Seandainya Kita Mengetahui

Oleh:Imelda Seloadji

"Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun saatnya." (Matius 25:13).

Beberapa waktu yang lalu saya menonton film fiksi ilmiah "Knowing" yang bercerita tentang akhir jaman tentu saja menurut versi film tersebut. Dikisahkan bumi berakhir dilanda semburan api dari matahari, semua musnah kecuali mereka yang diambil oleh empat sosok misterius yang hingga akhir cerita tidak memperkenalkan diri mereka, memberi kita kebebasan interpretasi apakah mereka itu alien atau malaikat.

[block:views=similarterms-block_1]

Film ini membawa saya untuk merenung sesuai judulnya. Jika kita TAHU kapan waktu akan berakhir bagi kita, apa yang akan kita lakukan? Hidup kita akan tidak pernah sama lagi. Saya bisa membayangkan jika Yesus akan datang dalam beberapa minggu ini, maka harapan-harapan saya di dunia antara lain untuk mendapat promosi lebih jauh di kantor, mengganti mobil tua kami dengan Nissan X-Trail impian, pindah ke rumah yang lebih luas, luluh seketika. Kalau dunia akan berlalu dalam waktu yang singkat, saya sadar, semua itu tidak ada maknanya. Nilai yang begitu besar pada semua harapan-harapan tersebut tiba-tiba sirna dan ini mengingatkan saya, bahwa memang dunia dan segala isinya tidaklah abadi. Apa yang tampak mulia sebelumnya menjadi begitu hambar, hampa, dan banal. Alangkah tragisnya jika seluruh hidup kita, termasuk segala usaha, pikiran dan hati kita, kita tujukan untuk hal-hal yang maknanya akan dapat musnah dalam sekejap. "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Matius 24: 35).

Beberapa waktu sebelum menonton "Knowing" saya membaca buku rohani berjudul "Pintu Surga Terbuka" yang berisi kesaksian seorang anak muda tentang penglihatan akan surga, neraka, masa pengangkatan dan masa penganiayaan oleh Antikris. dengan komentar tambahan dari Pdt. Petrus Agung Purnomo. Terlepas dengan Anda setuju atau tidak mengenai masih diberikannya penglihatan-penglihatan dari Allah kepada manusia, suka atau tidak dengan Pdt. Petrus Agung, percaya atau tidak dengan Global Warming (yang ini tidak terkait dengan buku tersebut), satu hal yang pasti, sebuah paket aktivitas membaca buku tersebut, ditambah dengan merasakan panas yang sungguh tidak nyaman di siang yang terik di ruangan tanpa AC, dan menonton film "Knowing", setelah itu membaca buku "Black Swan", telah membuat saya menghayati kehidupan saya secara berbeda. Sebuah artikel di Kompas pernah menuturkan bahwa tiap 10 tahun, suhu bumi naik 5 derajat Celcius. Dari sini bisa Anda hitung berapa puluh tahun lagi Anda bisa bertahan dengan mengukur suhu udara yang saat ini Anda rasakan di Jakarta. Anda bisa bayangkan, mungkin Anda tidak percaya pada Alkitab, tapi fakta ilmiah menunjukkan bahwa, bumi yang tua ini sudah tak mungkin lagi kita tinggali untuk waktu yang masih sangat panjang.

Saya bukanlah seorang pengikut sekte tertentu yang meyakini kiamat akan segera terjadi di tanggal tertentu, tapi yang saya ingin bagikan di sini adalah betapa pentingnya untuk kita hidup secara bijaksana. "Jadi jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup.." ( II Petrus 3:11). Kita sering mengabaikan betapa pentingnya fokus menyenangkan hati Tuhan dan sering terjebak dalam "keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup". Tanpa kita sadari, kita tenggelam dalam keseharian, rutinitas hidup dengan segala kepedihan dan kesenangannya, dan lupa bahwa segala sesuatu akan ada akhirnya, dan yang paling penting apakah nama kita tertulis dalam Kitab Kehidupan. Mirip seperti apa yang disampaikan oleh Nicholas Taleb dalam "Black Swan", kemapanan, kenyamanan, keadaan yang berlangsung seperti biasanya, membuat orang tidak siap untuk sebuah peristiwa yang mengejutkan, padahal peristiwa itu toh sebenarnya bukan kejutan. Firman Tuhan telah memperingatkan kita sejak lama. Sikap kita seperti kalkun yang diberi makan enak secara rutin selama seribu hari, lalu tiba-tiba saja, di suatu hari Thanksgiving, kalkun tersebut dipotong oleh si majikan. (Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menurut hawa nafsunya. Kata mereka, "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan." (II Petrus 3: 3-4)).

Kita bukan Prof. Koestler, tokoh yang diperankan Nicholas Cage dalam film "Knowing". Kita tidak tahu kapan Yesus akan datang untuk kedua kali. Kita tidak tahu kapan Antikris akan bangkit. Kita tidak tahu kapan bumi yang lama ini akan lenyap. We don"t know when. "...maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya." (Matius 24:50).

Kita tidak tahu, ya, kita tidak tahu. Saya tidak sedang mengajak agar kita menjadi paranoid. Saya hanya sekedar berbagi apa yang saya renungkan saat ini. Jika Anda seorang Kristen yang sangat rasional seperti Thomas murid Yesus, maka marilah kita bermain probabilitas (saya pernah mengajar Statistik di suatu universitas). Seperti dua sisi uang logam, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama: kedatangan Tuhan sudah sangat dekat, atau mungkin kita tidak mencapai usia tua di bumi ini untuk alasan apapun. Kemungkinan kedua: akhir jaman masih sangat lama, setidaknya untuk generasi kita masih sangat jauh. Kita punya dua pilihan: hidup bergaul karib dengan Tuhan dan bertindak sesuai Firman-Nya, atau hidup menurut keinginan-keinginan duniawi kita. Kalau kita menjalankan pilihan pertama, dan ternyata sampai kita meninggal di usia 90 tahun Yesus belum datang juga, toh setelah meninggal kita akan menerima mahkota dan hidup kekal bersama Dia. Tidak ada ruginya. Kalau Anda memilih yang kedua, ternyata Hari Tuhan datang tiba-tiba dan Anda tertinggal, ini benar-benar celaka.

Saya masih bermimpi suatu hari nanti bisa memiliki Nissan X-Trail baru. Namun impian itu kecil dibanding kerinduan saya untuk berjumpa dengan Bapa Surgawi. X-Trail itu, sampai nanti Dia datang, boleh tercapai atau tidak, karena saya tahu itu sungguh kecil dibandingkan dengan hidup kekal bersama-Nya. Yang terpenting, saya ingin menyelesaikan bagian tugas yang telah Tuhan tetapkan bagi saya, mencapai garis akhir dengan berkemenangan, dan masuk ke Yerusalem Baru yang abadi.