Kasih Karunia Allah (God’s Grace)

Oleh: Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th

Khotbah Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 10 Pebruari 2013

“Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan--" (Efesus 2:4-5)

Pendahuluan

Himne klasik karya John Newton “Sungguh Besar Anugerah-Nya (Amazing Grace)” merupakan salah satu lagu yang digemari di dunia. Namun, anugerah itu lebih menakjubkan daripada yang kita ketahui. Anugerah atau kasih karunia dipakai sebagai terjemahan bahasa Ibrani “?? - khen”. Kata ini berarti perbuatan seorang atasan yang menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya. Kasih karunia adalah pemberian Allah kepada manusia padahal manusia tidak pantas untuk menerimanya. Kata ini misalnya digunakan dalam Kejadian 6:7, “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia (khen) di mata TUHAN”. Keluaran 33:17, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Juga hal yang telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah mendapat kasih karunia di hadapan-Ku dan Aku mengenal engkau”. Kata Yunani “?a??? - kharis” adalah kata benda yang biasa dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “khen”. Kata “kharis” yang secara umum berarti “pemberian, hadiah, anugerah, kemurahan hati, dan karunia”. Dalam Perjanjian Baru kata kasih karunia atau anugerah ini dihubungkan dengan keselamatan dari Allah bagi manusia.

Misalnya, Petrus dalam sidang pertama di Yerusalemmengatakan “Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia (kharitos) Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kisah Para Rasul 15:11). Paulus mengatakan dalam Efesus 2:5-7 “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia (khariti) kamu diselamatkan -- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya (kharitos autou) yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Kepada Titus, Paulus juga menuliskan “Karena kasih karunia (kharis) Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata” (Titus 2:11).

Istilah “kasih karunia” sering kali oleh beberapa orang sering disamakan dengan “belas kasihan”. Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah, disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmatNya, Ia menahan murkaNya, dan sebaliknya memberi kita anugerahNya (Efesus 2:4). Jadi kasih Allah yang besar itu, dinyatakan dalam kemurahanNya melalui dua pemberian, yaitu kasih karunia dan rahmat. Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki anda dan dihukum mati, dan anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan. Jika anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika anda membawa si pembunuh anak anda itu ke rumah anda dan mengadopsinya sebagai anak anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan anda berikan kepada anak anda, itu kasih karunia atau anugerah.”

Anugerah pertama-tama muncul setelah Kejatuhan, tampak dalam janji Allah mengenai seorang Penebus (Kejadian 3:15). Kemudian, kasih nyaris didefinisikan Allah ketika Ia menjelaskan diri-Nya kepada Musa sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Keluaran 34:6). Anugerah memperoleh bentuknya yang sempurna pada Perjanjian Baru, di dalam Yesus Kristus, Penebus yang dijanjikan Allah. Yohanes mengatakan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14). Frase Yunani “penuh kasih karunia dan kebenaran” adalah “plêrês kharitos kai alêtheias” yang diterjemahakan dengan “penuh anugerah dan kebenaran”. Selanjutnya Yohanes mengatakan, “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17). Kematian Kristus di kayu salib telah menebus kita dari dosa-dosa, melanggengkan jalan anugerah yang ditawarkan Allah tanpa mengkompromikan keadilan-Nya dan kebenaran-Nya (Titus 3:7; Roma 3:26).

Anugerah Umum

Para teolog membagi anugerah menjadi dua kategori besar, yaitu: anugerah umum dan anugerah khusus. Yang pertama disebut umum karena anugerah ini disediakan bagi semua orang. Anugerah umum (common grace) mengacu pada pemberian Allah secara universal, meliputi menyediakan kebutuhan dasar, mencegah kejahatan, menunda penghakiman, dan menopang keteraturan. Anugerah khusus (special grace) diberikan hanya untuk kaum pilihan Allah. Anugerah ini berbicara mengenai perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umat-Nya. Yang termasuk dalam anugerah khusus ini ialah menerangi pikiran mereka untuk memahami Injil, menginsyafkan hati mereka mengenai perlunya percaya, dan meyakinkan kehendak mereka untuk menerimanya. Jadi, dapat dikatakan bahwa anugerah Allah adalah penyataan Allah yang berdaulat dan penuh kasih kepada segenap ciptaan-Nya, yaitu seluruh umat manusia secara umum dan kepada umat pilihan-Nya secara khusus.

