum laki-laki. Kita mencatat ciri-ciri berikut :

1) Ia tak dapat membuat rencana. Ia tak mau membajak sebab takut kedinginan maka ia meminta sedekah pada musim menuai (Amsal 20:4). Semut bekerja keras pada musim panas tapi si pemalas tidur-tiduran sepanjang hari (6:6-8). la terlalu ngantuk untuk melakukan pekerjaan yang harus dilakukan. la tidak mampu melihat ke depan dan tak memiliki akal sehat untuk melakukan persiapan masa datang. Dewasa ini ciri-ciri ini tercermin dalam ucapan seperti "Bagaimana ya rasanya kok baru kemarin hari Minggu, tau-tau sudah Minggu lagi!" atau "Kok heran, kita selalu kehabisan waktu tapi pekerjaan semakin bertumpuk."

2) Ia tak mampu mengatasi keseganannya untuk bekerja (Amsal 13:4)

3) Perhatiaannya lebih tercurah pada masalah, bukan pada cara bagaimana mengatasi masalah (Amsal 15:19). Kesulitannya begitu bertumpuk hingga ia hanya bisa duduk dan menunggu (26:13). Orang-orang seperti ini menciptakan kesukaran bagi dirinya sendiri supaya ada alasan untuk tidak bekerja.

4) Ia penghalang bagi orang-orang lain dan pengaruhnya merusak. "Orang yang bermalas-malasan dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak (Amsal 18:9). Tak heran banyak terjadi perpecahan dalam kepemimpinan gereja maupun gerakan pemuda. Apakah mereka bekerja hanya seperlunya saja sesuai dengan program-program lama yang sudah usang, atau pemimpin hanya sekedar duduk di kursinya karena ingin disanjung dan dihormati? Pemalas itu tidak menggunakan waktunya bagi kemuliaan Allah. Tak sedikitpun terlintas dalam pikirannya bahwa memuliakan Tuhan melalui pemakaian waktu adalah harta yang amat tinggi nilainya. Marilah kita gunakan waktu kita selagi masih ada kesempatan.

Untuk didoakan dan direnungkan. Bagaimana sikap saya dalam memakai waktu yang ada, apakah saya sudah memanfaatkannya bagi Kristus? Apakah tahun-tahun berlalu tanpa ada sesuatu yang tercapai? Apa sasaran saya dalam memanfaatkan waktu sebagai orang Kristen?