Yang Baru Cuma 2013

Oleh: Sefnat A. Hontong

Ada sebagian orang berpandangan bahwa sesuatu yang disebut sebagai tradisi itu harus dipertahankan untuk tetap sama dan bila perlu jangan berubah. Oleh karena itu, apabila ada sebuah tradisi yang telah berubah dan tidak lagi sama dengan yang dulu, kadangkala sudah dianggap sebagai bukan tradisi lagi. Hal semacam ini banyak kita dengar terutama ketika kita duduk berdiskusi dengan sekolompok orang tua-tua di desa-desa yang kecewa dengan fakta perkembangan baru dalam masyarakat yang dinilai tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai positif dalam tradisi yang dulu pernah mereka anut dan jalani. Namun dalam kenyataannya kecenderungan untuk mempertahankan sebuah tradisi agar tetap sama sejak dulu hingga sekarang, adalah suatu harapan yang mustahil. Tradisi adalah sesuatu yang selalu bertumbuh, berkembang dan selalu menjadi baru, seiring dengan perubahan jaman dan perubahan dalam masyarakat. Kira-kira inilah kesimpulan secara sosiologis apabila kita memperhatikan realitas yang ada di sekitar kita.



Tetapi, apabila kita dengan mata yang terang dan cermat memperhatikan dan menelusuri sejumlah fakta dalam masyarakat kita, saya merasa harapan para orang tua-tua di desa-desa tadi ada benarnya juga. Contoh kasus, coba kita perhatikan cara hidup kita di tahun yang baru ini, mulai dari tanggal 1 Januari s/d hari ini. Pertanyaan saya adalah: adakah sesuatu yang baru, yang sungguh-sungguh baru, sesuai dengan nama tahun baru? Perhatikan juga cara masyarakat kita dalam merayakan dan menyambut tahun baru; dari dulu sampai sekarang sama saja; ada pesta miras, ada perkelahian, ada kecelakaan bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Perhatikan lagi cara kita menyapa orang lain dan cara kita memperlakukan orang lain, baik di dalam rumah maupun di tempat kerja kita. Perhatikan juga model pelayanan PLN kita dalam melayani para pelanggannya, masih juga sama seperti dulu; mati-menyala, mati-menyala, dan mati-menyala. Jangan lupa pula perhatikan harga kopra di pasar (moga-moga sudah sedikit berubah).

Secara khusus, dalam dunia pendidikan coba kita teliti dengan baik. Secara nasional, menurut media massa paling-tidak sampai dengan tanggal 11 Januari 2013, DPR-RI kita masih bersitegang dalam menentukan sikap untuk menerima perubahan kurikulum ‘tematik yang terintegrasi’ sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah dalam rangka menjawab masalah pendidikan di Indonesia. Sedangkan secara lokal, kita di Maluku Utara, menurut Radar Halmahera tanggal 10 Januari 2013 menegaskan bahwa tingkat kualitas pendidikan kita di Maluku Utara berada pada peringkat ke 31 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Bahkan yang lebih aneh lagi, ada data tentang pemotongan tunjangan guru daerah terpencil (tudacil) yang tidak diketahui oleh dinas yang menanganinya. Semua ini masih sama seperti dulu. Kata Dian Pisyesa: ‘aku masih seperti yang dulu………….’. Kita tidak bisa membayangkan nanti apabila dalam pelaksanaan ujian nasional di sekolah-sekolah kita pada tahun ini, apakah masih berpola seperti dulu, yakni: ada dua (2) buah laporan pendidikan setiap anak dan bukan mereka yang ujian melainkan guru mereka? Moga-moga tidak begitu lagi.

Pada sisi yang lain, Timothy Wibowo seorang pakar psikologi pendidikan di Indonesia menegaskan: dalam sebuah penelitian (di Amerika Serikat) diperoleh data ada 90 persen kasus pemecatan para pegawai di semua instansi pemerintah dan swasta disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat juga penelitian lain yang mengindikasikan bahwa ada 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient (kecerdasan emosional).