Anugerah umum (common grace) adalah kebaikan Allah yang tanpa syarat (unconditional grace) pada semua orang yang diperlihatkan dalam pemeliharaanNya kepada mereka. Anugerah umum dari Allah yang diberikan bagi semua ciptaan-Nya ini bersifat inklusif. Anugerah inklusif ini meliputi tindakan Allah yang mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan alam semesta ciptaan-Nya. Anugerah inklusif ini didasarkan pada kedaulatan Allah dan kasihNya. Permazmur menekankan kedaulatan Allah ini saat ia mengatakan, “TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya” (Mazmur 135:6), dan menekankan kasih Allah saat mengatakan “TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mazmur 145:8-9). Anugerah umum ini dinyatakan melalui pemberian berkat-berkat umum bagi umat manusia, seperti: Ia mengaruniakan panas dan hujan kepada orang yang benar dan orang jahat (Matius 5:45). Ia juga menentukan musim untuk dinikmati oleh semua manusia (Mazmur 104:19-20). Tuhan bahkan memberikan tempat khusus bagi manusia sebagai makluk ciptaan-Nya yang mulia dengan mengindahkannya serta memberikan otoritas dan peran khusus baginya (Mazmur 8:4-7). Melalui penghargaan dan otoritas dari Tuhan ini, manusia dikaruniai hak untuk berkuasa atas semua ciptaan-Nya yang lain (Mazmur 8:8-9).

Jadi, dapat dikatakan bahwa anugerah yang inklusif ini menyatakan kepedulian Tuhan kepada manusia dan semua makhluk, yang diwujudkannya dengan mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan seluruh alam semesta ciptaan-Nya. Anugerah inklusif ini memberikan tempat bagi semua manusia, untuk mengambil peran dalam karya ciptaan Allah. Kebenaran yang dapat ditegaskan di sini ialah bahwa Tuhan oleh kedaulatan dan kasih-Nya yang kekal “memelihara” semua makhluk ciptaan-Nya dengan menyediakan semua yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan manusia serta alam semesta secara teratur serta bersinambung.

Melalui anugerah yang inklusif ini nyata kebaikan Tuhan yang memelihara, mengelola serta mengendalikan alam semesta ciptaanNya sehingga semuanya berjalan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkanNya, sehingga bumi dan alam semesta akan terus bergerak secara dinamis. Melalui anugerah inklusif ini, Tuhan menyatakan kesetiaan-Nya dalam memelihara umat manusia dari dosa dan kejahatan, sehingga dalam kondisi sejahat-jahatnya moral manusia, dunia akan terus terpelihara oleh anugerahNya. Secara lebih khusus, Tuhan meneguhkan, memelihara, menuntun dan memaknai kehidupan setiap individu untuk menjalani tujuan kekal yang telah ditetapkannya (Ayub 42:2; Mazmur 145:8-9; Amsal 16:4; Pengkhotbah 3:1-14; 8:17; Yesaya 49:1; Yeremia 1:5; 1 Petrus 2:9;).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa anugerah umum dari Allah adalah untuk seisi alam semesta dan semua manusia ciptaan-Nya. Di sini terlihat bahwa pemeliharaan Allah melalui anugerah umum ini didasarkan kedaulatanNya dan tindakan kasihNya yang besar. Semuanya menegaskan bahwa pemeliharaanNya ini ditujukan kepada semua ciptaan Allah untuk menikmati kebaikan-Nya yang kekal.
 
