Seksualitas

Penulis : Herlianto

Hai anak manusia, ada dua orang perempuan, anak dari satu ibu. Mereka bersundal di Mesir, mereka bersundal pada masa mudanya; disana susunya dijamah-jamah dan dada keperawanannya di pegang-pegang. Nama yang tertua ialah Ohola dan nama adiknya ialah Oholiba. Mereka Aku punya dan mereka melahirkan anak-anak lelaki dan perempuan. Mengenai nama-nama mereka, Ohola ialah Samaria dan Oholiba ialah Yerusalem. Dan Ohola berzinah, sedang ia Aku punya. Ia sangat birahi kepada kekasih-kekasihnya, kepada orang Asyur pahlawan-pahlawan perang. . . . Walaupun hal itu dilihat oleh adiknya, Oholiba, ia lebih birahi lagi dan persundalannya melebihi lagi dari kakaknya. (LAI-TB, Yehezkiel 23:2-5,11)

[block:views=similarterms-block_1]

Ada orang mengatakan bahwa Alkitab bukanlah kitab yang suci karena ia berbau porno seperti terbaca pada ayat di atas. Membaca konteks ayat itu, kita tahu bahwa gambaran itu adalah simbolisasi dari perilaku umat Tuhan di Samaria dan Yerusalem yang disalahkan Tuhan. Namun, yang menjadi masalah mengapa perilaku dosa umat itu digambarkan dengan perilaku dosa seks?

[block:views=similarterms-block_1]

Dalam waktu sebulan terakhir ada tiga peristiwa dialami dalam kaitan dengan seksualitas, yaitu: pertama, dalam pencarian DVD untuk bahan ceramah, secara kebetulan ditemukan sebuah film antik berjudul KINSEY. Let s Talk About Sex ; kedua, diterima surat dari seorang yang dengan terus terang mengaku homo yang minta bimbingan karena ia rindu melepaskan perilaku itu; dan ketiga, ada undangan dari PMK FISIP-UNPAD yang mengundang untuk membahas masalah jender khususnya seksualitas pria.

Film tentang kehidupan Alfred Kinsey menarik karena menunjukkan bagaimana ia menghadapi tantangan dalam penelitiannya namun akhirnya mendapat dana dari Rockefeller Foundation. Sebagai seorang biolog yang gemar meneliti serangga, ia kemudian meneliti perilaku seksual orang Amerika dan bukunya yang terbit tahun 1948 berjudul Sexual Behaviour of Human Male (kemudian disusul Sexual Behaviour of Human Female ) mengegerkan masyarakat Amerika waktu itu karena ia mengungkap rahasia kamar tidur yang selama ini ditutup-tutupi dalam masyarakat konservatif. Ia mengadakan penelitian terutama melalui metoda wawancara secara langsung. Buku itu tebal sekali dan di awal tahun 1970-an hanya sempat dibaca sebagian saja.

Rekan pengidap Homo dalam suratnya menyadari bahwa kehidupan seksualitasnya tidak sesuai dengan firman Tuhan sehingga ia berkonsultasi dengan beberapa pendeta namun mengalami peristiwa pahit. Ada pendeta menyalahkannya sebagai berbuat terkutuk, tetapi pendeta lain malah mengajaknya main. Menghadapi ini ia makin bingung dan ingin mencari jawab Tuhan yang benar menghadapi masalah dorongan dalam dirinya itu yang sekarang disadarinya sebagai salah.

Camp mahasiswa Fisip itu cukup menantikan diskusi soal seksualitas yang terbuka mengingat begitu mewabahnya film-film porno yang beredar di kalangan mahasiswa. Ada mahasiswa yang melontarkan isu onani (masturbasi) agar dibahas karena di gereja mereka belum pernah mendengar dibicarakannya isu yang dihadapi semua mahasiswa itu. Seorang asisten dosen antropologi yang bergabung dalam tim studi seksualitas di fakultasnya yang ikut hadir, mengemukakan bahwa salah satu penyebab kurang dibicarakannya masalah seksualitas di gereja adalah karena umumnya seksualitas masih dianggap tabu untuk dibicarakan.

Memang dalam hal seksualitas, kita men2ghadapi dua kutub yang berseberangan, di satu kutup orang masih tabu membicarakannya bahkan menyalahkan ketidak-wajaran seksualitas sebagai dosa dan perbuatan terkutuk. Di kutub lain kita menyaksikan makin longgarnya permissivisme di masyarakat sehingga semua penyimpangan seksualitas dianggap hal lumrah dan halal kalau itu merupakan dorongan jiwa.

