Membangun Lumbung

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan

Khotbah Minggu Pagi di GBAP El Shaddai Palangka Raya 28 Oktober 2012

“TUHAN akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu” (Ulangan 28:8)

Pendahuluan

Lumbung merupakan ide dari Tuhan. Pada waktu mendaftarkan berkat-berkat yang diperoleh dari ketaatan dalam ulangan 28 disana ditemukan bahwa Tuhan juga memberkati lumbung atau gudang penyimpanan. Istilah moderen lainnya untuk lumbung adalah bank tempat penabungan. Perlu diingat, bahwa berkat yang dijanjikan dalam ulangan 28 adalah “bless of conditional covenant” atau “berkat perjajian bersyarat”. Ciri dari perjanjian bersyarat terlihat dari formula “jika – maka” dalam ayat 1. Artinya, Tuhan akan melakukan apa yang dijanjikanNya apabila umatNya taat melakukan syarat-syarat yang dituntutNya dalam perjanjian itu. Jadi, membangun lumbung bukan hanya merupakan hal yang baik, tetapi merupakan ide dari Tuhan; “Good idea and God’s idea”


Tujuan Membangun Lumbung

Pada zaman Perjanjian Lama, Lumbung-lumbung dibuat supaya ada kepastian akan kecukupan persediaan, seperti gandum untuk makanan, yang dapat digunakan jika masa paceklik seperti kelaparan datang atau saat ada bencana yang melanda. Yusuf adalah seorang adalah seorang pria yang pertama kali melakukan hal ini ketika ia menyuruh bangsa Mesir menyimpan gandum selama tujuh tahun lamanya. Melalui kebijakan ekonomi yang dibuatnya, melindungi Mesir dan bangsa-bangsa lainnya dari kelaparan, ketika tujuh tahun kelaparan terjadi. Melalui kecukupan persediaan dalam lumbung yang dibuat mereka memiliki banyak persediaaan, bahkan cukup banyak untuk memberi makan mesir dan bangsa lainnya, termasuk keluarga Yusuf sendiri (Baca Kejadian 41-48).


Jadi tujuan dari lumbung adalah untuk memastikan adanya persediaan yang cukup dan untuk memenuhi kebutuhan kita dan orang lain pada masa-masa yang sulit. Rasul Paulus menginatkan hal ini kerika ia menasihati jemaat Korintus, “Tentang pengumpulan uang bagi orang-orang kudus, hendaklah kamu berbuat sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang kuberikan kepada Jemaat-jemaat di Galatia. Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing -- sesuai dengan apa yang kamu peroleh -- menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang. Sesudah aku tiba, aku akan mengutus orang-orang, yang kamu anggap layak, dengan surat ke Yerusalem untuk menyampaikan pemberianmu” (1 Korintus 16:1-3). Perhatikan nasihat Paulus dalam ayat ini adalah bahwa harus menyisihkan uang pada hari minggu untuk lumbung pribadi mereka se merekahingga keika Rasul Paulus atau utusannya datang mengunjungi mereka, persembahan sudah siap tersedia dan menunggu untuk diambil. Dari ayat-ayat ini terlihat bahwa merupakan ide baik untuk menyisihkan sedikit uang untuk mengisi lumbung pribadi kita.

Berapa Banyak yang Harus Ditabung?
 
Jika kita bebas dari utang atau tidak mempunyai utang, berapa banyak uang yang harus kita tabung? Tuhan memberikan kita dalam hal ini, artinya secukupnya sesuai dengan berkat dan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian kita harus mengunakan akal sehat yang diberikan Tuhan pada kita. Jika saat ini kita hanya berkerja musiman atau tidak menentu sehingga suatu saat akam menghadapi atau mengalami waktu yang panjang tanpa pekerjaan apapun,  maka kita harus menyisihkan lebih banyak uang dibandingkan orang yang memiliki pekerjaan dan pendapatan yang stabil dan teratur, speerti pegawaian negeri sipil atau pegawai perusahaan tetap. Angka baik untuk memulai adalah 10 persen yang berati kita harus mengembalikan 10 persen kepada Tuhan yaitu persepuluhan, lalu menyimpan 10 persen lainnya untuk ditabung, kemudian hidup dengan jumlah 80 persen.