Anugerah Khusus

Jika anugerah umum yang diberikan kepada semua orang, maka anugerah khusus tidak diberikan kepada semua orang. Anugerah khusus (special grace) diberikan hanya untuk kaum pilihan Allah. Anugerah ini berbicara mengenai perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umatNya. Kebenaran tentang anugerah khusus menjelaskan tentang rancangan kekal serta tindakan Tuhan menyelamatkan manusia berdosa melalui Yesus Kristus (Efesus 1:4-14). Anugerah ini menyatakan perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umat-Nya. Yang termasuk dalam anugerah khusus ini ialah menerangi pikiran mereka untuk memahami Injil, menginsyafkan hati mereka mengenai perlunya percaya, dan meyakinkan kehendak mereka untuk menerimanya.
Keselamatan di sini sepenuhnya merupakan bagian dari rencana Allah (Devine decree) yang kekal. Dalam rancangan kekal itu, keselamatan ditetapkan selengkapnya oleh Allah. Keselamatan ini kemudian dilaksanakan seutuhNya oleh Yesus Kristus, Juruselamat (Matius 1:21-23) dan diterapkan sepenuhnya oleh Roh Kudus (Roma 8:15-17). Berdasarkan kebenaran ini, dapat dikatakan bahwa keselamatan sepenuhnya dilakukan oleh Allah Yang Esa, melalui karya Yesus Kristus yang menyerahkan nyawaNya mati di atas kayu salib menggantikan manusia berdosa (1 Korintus 15:1-4; 2 Korintus 5:13-14) dan diterapkan oleh Roh Kudus. Perlulah ditekankan bahwa “keselamatan” yang diuraikan di sini adalah merupakan pengungkapan tentang bagaimana peroses “penyelamatan itu dilaksanakan oleh Allah,” yang di dalamnya setiap orang berdosa, yang telah di tetapkanNya untuk memperoleh bagian dan mengalami secara subyektif akan karya agung-Nya ini (Lihat: Kisah Para Rasul 13:48b), yaitu mereka yang telah ditentukan dan dipanggilNya menjadi percaya (Banding: Roma 8:29-30). Keselamatan yang khusus ini menjelaskan rencana Allah yang spesial yaitu “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa” (2 Petrus 3:9b), dimana “Semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya” (Kisah Para Rasul 13:48b).

Keselamatan sebagai pemberian anugerah Allah itu (Yohanes 10:28-29) membawa manusia berdosa berpaling (konversi) kepada Allah melalui pertobatan dan percaya (2 Petrus 3:9c; 2 Korintus 7:10; 1 Yohanes 5:13-15; Yohanes 6:47; Ibrani 11:1), yang olehnya setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Keselamatan pemberian Allah ini begitu spesial, yang memberikan pengalaman subjektif bagi orang percaya, yaitu ada regenerasi (Yohanes 3:3-8; 2 Korintus 5:17), pembenaran (Keluaran 23:7; Ulangan 25:1; Amsal 17:15; Yesaya 5:25; Yeremia 3:11; Yehezkiel 16:50-51; Matius 12:37; Lukas 7:29; Roma 3:4), adopsi (Yohanes 1:12; Galatia 4:1-5; 3:29), pengudusan (Keluaran 15:11, 12; 19:6; Yesaya 5:24; 6:3; 10:17; Yehezkiel 20:39-44; Hosea 11:9; Matius 6:9; 5:48; Lukas 11:2; 1 Petrus 3:15), persatuan dengan Kristus (Yohanes 16:14; 15:58; Roma 5:15-19), ketekunan (Filipi 2:12-13; Roma 7:21-26; Ibrani 6:17-20; 12:1-2), dan pemuliaan di dalam Kristus (1 Timotius 3:6; 2 Timotius 2:11-13; Ibrani 2:5-13).Tindakan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kritus ini dan pengalaman spesial akan keselamatan itu memberikan kepastian kepada orang percaya akan hidup kekal yang telah diterima dari Allah (Yohanes 10:28-29).

Penting untuk memperhatikan bagaimana para teolog meninjau anugerah khusus dari empat sudut pandang, yaitu:

1. Anugerah yang mendahului (Previent grace), ini menekankan bahwa anugerah Allah datang terlebih dahulu. Ia yang memulai tanpa menunggu inisiatif kita atau jasa kita, inilah sifat anugerah yang sangat menonjol. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yohanes 4:19) dan “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa” (Roma 5:8).

2. Anugerah yang efektif (Efficacious grace), yang berarti bahwa anugerah ini menyelesaikan apa yang Allah maksudkan. Tidak ada yang mampu menggagalkan rencana Allah untuk menyelamatkan. Seperti kata Yesus, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang” (Yohanes 6:37). Selanjutnya Yesus menegaskan “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yohanes 10:28-29).

3. Anugerah yang tidak dapat ditolak (Irresistible grace), ini berasal dari anugerah yang efektif, yang berarti anugerah ini sampai kapanpun tidak dapat ditolak. Terlepas dari pergumulan sementara melawan Allah, pada akhirnya Ia akan mengalahkan dan memenangi kaum pilihan. Karena Allah memberi umat-Nya sebuah hati yang baru untuk mengenali-Nya, mereka mengenal dan meresponi suara-Nya serta mengikuti Dia (Yer. 24:7; Yoh. 10:27).

