Ibu kita, Maria 'Perempuan yang Terlupakan'

Penulis : alof

Ditinjau dari sudut karya keselamatan Allah, kita kerap menganggap Maria sekedar alat/sarana saja. Ibarat pipa saluran air yang tidak memberikan makna apa-apa kepada air itu. Akibatnya, kita sering lupa akan peran pipa itu. Kita tidak pernah memberi perhatian padanya dan baru ingat pada saat air tidak mengalir akibat pipa yang bocor atau mampat. Dalam semangat radikal para pengikut Reformasi Protestanisme di abad ke-16 (dan diwarisi hingga kini), semua hal yang berbau Katolik hendak disingkirkan dari gereja. Dan penghormatan terhadap Maria adalah salah satu hal yang hendak dibabat. Secara salah-kaprah, penghormatan (devosi/adorasi) kepada Maria dicela sebagai penyembahan yang bertentangan dengan iman Kristen.

[block:views=similarterms-block_1]

Padahal orang-orang Katolik bukan mendewa-dewakan dan menyembah Maria, melainkan menghormatinya sebagai ibunda Tuhan sebagaimana dahulu Elisabet (ibu Yohanes Pembaptis) menghormati Maria,

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?" (Luk 1:42-43)

1. Perempuan Istimewa

Tidak ada perempuan lain yang mendapat kedudukan demikian istimewa dalam Alkitab sebagai perempuan utama selain Hawa dan Maria. Dalam Perjanjian Lama, Hawa dipandang sebagai ibu dari semua umat manusia secara lahiriah, sementara Maria dalam Perjanjian Baru menjadi ibu murid-murid Yesus. Dari kedua perempuan inilah kita mewarisi kemanusian Kristen seutuhnya.

Dalam Injil Lukas dikisahkan bagaimana reaksi Maria ketika malaikat Tuhan mengunjunginya.

Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."

Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.

Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah." (Luk 1:28-30)

Keterkejutan Maria bukan dikarenakan kedatangan malaikat, melainkan MAKNA yang dikandung dalam salam tersebut. Hal ini menandakan bahwa salam itu sangatlah tidak lazim dan sangat istimewa. Salam itu merupakan sebuah proklamasi bahwa Maria adalah orang yang dikaruniai dan disertai Tuhan. Sebuah kedudukan yang sangat istimewa yang tak seorang pun pernah mendapatkan pernyataan serupa itu.

Dalam bahasa Inggrisnya, salam itu berbunyi, "Hail, full of grace, the Lord is with you" (terjemahan yang kemudian menggunakan "favored one"). Maria disebut sebagai orang yang "penuh rahmat". Kata ini diterjemahkan dari bahasa Yunani "kecharitomene" (dari asal kata "charis" yang bermakna "rahmat/anugerah") yang mencerminkan kualitas karakter Maria.

Term Yunani ini mengandung makna rahmat yang kekal/permanen dan sempurna, yang dimiliki secara ekstensif sepanjang hidup sejak dalam kandungan. Sehingga eksegese Katolik tentang hal ini melahirkan doktrin "Immaculate Conception" yang menyatakan bahwa Maria sendiri dikandung tanpa dosa.

Keistimewaan Maria ini pun dikuatkan melalui penegasan malaikat Tuhan:

"Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah." (Luk 1:35).

Penyertaan Tuhan membuat Maria terbebas dari dosa asal maupun dosa pribadi. Bahkan dari ayat di atas, dinyatakan bahwa yang dibawa oleh Yesus dari Maria bukan hanya jasad kemanusiaan-Nya, melainkan juga kekudusan.

Mengenai ketidakberdosaan Maria, Martin Luther, reformator Protestanisme, pun tidak menyangkalnya:

She is full of grace, proclaimed to be entirely without sin something exceedingly great. For God grace fills her with everything good and makes her devoid of all evil.
-- Personal {"Little"} Prayer Book, 1522.

It is a sweet and pious belief that the infusion of Mary soul was effected without original sin; so that in the very infusion of her soul she was also purified from original sin and adorned with God gifts, receiving a pure soul infused by God; thus from the first moment she began to live she was free from all sin".
-- Sermon: "On the Day of the Conception of the Mother of God," 1527.

