Joice dan TUHAN

Oleh: Krisetiawan

Joice, anak kami, sudah mulai bisa berjalan sendiri. Sebelumnya harus dipegang tangannya atau dititah. Sebelum itu cuma bisa merangkak. Sebelum bisa merangkak, tidak bisa kemana-mana kecuali digendong. Sebelumnya hanya bisa menangis, sekarang sudah bisa bilang, "papa, mama, matematika" (ups...kalau yang ini belum). Saya dan istri sangat senang melihat pertumbuhan Joice. Saya membayangkan, demikian juga dengan TUHAN. TUHAN pasti senang melihat pertumbuhan kita, anak-anak-Nya. Dulu kita nggak bisa berjalan "dengan benar", sekarang bisa berjalan dalam terang firman-Nya. Dulu suka gosip, sekarang suka mendoakan orang. Seperti saya senang melihat pertumbuhan Joice, TUHAN juga pasti senang melihat pertumbuhan rohani anak-anak-Nya.

Joice, anak kami, juga sudah bisa membuka pintu sendiri. Sebenarnya bukan dia, tapi saya. Saya gendong dia sambil berkata: ayo pintunya dibuka. Tangannya yang mungil segera meraih pintu yang tertutup. Diam-diam, tangan saya memegang handle pintu dan membukanya pelan-pelan, lalu kaki saya membuka pintu itu lebih lebar. Joice tetap dengan tangan yang memegang pintu. Setelah pintu terbuka, Joice tampak senang. Apalagi ketika saya bilang: Wah, pinter, sudah bisa membuka pintu. Joice pun tersenyum manis. Saya membayangkan TUHAN, Bapa kita. Ada banyak hal yang Dia lakukan untuk kita, tapi sering kali kita merasa kitalah yang melakukannya. Ada persoalan berat, TUHAN selesaikan, kita merasa kitalah yang menyelesaikan. Ada pekerjaan berat, tugas berat, kita berhasil melakukan dengan baik, kadang kita lupa, TUHAN "diam-diam" melakukannya untuk kita.

Joice, anak kami, suka main air. Sesudah mandi, biasanya sulit sekali diajak keluar dari tempat dia berendam. Kalau sudah begitu, saya terpaksa menggendong dia dan membawanya keluar dari air, walaupun dia menangis. Dia menangis dengan keras, saya tidak peduli. Pikirnya, mungkin, "Papaku tidak sayang aku, tidak senang melihat aku senang." Saya tidak mau membiarkan Joice berlama-lama di dalam air supaya tidak masuk angin. Saya membayangkan TUHAN juga demikian. Sering kali TUHAN "menarik" kita dari kenikmatan hidup (baca: dosa) agar kita tidak celaka. Kita terkadang sulit memahami apa yang TUHAN lakukan seperti Joice yang masih sulit memahami apa yang saya lakukan. Tapi percayalah, TUHAN melakukan kebaikan dan kebaikan dan kebaikan dan kebaikan untuk kita. Tidak ada hal jahat yang TUHAN lakukan untuk kita. Sekalipun, kita sulit memahaminya.

Joice, anak kami, pernah sakit. Dari mulai sakit mata, batuk, pilek, gatal di kulit, dsb. Sebagai seorang ayah saya merasa kasihan. Terkadang saya berpikir, kalau memungkinkan biarlah saya saja yang menanggung sakit Joice. Saya tidak tega. Tiba-tiba saya teringat Bapa saya, TUHAN. Bukankah firmanNya berkata: sesungguhnya penyakitmulah yang AKU tanggung, dan kesengsaraanmu yang AKU pikul. TUHAN, Bapa kita, juga tidak tega melihat kita sakit. DIA ingin menanggung setiap sakit penyakit kita. Dan DIA sedah melakukan itu di atas kayu salib. Luar biasa!! Sakit jasmani dan sakit rohani (dosa) kita, ditanggung-Nya di atas kayu salib. Ini bukan karena kebaikan kita. Bukan karena kita layak mendapatkannya. Bukan karena kita lebih baik daripada orang lain. Tapi semata-mata karena anugerahNYA.

Joice, anak kami, membuat saya belajar hati Bapa, TUHAN kita.

Semoga memberkati. Amin.