4. Anugerah yang memadai (Sufficient grace), berarti anugerah yang cukup untuk mencapai maksud Allah menyeamatkan orang-orang yang dipilihNya. “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi pengantara mereka” (Ibrani 7:25).

Bahkan setelah keselamatan pun, anugerahNya cukup bagi kita (2 Korintus 12:9), meskipun untuk bertumbuh di dalam anugerah merupakan kerjasama manusia dan Allah. Dengan kata lain, kita yang diselamatkan karena anugerah tidak berhak untuk memiliki kehidupan Kristen yang pasif. Anugerah pasca keselamatan itu sedikit pun tidak memasukkan unsur jasa atau usaha. Namun, Paulus mengingatkan secara langsung bahwa orang-orang Kristen hendaknya bekerja sebagaimana Allah bekerja di dalam kita (Filipi 2:12-13). Konsekuensi praktis dari anugerah Allah di dalam kita ialah memperlakukan orang-orang lain dengan lemah lembut. Kita memberlakukan pengampunan Allah dan kebaikanNya kepada mereka, entah mereka layak menerimanya atau pun tidak. Hasilnya, semua orang yang mengamati kita tentu akan melihat anugerah Allah tampak di dalam diri kita.

Perlunya Anugerah

Perlunya anugerah Allah bagi manusia didasarkan pada anggapan tentang natur keberdosaan manusia. Akibat dari dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah dalam diri manusia telah tercoreng dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar kepada setiap manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12). Adam dan Hawa telah membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22). Kita perlu ingat bahwa akibat-akibat sepenuhnya dari kejatuhan tidak hanya terwujud seketika di dalam Adam dan Hawa tetapi juga di dalam keturunan-keturunan mereka, yakni semua umat manusia. Akibat jangka panjang dari kejatuhan adalah dosa menurun pada semua manusia dan maut menurun pada semua manusia. Akibat pertama dari kejatuhan adalah dosa menurun kepada semua orang. Dosa manusia meliputi dosa pertalian, dosa warisan dan dosa pribadi. Dosa warisan dapat didefinisikan sebagai keberadaan berdosa dari semua orang yang yang dibawa sejak lahir. Dosa pertalian disebut juga penghitungan atau imputasi dosa. Di sini dimaksudkan dengan pertalian adalah pertautan, pelimpahan atau pengaitan sesuatu terhadap seseorang. Dasar Alkitab untuk pertalian dosa adalah Roma 5:12 yang mengajarkan bahwa dosa bahwa dosa masuk kedalam dunia melalui satu orang yaitu, Adam kepada segala bangsa (Roma 5:12-21). Dosa pribadi atau dosa aktual dapat didefinisikan sebagai dosa-dosa yang berasal dari tindakan, perkataan, atau pikiran yang manusia lakukan. Dosa aktual tidak ditularkan, melainkan setiap orang melakukan dosanya sendiri dan setiap orang pasti menderita akibat dosanya sendiri. Walau tidak ditularkan, dosa aktual juga bisa mempengaruhi orang lain (Keluaran 20:5; 1 Timotius 5:22). Dalam Roma 3:9-18 Paulus menjelaskan tentang penghukuman atas semua orang karena dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri. Hukuman itu berlaku umum dan didasarkan atas perbuatan jahat, baik lewat perkataan maupun lewat perbuatan. Dosa itu merupakan suatu kenyataan karena kita mewarisi tabiat dosa dan dosa Adam dipertalikan kepada kita. Manusia menipu, tidak berbelas kasihan, menghina Tuhan, membunuh, memeras, mencuri, bertengkar, menyiksa, menindas, dan lain sebaginya. Dosa-dosa aktual ini menyadarkan kita akan kenyataan keuniversalan dosa dan bahwa setiap orang melakukan dosa secara aktual, kecuali bayi. Alkitab menegaskan bahwa “kita semua bersalah dalam banyak hal” (Yakobus 3:2) dan “semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Bentuk dosa-dosa aktual adalah perkataan dan perbuatan misalnya: berdusta (1 Yohanes 1:6), pilih kasih (Yakobus 2:4), keduniawiaan (1 Korintus 3:1-4), penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, dan lainnya (Galatia 5:19-21).