Harus diakui bahwa banyak gereja dengan pendetanya yang masih berfikir puritan yang menganggap membicarakan seksualitas sebagai tabu, menutup-nutupi masalah ini sebagai urusan pribadi, dan tidak perlu membicarakan masalah yang terkutuk ini. Sikap demikian jelas tidak membantu memecahkan pergumulan seksual generasi modern yang dengan mudah dan murah membeli DVD blue film . Akibatnya banyak muda-mudi gereja lebih banyak mendapat informasi berkelimpahan tetapi keliru dari pasar daripada kebenaran firman yang seharusnya mereka ketahui. Dalam konteks demikian penelitian Kinsey benar-benar mengejutkan betapa banyak orang melakukan hubungan seksualitas yang aneh-aneh dan itulah kenyataan masyarakat Amerika kala itu.

Di kutub lain keterbukaan seksualitas juga bukannya hal yang baik, karena apapun perilaku seksualitas yang dilakukan dianggap kewajaran karena dialami oleh masyarakat secara nyata. Kebebasan yang liberal memang tidak membawa jalan keluar karena kita love the sin & the sinner dan kurang mempertimbangkan konsekwensi sosial yang lebih luas, apalagi konsekwensinya dimata Allah. Bayangkan homoseksualitas adalah salah satu penyebab utama penyebaran Aids dan perilaku demikian biasanya dilakukan dengan banyak pasangan baik sesama jenis maupun tidak (promiskuitas), dan kita bisa melihat dampaknya secara sosial dan medis apa akibat yang ditimbulkan toleransi kebablasan yang beralaskan hak azasi kemanusiaan demi membela hubungan sesama jenis itu.

Kinsey sendiri sebagai anggota gereja Metodis (diakui secara jujur tidak pernah ke gereja sejak masa anak-anak) dalam penelitiannya juga menunjukkan liberalisme dalam pemikirannya. Ia menerima semua perilaku masyarakat sebagai apa adanya dan tidak berusaha untuk menunjukkan hal-hal baik dan buruk dalam seksualitas dan juga tidak menawarkan rem pengaman pada masyarakat. Ketika asistennya mempermasalahkan statistik homoseksualitas dimasyarakat dan mengajak Kinsey melakukan homo-coitus dengannya, ia terjerat sehingga membuat marah isterinya. Ketika liberalisme pemikiran itu meluas dalam keluarga Kinsey, asistennya kembali meminta agar boleh bersebadan dengan isteri Kinsey, ia tidak bisa menolak dan toleransi dengan hasil penelitiannya.

Di antara kedua kutub puritanisme dan liberalisme itulah kita membutuhkan bimbingan firman Tuhan agar bisa memberi rem pengaman dan tuntunan yang jelas akan dorongan seksualitas manusia dan bagaimana dorongan itu bisa tersalur secara bertanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Soal ini perlu dibicarakan di gereja-gereja dengan pembicara yang integritas iman dan etika seksual-nya setia kepada Alkitab. Kita tidak bisa menutup diri terhadap penyebaran informasi seksualitas melalui mass media yang begitu meluas dan lebih banyak menekankan nafsu dan kenikmatannya daripada seks sebagai saluran cinta-kasih dalam kerangka pernikahan dan pembentukan keluarga yang kudus dan bertanggung jawab di mata Tuhan.

Alkitab banyak berbicara mengenai seksualitas dan tidak mengutuknya tetapi juga tidak membebaskannya sesuai keinginan nafsu kedagingan, tetapi Alkitab banyak berbicara mengenai rambu-rambu yang perlu bagi mereka yang mengalami proses kematangan seksual dan pernikahan. Banyak anak remaja gereja terjatuh dalam perilaku seksualitas yang membuka luas ke dunia penyakit kelamin (VD) dan terutama HIV/AIDS, tanpa mereka tahu adanya rambu-rambu dalam urusan seks. Banyak pernikahan kristen kacau dan dialami rekaman hubungan seksualitas yang sadistik. Film-film porno dan majalah-majalah semacamnya lebih banyak menjadi guru pendidikan seksual daripada para gembala gereja yang seharusnya menjadi gembala yang baik yang menuntun domba-dombanya bukan saja dalam hal-hal imani tetapi juga dalam hal etika terutama etika seksual.

Sudah tiba saatnya umat Kristen sadar untuk menjadikan seksualitas sebagai bahan yang layak didiskusikan dalam terang firman Tuhan, agar gereja dapat menjadi benteng pertahanan yang baik yang bisa dijadikan panutan oleh para jemaatnya. Usaha preventif gereja lebih baik daripada menangani korban-korban ketidak sucian seksual, aborsi, kawin-cerai, promiskuitas, homoseksualitas, sexual sadism dan massochism, dan berbagai perilaku seksual lainnya, karena ingatlah bahwa:

... tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! (LAI-TB, I Korintus 6:19-20)

Sumber: www.yabina.org