Ayah, Mengapa Engkau Marah Hari Ini?

Setiap ayah itu memiliki kelemahan, kadang kita merasa ia begitu sayang pada kita, ada canda, ada tertawa, ada suka-cita, namun kadang kita melihat ia lagi cembuut, ia lagi sedih, ia lagi marah. Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan ayah kita? Mungkin ia merasa tertekan dengan perjuangan hidupnya, usahanya mulai bermasalah, mungkin Mama lagi ngambek padanya, atau ada orang yang menyakiti hatinya? Namun , bagaimanapun keadaannya, ia tetap adalah ayah kita, pernahkah kita coba memahami keadaannya?

[block:views=similarterms-block_1]

Saya ingat sekali kejadian pagi ini, memang tidak seperti biasanya, tetapi pagi ini lumayan agak sibuk, sebab ada beberapa orang yang harus saya hubungi, baik via telepon maupun email. Seperti biasanya, pagi-pagi sekali anak saya yang laki umur 3,5 tahun , ia sudah bangun, biasanya ia langsung menuju ke arah pintu lalu membawa Surat Kabar dan diserahkan kalau tidak ke saya ya ke mamanya, Namun pagi ini dia serahakan ke saya karena mamanya sibuk di dapur. Setelah itu biasanya, ia juga ikut-ikutan baca Surat Kabar itu, padahal ia belum bisa membaca, kecuali abjad dan angka yang empat bulan terakhir ini ia dia belajar sendiri melalui computer mainannya yang diberikan oleh isteri adik saya di Jakarta tahun lalu.

Kemarin pagi hari minggu di gereja memperingati hari Ayah, anak-anak sekolah Mnggu rupanya juga mendapat hadiah berupa alat gambar, baik itu kertas dan juga pe warna. Saya sudah wanti-wanti padanya, saya bilang En, namanya En En, perhatikan ya, yang boleh kamu gambar ini hanya kertas ini, lihat yang lalu kamu melukis dinding, papa dan mama dengan setegah mati sudah menghapusnya, kemudia ia menjawab ya.

Benar, kira-kira lima belas menit kemudian, ia masuk ke ruang kerja saya, dan ia membawa selembar kertas yang dia gambar coret-coretan, dia warnai semua, saya memuji dia bagus, bagus sekali, hebat, good job. Lalu saya menempelkan hasil kerjanya di depan pintu kamarnya, ia merasa senang dan berkali-kali ia memperlihatkan gambarnya pada saya dan mamanya, maksudnya dia sudah pandai menggambar dan bagus, saya juga merasa senang bersama dia; ia merasa bahagia sekali. Kami tertawa bersama, kami.

Kemudian saya menerima telepon dan melanjutkan menghubungi beberapa orang lagi via telepon, sementara saya mendengar suara , En En bernyayi-nyani. Kira-kira sepuluh menit kemudian, saya mengintip dia kembali, aduh celaka, ia melukis lukisan di karpet. Langsung saja saya panggil dia dengan agak keras, En En !!!!, kenapa kamu melukis karpet itu? Bukankah saya sudah beritahu kamu, jangan melukis di karpet, hanya boleh melukis di kertas saja. Waktu itu dia kaget, dan saya sempat memukul tangannya dua kali. Matanya mulai berair mau menangis, tetapi saya tahu ia sengaja menahan terus ngak berani menangis.

Kemudian sambil membawa kain basah, dan sabun, saya sengaja memperlihatkan cara membersihkan karpet, dan sambil ngomel-ngomel padanya. En En , diam seribu bahasa, sekali lagi ia tetap menahan tidak berani menangis. Saya katakan padanya, En En harus mendengar papa, kalau tidak mendengar perintah papa pasti dihukum. Sekaranga ini En En bersalah, makanya papa marah.

Selesai saya mebersihkan semuanya, kemudian saya dengan lembut panggil En En kembali, kali ini dia ragu, sebab tadi saya marah padanya, ia takut tidak berani mendekat. Kemudian saya yakinkan dia, papa ngak marah lagi padamu marilah, En En ngak boleh melukis-lukis karpet lagi. Ketika ia berada dipelukan saya, dia langsung menangis sekuat-kuatnya, tadinya ia menahan sedemikian rupa, ia hanya membiarkan air matanaya menetes, namun saat ini , dipelukan saya yang erat ia seakan-akan bilang ama saya, papa maafkan saya. Saya bilang ama dia, papa tidak marah lagi, papa sayang En En, makanya papa tidak suka En En buat hal yang salah. Beberapa saat kemudian menangisnya pun redah, pagi itu juga kami berdamai kembali, dia kembali bernyanyi dan main mobil-mobilanya, dan dia berjanji tidak berbuat lagi.

Ayah, mengapa engkau marah hari ini? Saya tidak mengerti kondisi anda dan hubungan anda dengan ayah anda? Ada orang mengatakan ayahnya tidak pernah marah, mau berbuat apa saja ia serahkan kebebasan sepenuhnya kepada anaknya. Lalu orang ini berkesimpulan ayahnya adalah ayah yang the best baik. Sebaliknya ada orang yang ayahnya begitu diktator, termasuk memilih sekolah, bergaul, dan semua kehidupannya dipantau dengan ketat. Lalu si anak merasa begitu tertekan, dan merasa tersiksa, kemuadian ia berkesimpulan bahwa di dalam diri ayahnya tidak ada kenangan manis. Ayah kejam dan diktator dan sebagainya.

Bagaimana, dan siapa ayah kita, rasanya semua Ayah memiliki kekurangan dan kelebihannya. Kita tidak berhak mengelak kenyataan bahwa ia adalah ayah kita,. Tanpa dia tentu tidak mungkin ada kita. Apabila engkau pernah mendapat perlakuan yang baik dari ayahmu selama hidup ini, bersyukurlah, dan terapkanlah kembali cara ayah terhadap anak-anakmu. Namun apabila engkau tidak pernah merasakan kesan dan perlakuan baik dari ayah, maka ingatlah jangan menerapkan cara pengajarannya itu pada anak-anaka anda; walaupun mungkin banyak sedikit-banyaknya anda terpengaruh olehnya. Oh , Ayah, masihkah engkau marah saat ini?