Selanjutnya, akibat dari kejatuhan adalah maut menurun pada semua manusia (Kejadian 2:17). Sebagaimana dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang, demikian juga akibat dosa itu yaitu maut menurun pada semua orang (Roma 5:12-21; 6:23; Kejadian 2:17). Sebagaimana dosa bersifat universal maka maut juga bersifat universal. Manusia pada mulanya diciptakan dengan kapasitas bagi kekekalan dan tidak perlu mati. Secara khusus akibat dari dosa maka manusia mengalami tiga bentuk hukum (1) Akibat dari dosa warisan atau dosa asal, maka manusia mengalami kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan dengan Allah dalam kehidupan sekarang ini (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6). Jika hal ini tidak berubah dalam diri manusia di sepanjang hidupnya, maka kematian kekal atau kematian yang kedua akan menyertainya (wahyu 20:11-15). Kematian kekal dimana manusia akan dibuang ke tempat yang gelap dan penuh dengan siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15). (2) Akibat dari dosa yang dipertalikan adalah kematian jasmani (Roma 5:13-14). Kematian jasmani yang ditandai oleh kematian fisik tubuh yang fana (Kejadian 2:17; Bilangan 16:29; 27:3; Mazmur 90:7-11; Pengkhotbah 12:7). (3) Akibat dari dosa-dosa pribadi (aktual) adalah hilangnya persekutuan yang harmonis Orang yang tidak beriman tidak memiliki persekutuan dengan Allah karena dosa-dosanya; dan apabila orang percaya berdosa, ia kehilangan sukacita dalam persekutuan dengan keluarga Allah. Bila ia mengakui dosanya dan diampuni maka persekutuannya dipulihkan (1 Yohanes 1:7-9).

Dosa telah menyebabkan manusia mengalami kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability). Yang dimaksud dengan kerusakan total bukanlah berarti (1) bahwa setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) bahwa orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) bahwa orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia. Arti dari kerusakan total adalah (1) bahwa dosa telah menjangkau setiap aspek natur manusia: termasuk rasio, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15); dan (2) bahwa secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12). Sedangkan ketidakmampuan total berarti: (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah. Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah.

Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan kasih karunia Tuhan yang memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Manusia yang telah mati secara rohani perlu dihidupkan kembali secara rohani. Paulus mengatakan “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan –“ (Efesus 2:1-5).

Sifat Allah yang kudus menyebab Ia murka terhadap manusia yang melanggar hukum-hukumNya dan mengharuskanNya menghukum manusia berdosa tersebut. Sementara itu, sifat Allah yang kasih menuntutNya mengasihi manusia berdosa, dengan memberikan kemurahan, kebaikan dan belas kasihan kepada manusia. Disini kekudusan dan kasih Allah dikonfrontasikan. Allah tidak dapat mengorban salah satu dari kedua sifat tersebut, yaitu kekudusan dan kasih. Lalu bagaimana cara Allah menegakkan supremasi hukum dan keadilanNya atas dosa manusia? Korban pengganti, yang akan menjalankan hukuman itu. Paulus dalam kolose 2:13,14 mengatakan “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib” Hanya kematian Kristus saja yang dapat meredakan kemarahan Allah dan memenuhi tuntutan keadilanNya. Kristus secara sukarela menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia. Dengan demikian kekudusan, hukum, dan keadilan Allah telah ditegakkan, dan secara simultan kasihNya kepada manusia dinyatakan.