Tetapi, dalam hal ini kita perlu meminta hikmat dan tuntunan Tuhan berapa banyak yang perlu kita simpan. Masalah yang penting adalah kita mempertahankan keseimbangan antara memiliki terlalu sedikit dan terlalu banyak. Maksudnya, sebaiknya kita mempunyai persediaan yang cukup dalam lumbung kita, sehingga jika sewaktu-waktu ada kebutuhan mendadak atau kesempatan khusus untuk memberi, kita memiliki uang yang kita butuhkan. Namun terlalu banyak sehingga akhirnya kita mulai mengandalkan uang sebagai sumber keamanan. Jangan pernah lupa bahwa kita percaya kepada Tuhan, bukan kepada uang. Perhatikan dua bagian Alkitab yang memberi peringatan berikut ini:

“Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yeremia  17:5-8).

“Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah” (Lukas 12:15-21).

Saran-Saran Agar Bisa Membangun Lumbung

Karena membangun lumbung adalah hal yang baik dan merupakan ide dari Tuhan maka perlu bagi kita untuk melakukannya. Berikut ini saran-saran praktis agar lumbung kita diberkati dan ada persediaan yang cukup.

1. Membayar kepada Tuhan apa yang menjadi milik-Nya (Amsal 3:9-10; Maleakhi 3:6-10). Hal yang paling bijaksana yang harus kita lakukan adalah membayar kepada Tuhan terlabih dahulu. Tuhan sangat ingin memberkati kita sampai berkelimpahan. Tetapi kita akan kehilangan kelimpahanNya jika kita tidak mengungkapkan kasih kita kepadaNya melalui ketaatan. Ketaatan dalam membayar kepada Tuhan menunjukkan keadaan hati kita dan kasih kita kepada Allah (Matius 6:21; Lukas 12:34). Allah ingin kita memberi kepada terlabih dahulu dan memberikan yang terbaik, yaitu yang pertama dari penghasilan kita. Pembayaran kepada Allah itu adalah buah sulung dan persepuluhan. Buah sulung ialah yang pertama dari penghasilan kita (Amsal 3:9-10; bandingkan Bilangan 18:12-13). Sedangkan persepuluhan adalah 10 persen dari pendapatan kita yang dibayar (dikembalikan)  kepada Tuhan (Maleakhi 3:6-10; bandingkan Imamat 27:30, 32; Ulangan 14:22). Kata Ibrani untuk “persepuluhan” adalah “ma’ser” yang berarti “sepersepuluh bagian”.

Mengapa kita perlu membayar  buah sulung dan persepuluhan? Karena itu adalah milik Tuhan yang harus dikembalikan kepadaNya. Selain itu, buah sulung dan persepuluhan adalah pagar yang akan melindungi benih-benih yang kita tabur dalam hidup kita hingga menghasilkan buah. Kita membayar buah sulung dan persepuluhan dengan kasih dan harapan kepada Tuhan yang sangat ingin memberkati kita secara melimpah dan selalu siap menolong kita jauh lebih banyak dari apa yang kita doakan dan pikirkan (Efesus 3:20). Ada orang Kristen yang berpendapat bahwa keharusan membayar persepuluhan  itu adalah bagi orang Israel saja karena hal itu berkaitan dengan hukum Taurat. Ini adalah pemikiran yang keliru. Kira-kira empat ratus tahun sebelum hukum Taurat ada, Alkitab mencatat bahwa Abraham telah mempersembahkan sepersepuluhnya kepada Milkisedek (Kejadian 14:18-20). Orang Kristen membayar persepuluhan karena mengakui keimaman Melkisedek, dimana Kristus menjadi imam menurut peraturan Melkisedek (Ibrani 6:19-20; 7:1-17).