Data-data ini hampir mirip dengan temuan yang diperoleh oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pada tanggal 5 Januari 2013 tentang adanya dugaan markup anggaran di beberapa kementerian pada mata anggaran batuan social (bansos) yang meningkat cukup tajam pada APBN tahun 2013, yang dikwatirkan sangat rawan dikorup. Sementara itu menurut prediksi ICW (Indonesia Corruption Watch) korupsi akan semakin meningkat di tahun 2013. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan beralasan karena pada tahun 2013 ada banyak pemilihan umum kepala daerah dan terutama menjelang pemilihan umum nasional 2014. “Ini akan menjadi momentum mengumpulkan modal, terutama bagi politikus pemegang kekuasaan,” kata Ade ketika dihubungi, oleh kompas pada Senin, 24 Desember 2012. Ade menuturkan, politikus akan melakukan penggelapan anggaran untuk pribadi atau kelompok partainya. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuasaan atau bahkan kalau bisa memperluas wilayahnya. Ia mewanti-wanti masyarakat agar terus memantau Anggaran Pendapatan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapat Belanja Daerah di tahun 2013-2014, karena rawan kebocoran. Sementara itu menurut data Transparency Internatinal the Global Coalition Against Corruption, Indonesia berada pada rangking V negara terkorup di dunia dan berhasil mendapat rangking I di Asia Pasifik.

Semua data-data di atas, pada dasarnya hendak memberi indikasi kepada kita tentang adanya fakta non-interkonektifitas antara proses pendidikan seseorang dalam sebuah lembaga pendidikan dengan karakter dan tabiatnya ketika ia berkarya di lapangan seusai menempuh masa pendidikan pada sebuah lembaga pendidikan. Fakta-fakta non-interkonektifitas dalam dunia pendidikan semacam itu sudah lama sekali menjadi bahan gumulan sejumlah orang, bahkan oleh raja Soleman yang berkata: “Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin, karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.

Tentu pernyataan sang raja tersebut sangat menyedihkan, apabila dunia pendidikan kita bukan lagi menjadi wadah untuk memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kualitas hidup, melainkan hanya berdampak pada lebih banyak menyusahkan hati orang dan memperbanyak kesedihan warga. Lalu kita bertanya: apa arti dari kehadiran dan pembangunan lembaga-lembaga pendidikan yang berhamburan di sana-sini di daerah dan Negara kita ini? Ini tentu akan menjadi bahan dan referensi bagi kegelisahan kita yang sedang berkarya di bidang pendidikan agar mau sungguh-sungguh bekerja lebih giat, lebih keras, dan lebih cerdas sehingga wajah dunia pendidikan kita tidak menyusahkan hati orang dan memperbanyak kesedihan warga.

Jika benar bahwa pernyataan sang raja tadi disampaikan ketika ia sudah berusia lanjut, maka kita bisa membayangkan ternyata soal dan masalah pendidikan adalah sebuah pergumulan yang sudah sangat tua usianya dalam berusaha untuk menjadi sebuah wadah pendidikan yang berkualitas di tengah masyarakat. Oleh karena itu, sebagai generasi baru yang sedang berkarya di dunia pendidikan, kepada kita terdapat panggilan mulia untuk menjadikan lembaga pendidikan yang kita layani sebagai yang sungguh-sungguh menjadi wadah pembentukkan karakter dan kualitas hidup masyarakat yang semakin maju dan beradab. Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme.

Saya rasa itulah pesan utama kepada kita semua yang notabene adalah orang-orang yang akan dan terus berkarya di sebuah lembaga pendidikan di tahun yang baru (2013) ini. Sehingga betul-betul ada yang baru yang kita buat dan karyakan, supaya tidak-lah tepat apa yang saya sebut sebagai judul tulisan ini. Yang baru adalah segala-nya, baik semangat kita, motivasi kita, metode kita, disiplin kita, program kita, kinerja kita, pola dan strategi kita, serta gaya dan inovasi kita. Asalkan jangan ada suami atau isteri baru bagi yang sudah punya. Dan apabila semua ini bisa kita lakukan secara serius dan tekun di tahun yang baru ini, niscaya akan ada juga perubahan gaji dan tunjangan yang baru, sehingga bukan cuma 2013-nya saja.

Situs penulis: http://sefnathontong.blogspot.com/