Pribadi yang terlibat dalam korban keselamatan itu ialah Allah yang menjelma menjadi manusia. Hanya pribadi ini yang dapat menyebabkan keselamatan manusia. Lalu, mengapa Allah harus menjadi manusia? Alkitab menyatakan bahwa hukuman bagi dosa adalah maut, dan satu-satunya jalan mengatasi dosa adalah dengan korban darah dan kematian. Berhubung Allah tidak dapat mati, maka harus terjadi inkarnasi agar ada natur atau sifat manusia yang bisa mengalami kematian dan dengan demikian membayar hukuman dosa. Hanya Allah-Manusia yang memenuhi syarat untuk menjadi Juruselamat Sejati. Juruselamat itu harus manusia agar dapat mati bagi dosa-dosa manusia, Juruselamat itu juga harus Allah, supaya dalam kematianNya Ia dapat hidup dan membayar harga dosa (Roma 1:1-4). Melalui kematian-Nya di kayu salib Kristus melenyapkan perseteruan antara manusia dengan Allah (Efesus 2:16); Kristus menjadi terkutuk karena kita di atas kayu salib (Galatia 3:13); Kristus telah memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib supaya kita hidup untuk kebenaran (1 Petrus 2:24); Kristus melakukan pendamaian yang diadakan oleh darah salib Kristus (Kolose 1:21); Kristus dipaku di kayu salib untuk membayar hutang dosa dengan harga yang lunas (Kolose 2:14). Puncak dari penderitaan Kristus adalah kematianNya di kayu salib. Dikayu salib terjadi pendamaian, penggantian, penebusan, pengampunan dan pembenaran. Kristus telah mati di kayu salib satu kali dan korbanNya sempurna dihadapan Allah. Karya Kristus disalib ini memberi jalan keluar bagi manusia dari dosa-dosa manusia. Rasul Yohanes mengatakan, “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17). Kematian Kristus di kayu salib telah menebus kita dari dosa-dosa, membentangkan jalan anugerah yang ditawarkan Allah tanpa mengkompromikan keadilan-Nya dan kebenaran-Nya (Titus 3:7; Roma 3:26).

Penutup

Bagaimanakah seharusnya respon kita terhadap kasih karunia Allah Allah?

Pertama, menerima kasih karunia Allah itu dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”. (Kisah Para Rasul 4:12) .

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia dalam keselamatan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, sama dengan yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat-suratnya, yaitu “kepercayaan kepada Kristus”. Jadi, kita yang percaya kepada Kristus tidak hanya menerima hidup yang kekal tetapi juga memiliki hidup yang kekal itu.
 
Satu-satunya jalan supaya tidak binasa tetapi beroleh hidup kekal adalah dengan percaya kepada Yesus Kristus. Karena sudah adanya korban Yesus Kristus, maka jalan untuk selamat itu menjadi begitu sederhana dan mudah, yaitu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Cara ini disebut sebagai ‘the greatest simplicity’ (kesederhanaan terbesar). Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena kasih karunia oleh iman. Rasul Paulus menulis dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Tetapi karena begitu sederhana, banyak orang lalu meremehkan cara ini, padahal hanya ini satu-satunya jalan untuk selamat dan tidak ada yang lain. Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan karena Dia adalah satu-satunya yang dapat membayar hutang dosa kita (Roma 3:23). Tidak ada agama lain yang mengajarkan dalamnya dan seriusnya dosa kita dan akibat-akibatnya. Tidak ada agama yang menawarkan pembayaran dosa seperti yang disediakan oleh Yesus. Tidak ada “pendiri agama” lain yang adalah Allah yang menjelma menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14), yaitu satu-satunya cara untuk melunasi utang dosa. Yesus haruslah Allah supaya Dia dapat membayar hutang kita. Yesus harus menjadi seorang manusia supaya Dia bisa mati. Keselamatan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus. “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12). Allah memungkinkan manusia berbaik dengan Dia, hanya kalau manusia percaya kepada Yesus Kristus. Allah berbuat ini untuk semua orang yang percaya kepada Kristus; sebab tidak ada perbedaannya (Roma 3:22). Alkitab mengajarkan kita bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keselamatan selain melalui Kristus. Yesus berkata dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Textus Receptus menulis ayat ini demikian: e?? e?µ? ? ?d?? ?a? ? a???e?a ?a? ? ??? ??de?? e??eta? p??? t?? pate?a e? µ? d? eµ?? (ego eimi he hodos kai he aletheia kai he zoe oudeis erkhetai pros ton patera ei me di emou). Penggunaan kata sandang “he” di depan kata “hodos (jalan), aletheia (kebenaran), dan zoe (hidup)”, menunjukkan bahwa hanya Dia satu-satunya dan tidak ada yang lain selain Dia saja.

Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Menerima kasih Allah dalam Kristus adalah keputusan paling serius dan paling penting. Ketika kita datang pada Tuhan dan percaya pada Kristus, kita disatukan dengan Dia, diselamatkan dan mendapat hidup yang kekal. Rasul Yohanes mengatakan, “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yohanes 5:11-12).