2. Bekerjalah dengan rajin (Amsal 6:6-11; 10:4; 13:4; 22:29; Ulangan 28:8).  Ada banyak orang sebenarnya berkecukupan jika mereka tidak membiarkan sifat malas menguasai mereka. Dengan rajin bekerja kita mencukupkan kebutuhan kita dan mulai menyisihkan kelebihannya untuk ditabung guna mencukupi kebutuhan yang tidak terduga. Ada yang mengajarkan bahwa cara memperoleh harta yang terbaik adalah dengan cara bekerja sesedikit mungkin dan mendapatkan hasil sebanyak mungkin. Ada pula yang mengajarkan bahwa bekerja adalah segala-galanya. Lalu, bagaimana konsep Allah tentang bekerja? Bagaimanakah seharusnya kita bekerja ? Ada dua prinsip dalam bekerja dengan rajin, yaitu prinsip bekerja dengan iman dan prinsip bekerja dengan etika Alkitab.  Prinsip pertama, bekerja dengan iman. Kita harus bekerja dengan iman karena bekerja adalah bagian dari perjanjian (kovenan) Allah (Kej 2:3;15,19; Ulangan 28:1-8). Jadi kita bukan hanya perlu bekerja, melainkan bekerja dengan iman. Mengapa? Orang yang rajin bekerja dengan iman, hidup di dalam hukum Perjanjian. Mereka pasti diberkati oleh Allah Karena Allah terikat dengan janjiNya. Semakin kita setia bekerja dengan keras di dalam perjanjian Allah, maka semakin besarlah kekuatan kita untuk menarik berkat Allah. Prinsip kedua, bekerja dengan etika Alkitab. Paulus dalam Kolose 3:22-25 memberikan prinsip dan etika dalam bekerja, yaitu : 1) Bekerja dengan segenap hati seperti untuk Tuhan yaitu: segenap akal pikiran, segenap kreativitas, segenap keterampilan, dan segenap kesungguhan; 2) Bekerja dengan prinsip ketaatan, yaitu : taat pada peraturan, taat pada kebenaran, taat pada pimpinan, taat pada tata krama, taat pada janji, dan taat pada kelompok. 3) Bekerja dengan takut akan Tuhan karena kita  ingat bahwa dari Tuhanlah kita akan menerima bagian upah kita melalui pimpinan atau kantor tempat kita bekerja.

3. Hiduplah dengan bijaksana, sederhana, dan hemat (Amsal 21:5; Efesus 5:15-17; 1 Timotius 6:8-10). Buatlah rencana yang terbaik bagi hidup kita. Mulailah dengan merencanakan anggaran belanja (). Berdasarkam Amsal 21:5, kita melihat bahwa membuat rencana dan anggaran belanja adalah membentuk dan mengikuti rencana kelimpahan. Dalam bentuk yang sederhana, sebuah anggaran belanja adalah cara untuk melacak uang yang masuk dan keluar. Berikut ini prinsip-prinsip dan cara-cara mengatur keuangan kita. 1)  Pahami kondisi keuangan kita: berapa besar/banyak pendapatan kita dan berapa pengeluaran kita yaitu: kewajiban dan kebutuhan kita. Hal ini akan menempatkan kita pada gaya hidup yang tepat, sehingga menghindari ”lebih besar pasak dari pada tiangnya”. 2) Buat anggaran yaitu catatan penerimaan dan catatan pengeluaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui dari mana datangnya pendapatan / penerimaan keuangan kita, dan mengetahui kemana atau untuk keperluan apa pengeluaran keuangan kita. ini bertujuan sebagai bahan evaluasi untuk selanjutnya. 3) Menentukan prioritas dengan cara membedakan pengeluaran menurut kepentingannya, yaitu : (a) kewajiban-kewajiban, yaitu kewajiban kepada Allah seperti buah sulung, persepuluhan dan persembahan lainnya; kewajiban kepada pemerintah dan kewajiban lainnya seperti pajak, listrik, PDAM, telpon, pembayaran utang atau cicilaan kredit, iuran, dll. (b) Kebutuhan pokok yaitu kebutuhan yang harus terpenuhi sepert: pangan atau makanan; sandang atau pakaian; papan atau rumah tempat tinggal; biaya transport; biaya pendidikan; biaya kesehatan. (c) Keinginan yaitu sesuatu yang tidak begitu penting, yang tidak akan mempengaruhi apapun jika tidak dipenuhi. Keinginan lebih banyak berkenaan dengan gaya hidup seseorang, bukan kebutuhan mendasar, yaitu : rekreasi; vcd player; jajan; hanphone, dll. (d) Kemewahan yaitu pengeluaran yang jauh di atas normal karena didalamnya ada kualitas tertentu yang harus dibayar, misalnya : motor gede; mobil sport; villa; makan direstoran mahal; menginap dihotel berbintan dan lain-lain. Ingatlah, Keuangan kita harus mengutamakan kebutuhan pokok (makanan, pakaian, dan tempat tinggal), bukan keinginan-keinginan kita. Apa yang kita butuhkan pasti dijawab oleh Tuhan, apa yang kita inginkan belum tentu dijawab Tuhan (Yakobus 4:3). Apa yang kita inginkan akan terjawab kalau keinginan kita adalah keinginan-keinginan Allah. Hal itu terjadi saat kita manunggal dengan firman (Yohanes 15:7). 4) Biasakan hidup sederhana. Hemat berbeda dengan pelit. Hemat adalah sikap yang penuh pertimbangan di dalam melakukan pengeluaran agar tidak terjadi hal yang tidak perlu. Pelit adalah sikap susah untuk melakukan pengeluaran sekalipun untuk hal-hal yang perlu. Hidup hemat dapat dilakukan dengan cara: Tidak menggunakan kartu kredit;    Kurangi makan diluar rumah dan jajan yang tidak perlu; Hindari belanja yang impulsif menurut dorongan hati atau keinginan semata-mata; dan buat daftar belanja sebelum bepergian berbelanja atau ke pasar.