2. Perempuan yang Percaya

Yudas mengkhianati Yesus. Petrus, murid yang paling utama, menyangkali Dia tiga kali. Murid-murid lain terbirit-birit menyembunyikan diri ketika Yesus ditangkap dan disalibkan. Mereka baru berani menampakkan diri setelah mendapat kabar bahwa Yesus sudah bangkit.

Ragu!

Ya, mereka meragukan Yesus. Hilang rasa percaya mereka kepada Yesus semenjak Dia ditangkap. Bahkan mereka sangat takut atas keselamatan jiwa mereka. (Jadi ingat kasus Pondok Nabi yang dihancurkan massa setelah pemimpinnya di-"aman"-kan pihak yang berwajib.)

Sementara, sejak mula, Maria tidak menyangsikan kehendak Tuhan. Ketika malaikat mengatakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak, dia hanya mengajukan pertanyaan,

"Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" (Luk 1:34).

Pertanyaan itu terdengar biasa-biasa saja. Kita tidak pernah heran bahwa pertanyaan itu sangatlah aneh, yang tentu saja tidak akan dilontarkan oleh Maria jika dia benar-benar akan menikah dengan Yusuf, tunangannya. Tetapi kita biasanya tidak terlalu mencermati hal itu karena pola pikir kita terpaku pada belum menikahnya Maria dengan Yusuf.

Alkitab memang mengatakan bahwa Maria bertunangan dengan Yusuf. Namun, pengertian "bertunangan" di sini tidaklah selalu akan berlanjut dengan perkawinan, melainkan semacam "di bawah perlindungan". Alkitab pun tidak pernah menyebutkan bahwa pada akhirnya Yusuf mengawini Maria.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Maria dipersembahkan oleh orangtuanya untuk mengabdi di Bait Allah. Dan mereka tetap menjaga keperawanannya (seperti suster di biara) hingga akhir hayatnya.

Maria tidak takut mendapat aib di mata masyarakat Yahudi akibat kehamilan yang terjadi tanpa pernikahan. Padahal, sesuai hukum Musa, aib semacam itu dianggap zinah yang berisiko dirajam dengan batu sampai mati. Maria tidak takut menghadapi dunia ini.

Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:38)

3. Ibu Keluarga Besar Kristus

Sebelum kematian-Nya, dari atas salib Yesus menyampaikan pesan yang berkenaan dengan keluarga dan pengikut-Nya yang ditinggalkan di dunia ini. Injil Yohanes mencatatnya sebagai berikut:

Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!". Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Yoh 19:26-27)

Dengan perkataan-perkataan itu, Yesus menyatakan bahwa murid yang dikasihi-Nya (Yohanes) menjadi anak Maria dan Maria menjadi ibu Yohanes. Mereka "dibaptis-Nya" menjadi satu keluarga. Yesus menyerahkan ibu-Nya ke dalam perlindungan murid yang dikasihi-Nya dan menyerahkan murid-Nya ke dalam asuhan Maria.

Dalam hal ini, orang Katolik menempatkan diri sebagai pengikut/murid yang dikasihi Yesus dan menjadi bagian dari keluarga besar Kristus. Itu sebabnya mereka menempatkan Maria sebagai bunda rohani mereka, sebagai ibu mereka sendiri.

Tidak ada orang yang mengenal kita sebaik ibu sendiri. Dialah yang paling bisa berempati pada luka-luka, kegembiraan, keresahan, dan berbagai suka-duka kita. Tidak ada jalinan yang lebih kuat dibanding ikatan batin seorang ibu kepada anaknya. Tidak ada doa yang lebih tulus daripada doa seorang ibu bagi anak-anaknya.

Itulah yang mendasari kepercayaan orang Katolik untuk menghormati Maria dan berdoa BERSAMA-SAMA (bukan KEPADA!) Maria kepada Tuhan. Ketidakberdosaan Maria adalah sebuah jaminan atas kebenaran doa yang dipanjatkannya.

Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. (Yak 5:16)

Saya jadi ingat lirik sebuah lagu yang membuat saya selalu merinding haru, "di doa ibuku, namaku disebut...".