Kedua, melakukan perbuatan baik sebagai rasa syukur untuk apa yang telah Allah lakukan bagi kita (Efesus 2:8-9). Salah satu cara kita diminta untuk memberi respon terhadap kasih karunia Allah adalah dengan melakukan pekerjaan baik. Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Jadi, pelayanan kita untuk Allah dilakukan karena rasa terima kasih kita untuk kasih karuniaNya, bukan sebagai upaya untuk menggantikan kasih karunia dengan pekerjaan atau perbuatan-perbuatan yang baik. Perhatikan apa yang Paulus katakan mengenai dirinya sendiri, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Rasul Paulus yang telah mengatakan bahwa ia diselamatkan hanya karena kasih karunia yang tidak sepatutnya ia terima, namun ia tidak duduk dan bermalas-malasan, melainkan melayani Tuhan dan bekerja dengan giat bagi Allah.

Telah disebutkan diatas, menurut Paulus dalam Efesus 2:8 bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan. Tetapi menurut Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah mati. Apakah Yakobus bertentangan dengan Paulus? Jawabannya tidak, karena Paulus dan Yakobus menggunakan kata “ergon” atau perbuatan/pekerjaan dengan pengertian yang berbeda. Ketika Paulus menyebut diselamatkan bukan karena perbuatan atau pekerjaan maka yang dimaksud adalah menunjuk kepada keinginan seseorang untuk memperoleh perkenan dan keselamatan melalui usaha menanati hukum taurat dengan kekuatan sendiri dan bukan melalui iman pada anugerah Tuhan. Sedangkan ketika Yakobus menggunakan kata perbuatan (ergon, bentuk tunggal dari erga yang berarti perbuatan atau pekerjaan) menunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang bersumber dari iman sejati dan kehidupan yang telah diselamatkan. Kata “ergon” dalam Yakobus menunjuk kepada kualitas dasar dari kehidupan seseorang yang dinyatakaan dengan perilakunya. Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan fakta bahwa iman sejati ada di dalam perbuatan-perbuatan itu. Dengan demikian hubungan antara iman dan perbuatan adalah bahwa setelah diselamatkan kita harus aktif mengerjakan keselamatan itu didalam kehidupan kita dengan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan atau hal-hal yang kita kerjakan. (Filipi 2:12-13; Efesus 2:10, agatha). Perbuatan-perbuatan itu merupakan tanda apakah iman kita itu benar-benar hidup (Yakobus 214-17) dan tanda ketaatan iman kepada Allah, yang berbeda dengan setan yang percaya pada Allah tetapi tidak taat (Yakobus 2:18-20).

Ketiga, kita harus bertumbuh dalam kasih karunia. Rasul Petrus memberikan nasehat yang penting dan sangat berharga dengan berkata “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya” (2 Petrus 3:18). Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “bertumbuhlah” adalah “auksanete”, merupakan bentuk kata kerja aktif imperatif atau kata kerja bentuk perintah. Kata “auksanete” ini berasal dari kata “auksano” yang berarti “tumbuh, bertambah, berkembang, dan bertambah besar”. Disini Petrus menasihati untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia karena makin baik pengertian kita akan kasih karunia, makin baik kita akan menjalani hidup sebagai orang percaya. Cara untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia berarti bertumbuh dalam pengetahuan akan Yesus Kristus, sebab kasih karunia bukanlah suatu konsep yang abstark, tetapi suatu Pribadi. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “pengenalan” adalah “gnosis” yang berarti “pengetahuan yang sebenarnya”. Dengan demikian, cara kita bertumbuh dalam kasih karunia adalah dengan mengenal Yesus Kristus melalui persekutuan yang akrab dengan Dia, karena makin baik kita mengenal Yesus, makin banyak kita mengalami kasih karuniaNya.

* Pdt. Samuel T. Gunawan adalah seorang Protestan-Kharismatik, Pendeta dan Gembala di GBAP Jemaat El Shaddai; Pengajar di STT IKAT dan STT Lainnya. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Universitas Palangka Raya; Sarjana Theology (S.Th); Magister Theology (M.Th) in Christian Leadership; dan Magister Theology (M.Th) in Systematic Theology dari STT Trinity.