4. Bertekadlah untuk membayar utang (Ulangan 28:12). Hutang bukanlah dosa, tetapi berbahaya, sebab satu langkah lagi kita akan berbuat dosa yaitu bila kita tidak membayar hutang. Hanya orang fasik (orang berdosa) yang berhutang dan tidak membayar hutang (Mazmur 37:21). Karena itu pastikan kita membayar hutang. Rencana Allah untuk kita bukanlah agar kita meminjam uang, melainkan agar kita memberi pinjaman (Ulangan 28:12). Semakin kita setia pada harta orang lain (tidak berhutang), semakin kita dipercayakan banyak harta (Lukas 16:12). Pertanyaan: Bagaimana bila ada utang ? Bayarlah dan tepat janji (Amsal 6:1-5). Semakin kita tepat janji dalam membayar tagihan atau hutang, semakin setialah kita pada harta orang lain. Karena itu, Tuhan akan semakin banyak mempercayakan harta kepada kita. Alkitab berkata seseorang yang tidak tepat janji dengan hutangnya akan menjadi tidak bebas (budak) sehingga pekerjaan kita tidak produktif (Amsal 6:1-5).
Jika anda terlilit utang, maka bertekadlah untuk lepas dan bebas dari utang. Cara membebaskan diri dari utang bukanlah menyembunyian diri, melarikan diri atau bunuh diri. Cara terbaik untuk bebas dari utang adalah dengan mulai bertekad membayar utang. Berikut ini beberapa saran yang dianjurkan untuk bebas dari utang: 1) Buatlah daftar utang-utang mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil; 2) Mulailah membayar utang yang terkecil nilainya; 3) berfokuslah untuk melunasi satu utang lebih dulu sampai selesai, kemudian lanjutkan membayar hutang-hutang lainnya hingga semua hutang terbayar; 4) mintalah berkat Tuhan untuk kecukupan hidup anda dan untuk membayar utang-utang anda. 5) Walaupun anda terlilit utang, paksalah menabung walalupun sedikit jumlahnya.

Penutup

Kita tak pernah tahu keadaan di depan kita, tetapi kita dapat mempercayakan kehidupan kita kepada Tuhan karena Dia menginginkan hidup kita diberkati dan berhasil. Pertama, Tuhan menjanjikan masa depan yang penuh harapan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yeremia 29:11). Kedua, Tuhan memberikan kekuatan untuk berhasil. Tuhan tidak memberikan kita harta, tetapi kekuatan untuk memperoleh harta kekayaan, “Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:18).  Paulus mengingatkan bahwa “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Korintus 8:9).


Membuat lumbung, atau menabung yaitu menyisihkan sebagian dari pendapatan kita merupakan hal yang baik dan ide ini datangnya dari Tuhan. Tuhan memang tidak mengatakan bahwa kita harus menumpuk uang, tetapi adalah bijaksana apabila kita memiliki beberapa sumber ekstra yang mungkin kita perlukan untuk kebutuhan-kebutuhan yang tak terduga atau kepentingan orang lain. Bukankan merupakan suatu hal yang bijaksana jika kita mengetahui adanya suatu kebutuhan untuk kita maupun orang lain dan mendapati bahwa kita ada persediaan cukup untuk kebutuhan itu tanpa terlibat utang? Kita dapat belajar dari wanita yang bijaksana dalam amsal 31:25,” .. ia tertawa tentang hari depan”. Inilah wanita yang takut akan Tuhan, yang cakap, dan melakukan yang terbaik untuk masa depannnya seisi rumahnya (baca Amsal 31:10,30).


* Pdt. Samuel T. Gunawan adalah seorang Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat  El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Palangka Raya; Sarjana Theology (S.Th) dan Magister Theology (M.Th) dari STT Trinity.